ada 40 lembaga nonstruktural lagi yang akan dibubarkan
MERDEKA.COM. Tindakan Presiden Jokowi yang membubarkan 10
lembaga non struktural pekan lalu, mendapat apresiasi dari banyak kalangan.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang biasanya nyinyir atas apa pun yang dilakukan
presiden, kali ini ikut angkat jempol. Ini merupakan langkah baik dari
pemerintah, katanya.
Fahri juga mendorong untuk terus melakukan kajian
terhadap sejumlah lembaga non struktural. Kalau fungsinya tumpang tindih dengan
kementerian, bubarkan saja. Selanjutnya perkuat kementerian terkait demi
penghematan. DPR setuju.
Banyaknya lembaga non struktural yang tumbuh selama 15
tahun terkahir, memang luar biasa. Menurut KemenPAN, kini jumlahnya menjacapai
87 lembaga. Lembaga ini mulai dibentuk pada era Gus Dur, Megawati, hingga SBY.
Karena SBY paling lama berkuasa, SBY pula paling banyak membentuknya.
Ibarat berternak, SBY terus melahirkan dan memelihara
lembaga non struktural. Imbauan dan peringatan agar tidak meneruskan
peternakan, bukannya tidak ada. Tapi diabaikan. Maklum, lembaga non struktural
bisa jadi tempat pengabdian bagi orang-orang yang menurut SBY memang masih
diperlukan negara.
Sejak 2010, KemenPAN dan RB, sudah melakukan kajian
terhadap keberadaan dan efektivitas lembaga-lembaga non struktural. Bahkan
kementerian itu langsung merekomendasikan agar sejumlah lembaga dibubarkan.
Tapi, SBY membiarkan saja. Bahkan, terus menambah lembaga baru.
Apa yang dilakukan Jokowi hanya menindaklanjuti
rekomendasi KemenPAN dan RB. Jokowi membuktikan omongannya: kajian sudah
banyak, diskusi dan seminar sudah sering, rekomendasi juga sudah jelas; yang
dibutuhkan hanya eksekusi.
Kini, Jokowi dan timnya tengah mempelajari kembali hasil
kajian KemenPAN dan RB untuk membubarkan 40 lembaga non struktural lagi.
Seperti dituturkan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, yang sedang dibahas
pemerintah adalah dampak dari pembubaran lembaga-lembaga non struktural
tersebut.
Pertama, soal anggaran yang sudah telanjur dialokasikan
kepada lembaga-lembaga tersebut. Kedua, soal penyelesaian jika lembaga-lembaga
tersebut sudah terikat kontrak pengadaan barang dan jasa dengan pihak lain.
Ketiga, soal pengalihan pegawai.
Meskipun nilai anggaran tidak seberapa jika dibandingkan
kementerian, demikian juga dengan jumlah pegawainya, namun karena jumlah
lembaga non struktural ini banyak, maka hasil kalinya juga signifikan dalam
menghemat anggaran. Pemerintah juga tidak perlu rekrut pegawai lagi, karena
bisa memanfaatkan para pegawai yang sudah ada.
Ingat, total jumlah belanja untuk pegawai di negeri ini
masih tinggi. Bahkan di beberapa daerah, jumlah belanja pengawai mencapi 75%
dari total pengeluaran APBD. Hal ini tidak hanya membebani anggaran negara,
tetapi juga membuat negara tidak bisa investasi, menggerakkan sektor-sektor
ekonomi produktif.
Lahirnya lembaga negara baru awalnya memang diperlukan
guna menyelesaikan masalah-masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh lembaga
negara yang ada. Misalnya untuk memerangi korupsi diperlukan KPK, untuk
menghadapi pencucian uang diperlukan PPATK, dan untuk menyelenggarakan pemilu
yang bebas diperlukan KPU.
Namun dalam perjalannya kemudian, pembentukan
lembaga-lembaga ini tidak terkendali, terutama lembaga non strutural yang
difungsikan untuk mengimbangi tugas-tugas kementerian. Apalagi pembentukan
lembaga ini cukup membutuhkan peraturan pemerintah dan peraturan/keputusan
presiden.
Dilihat dasar pembentukannya, lembaga negara (baru) bisa
dibedakan atas tiga jenis: pertama, lembaga yang bentuk oleh konstitusi,
seperti MK, KY, dan KPU; kedua, lembaga yang dibentuk berdasarkan
undang-undang, seperti KPK, PPATK, KPI, dan KIP; dan ketiga, lembaga yang
dibentuk berasarkan peraturan pemerintah dan peraturan/keputusan presiden,
seperti Dewan Penerbangan Nasional, Dewan Buku Nasional, dan Komisi Hukum
Nasional.
Terhadap lembaga negara yang dibentuk berdasarkan
konstitusi, tentu tidak bisa diutak-atik. Tetapi terhadap lembaga yang dibentuk
berdasarkan peraturan pemerintah dan peraturan/keputusan presiden, Jokowi tidak
perlu berpikir panjang. Jika hasil kajian KemenPAN merekomendasikan pembubaran,
ya dibubarkan saja.
Yang agak sulit adalah menyangkut lembaga negara yang
dibentuk berdasarkan undang-undang. Selain diperlukan kajian mendalam dan
konprehensif, presiden perlu membahasnya dengan DPR. Bagi lembaga yang jelas
manfaatnya, seperti KPK perlu dipertahankan dan dikembangkan. Tetapi bagi
lembaga yang tidak jelas kontribusinya tapi menghabiskan dana negara, seperti
Bawaslu, ya jangan ragu untuk membubarkan.
No comments:
Post a Comment