!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, August 16, 2013

Kuatir demokratisasi menjalar ke Arab Saudi, Raja Abdullah bin Abdul Aziz dukung Militer Mesir bantai warganya.





Kuatir demokratisasi menjalar ke Arab Saudi, Raja Abdullah bin Abdul Aziz dukung Militer Mesir bantai warganya.

Sejumlah analis politik Timur Tengah mengatakan, para pemimpin negara-negara Arab secara diam-diam mendukung langkah keras Mesir menghadapi pendukung Ikhwanul Muslimin.

Dukungan itu diberikan karena negara-negara Arab khawatir menguatnya pengaruh Ikhwanul Muslimin di kawasan itu sejak gerakan "Arab Spring" akan mengancam kekuasaan mereka.

Sejauh ini, hanya Qatar dan Tunisia, di mana Partai Ennahda yang berkuasa berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin, mengecam kekerasan Kairo yang menewaskan lebih dari 600 orang itu.

"Semua kerajaan di kawasan Teluk, kecuali Qatar, khawatir revolusi Ikhwanul Muslimin akan ditularkan ke negara lain," kata Khattar Abou Diab, profesor dari Universitas Paris-Sud.

Dengan demikian, lanjut Abou Diab, para pemimpin negara-negara Arab berharap kembalinya situasi klasik kekuasaan di Mesir, sebuah negara penting di dunia Arab.

"Negara-negara ini, terutama Arab Saudi, sudah merasa terganggu dengan semakin kuatnya Turki dan Iran. Dukungan Arab Saudi kepada Mesir menunjukkan keinginan untuk kembali ke sebuah sistem tradisional Arab yang berbasis pada garis yang lebih klasik," tambah Abou Diab.

Turki, dengan pemerintah berhaluan Islam yang secara ideologi terkait dengan Ikhwanul Muslimin, mulai meningkatkan pengaruhnya di dunai Arab sejak pecahnya revolusi Arab Spring.

Sementara Iran memperkuat hubungannya dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan memperkukuh hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin Mesir.

"Apa yang terjadi di Mesir adalah produk sebuah isu regional besar, semacam perang dingin Arab, dan sudah jelas pihak mana yang akan menjadi pemenang," kata Shadi Hamid, pakar politik Timur Tengah dari Brookings Doha Centre.

Bagi Riyadh dan Abu Dhabi, lanjut Hamid, kudeta terhadap Muhammad Mursi menjadi pukulan keras bagi rival regional kedua negara itu, Ikhwanul Muslimin.

"Arab Saudi dan Uni Emirat Arab kini menjadi pendukung utama pemerintahan militer Mesir. Sangat tak mungkin berharap kedua negara ini mengkritik Mesir," ujar Hamid.

Selama 30 tahun, Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin sebenarnya memiliki hubungan yang cukup baik.

Namun, hubungan itu memburuk setelah Ikhwanul mengkritik kebijakan Riyadh yang menampung pasukan AS dalam Perang Teluk 1991.

Hubungan keduanya semakin buruk setelah serangan 11 September 2001 ke Gedung World Trade Centre, New York, AS.

Saat itu, Riyadh menuding Ikhwanul Muslimin sebagai bagian dari ideologi jihad. Pernyataan itu diikuti keputusan Menteri Dalam Negeri Arab Saudi pada 2002 yang menyatakan semua kelompok ekstremis berasal dari Ikhwanul Muslimin.

Namun, hal terburuk bagi Arab Saudi adalah semakin dekatnya hubungan antara Ikhwanul Muslimin dan Iran, yang adalah rival utama Arab Saudi dalam hal pengaruh politik di kawasan Timur Tengah.

Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, Jumat (16/8/2013), mengumumkan kerajaan itu mendukung penuh Mesir dalam perang "melawan terorisme".

Raja Abdullah mengatakan, stabilitas Mesir kini sedang diserang para "poembenci". Dia juga memperingatkan bahwa siapa saja yang mencampuri urusan dalam negeri Mesir justru akan memicu "hasutan".

Seorang analis politik dari Jordania, Saleh al-Qallab kepada Al Arabiya mengatakan Arab Saudi tidak akan meninggalkan militer Mesir berjuang sendiri.

"Situasi di Mesir sangat kritis dan Arab Saudi ingin menempatkan di posisi yang benar dalam sejarah," kata Al-Qallab.

Al-Qallab menambahkan, Raja Abdullah telah mengambil langkah historis dan sisi yang tepat sesuai dengan Islam.

Sedangkjan seorang kolumnis Mesir, Abdul Latif Minawi mengatakan posisi Arab Saudi dalam menanggapi krisis Mesir adalah sebuah respin terhadap posisi Barat yang sulit dipahami.

"Jika para pemimpin Barat berencana mengulangi skenario Libya di Mesir, maka hal itu tak akan berhasil," ujar Minawi.

Minawi menambahkan, sejumlah kepentingan Barat bercampur jadi satu untuk memastikan keruntuhan Mesir.

"Posisi Saudi adalah sebuah pendirian yang sangat memahami kepentingan regional," tambah Menawi.

Pernyataan Raja Abdullah itu muncul setelah sejumlah negara Barat dan Turki mengancam untuk membekukan hubungan dengan Mesir terkait kekerasan terhadap para pendukung Muhammad Mursi.

Aksi unjuk rasa pendukung Muhammad Mursi pada Jumat (16/8/2013) di berbagai daerah di Mesir mulai memakan korban.

Kementerian Kesehatan Mesir menyatakan, 12 orang tewas dalam bentrokan dengan aparat keamanan. Sementara Ikhwanul Muslimin mengklaim 25 orang pendukungnya tewas hanya di Lapangan Ramses, Kairo.

Kementerian Kesehatan mengatakan, empat orang tewas dalam kekerasan di kota Ismailiya, wilayah Suez. Sementara delapan orang lagi tewas di Damietta, di wilayah utara Mesir.

Kekerasan terbaru ini terjadi setelah para pendukung Ikhwanul Muslimin di sejumlah kota Mesir menggelar unjuk rasa yang mereka sebut sebagai "Jumat Kemarahan".

Aksi ini dilakukan untuk mengecam tewasnya ratusan orang pendukung Muhammad Mursi saat aksi duduk mereka di dua lapangan di Kairo dibubarkan paksa aparat keamanan Mesir.

Aksi protes Jumat ini digelar di sejumlah kota, seperti Kairo, Alexandria, Beni Sueif, Fayoum, hingga ke kota resor Laut Merah Hurghada.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Mesir menegaskan, pihaknya akan bertindak tegas, termasuk menggunakan peluru tajam jika pengunjuk rasa menyerang fasilitas-fasilitas milik pemerintah.

Rusuh Mesir membuat Belanda mengurungkan niatnya memberi bantuan segera. Dalam warta Televisi Nasional Belanda, Menteri Luar Negeri Belanda Frans Timmermans, kemarin, mengemukakan hal itu.

"Kami mengurungkan niat untuk memberi sedikit bantuan segera," katanya.

Timmermans sendiri mengatakan, Belanda khawatir kalau kerusuhan yang, menurut pemerintah Mesir, sudah menewaskan 500 orang itu, berlarut.

Namun begitu, Timmermans mengakui belum ada alasan bagi Pemerintah Belanda mengeluarkan peringatan perjalanan alias travel warning bagi warganya untuk bertandang ke Negeri Piramid tersebut. "Warga Belanda biasanya berlibur di pantai Mesir di Laut Merah," katanya.

Sementara, lanjut Timmermans, Belanda masih memonitor kondisi termutakhir di Mesir. "Kami terus berkonsultasi pula dengan negara-negara Uni Eropa untuk menyikapi krisis Mesir," demikian kata Frans Timmermans.

 Kantor Kanselir Jerman Angela Merkel dalam pernyataan yang dirilis Jumat (16/8/2013), menyatakan Jerman meninjau hubungannya dengan Mesir yang kini dikoyak kekerasan.

"Kanselir menjelaskan bahwa pemerintahannya, setelah mengamati perkembangan terbaru, akan meninjau hubungan bilateral dengan Mesir," demikian isi pernyataan tersebut.

Pernyataan ini dikeluarkan usai pertemuan antara Kanselir Angela Merkel dan Presiden Perancis Francois Hollande di Berlin.

"Kanselir dan Presiden Hollande sepakat bahwa Uni Eropa juga harus meninjau hubungannya dengan Mesir," lanjut pernyataan itu.

Kedua pemimpin, masih isi pernyataan itu, memiliki keprihatinan yang sama terkait tingginya jumlah korban tewas dan luka di Mesir.

"Kedua pemimpin akan melanjutkan kerja sama terkait respon terhadap krisis di Mesir."

Dalam pertemuan itu, Merkel dan Hollande juga sepakat bahwa pertumpahan darah lebih jauh harus dihindari dan menyerukan kedua pihak menahan diri.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tanjung Pinang-Bintan, Kepulauan Riau, mengajak pengendara sepeda motor dan mobil membunyikan klakson sebagai simbol keprihatinan atas tragedi kemanusiaan akibat perang saudara di Mesir.

Aksi yang dilakukan sekitar 25 orang aktivis KAMMI pada Jumat petang, mendapat sambutan dari sejumlah pengguna jalan raya dengan bersama-sama membunyikan klakson motor dan mobilnya saat melintas di bundaran Lapangan Pemedan Tanjung Pinang.

"Pembunyian klakson secara serentak dan beramai-ramai kami simbolkan sebagai bentuk kepedulian, keprihatinan, dan mengecam pembantaian yang terjadi di Mesir," kata Koordinator Aksi Lapangan KAMMI Tanjung Pinang-Bintan, Muhammad Yusuf.

Yusuf mengatakan, aksi solidaritas yang dilakukan KAMMI tersebut juga sebagai usaha untuk menyuarakan ke masyarakat banyak, khususnya di Tanjung Pinang bahwa telah terjadi tragedi kemanusiaan di Mesir yang telah merenggut ratusan jiwa.

Dalam aksi yang berlangsung sekitar satu jam tersebut, KAMMI juga mengajak masyarakat Tanjung Pinang untuk memberikan dukungan ke rakyat Mesir yang tertindas dengan doa, melalui media sosial dan lainnya.

Ditambahkan Yusuf, sebelum melaksanakan aksi di Bundaran Lapangan Pamedan, seusai shalat Jumat, KAMMI bersama para jemaah Masjid Zul Firdaus Bintan Centre telah melakukan shalat gaib untuk mendoakan rakyat Mesir yang gugur akibat kekejaman militer.

"Aksi yang kami lakukan hari ini, baru pemanasan dan kami akan turun lagi dengan massa mencapai seribu orang pada Minggu (18/8/2013) pagi di Tepi Laut Tanjung Pinang," katanya.
   
Selain KAMMI, dalam aksi nanti, menurut dia, juga akan bergabung massa dari Pusat Komunikasi Daerah Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus Kepri.

"Kami juga mengajak masyarakat Tanjung Pinang untuk melakukan aksi solidaritas sebagai kecaman terhadap tragedi kemanusiaan di Mesir," ujarnya.

Sekitar 3.000 orang, Jumat (16/8/2013), turun ke jalanan kota Ankara, Turki untuk mengecam langkah keras aparat keamanan Mesir saat membubarkan pendukung Muhammad Mursi.

"Kafir membunuh Muslim!" demikian teriakan para pengunjuk rasa.

Para pengunjuk rasa di sebuah masjid di Ankara menggelar upacara in absentia untuk menghormati korban tewas dalam kerusuhan di Mesir, sebelum dilanjutkan dengan berjalan menuju Kedubes AS dan Mesir.

"Mereka yang menumpahkan darah Muslim akan tenggelam dalam darah mereka sendiri," kata para pengunjuk rasa sambil melambaikan foto Muhammad Mursi.

Sejumlah pengunjuk rasa bahkan mewarnai wajah mereka dengan warna merah, putih, dan hitam sesuai dengan warga bendera Mesir.

Aksi unjuk rasa mengecam "Rabu Berdarah" di Mesir juga terjadi di halaman masjid Al-Aqsa, Jerusalem.

Sekitar 600 orang anggota Hamas menggelar unjuk rasa usai shalat Jumat. Mereka juga menggelar doa khusus untuk ratusan pendukung Muhammad Mursi yang tewas dalam bentrokan dengan aparat keamanan Mesir.

Para pengunjuk rasa menyebut panglima militer Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi sebagai "kolaborator Amerika" yang melayani kepentingan Israel.

Sejumlah poster menyandingkan Jenderal Al-Sisi  dengan pemimpin Nazi Adolf Hitler.

"Hitler membunuh Yahudi untuk bangsanya, Al-Sisi membunuh bangsanya untuk Yahudi," demikian bunyi salah satu spanduk.

Unjuk rasa mendukung Mursi dan mengecam Al-Sisi juga terjadi di kota Hebron, Tepi Barat.


No comments:

Post a Comment