!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Saturday, August 31, 2013

OKI kemarin mengusulkan pengiriman tim pencari fakta untuk mengusut ‘pembantaian’ Muslim Rohingya di Myanmar



 OKI kemarin mengusulkan pengiriman tim pencari fakta untuk mengusut ‘pembantaian’ Muslim Rohingya di Myanmar

Organisasi Kerjasama Islam OKI kemarin mengusulkan pengiriman tim pencari fakta untuk mengusut ‘pembantaian’ Muslim Rohingya di Myanmar yang penduduknya mayoritas beragama Budha.

OKI akan mencoba membujuk pemerintah Yangon untuk menerima misi tim pencari fakta OKI, jelas Ekmeleddin Ihsanoglu dalam pertemuan komite eksekutif kemarin.

Ihsanoglu merasa kecewa aTas kegagalan dunia untuk mengambil tindakan dalam mencegah pembantaian, kekerasan, penindasan dan pembersihan etnis oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Kekerasan pecah pada Juni lalu di negara bagian Rakhine antara kelompok Buddha dan Rohingya yang menewaskan 80 orang dari kedua pihak.

Kelompok pembela HAM, Human Rights Watch menegaskan jumlah korban tewas masih terlalu rendah. Mereka menuding aparat terang-terangan menembaki umat Muslim dan melakukan perkosaan. Ratusan pria dan anak laki-laki Rohingya telah ditangkap dan hilang di bagian barat negara yang dulunya bernama Burma.

Sebelumnya seorang utusan PBB menyerukan pembentukan “komisi kebenaran” atas pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar selama puluhan tahun untuk membuktikan bahwa negara itu mulai mengalami transisi menuju demokrasi.

Utusan PBB Tomas Ejea Quintana mengatakan investigasi oleh sebuah komisi parlemen Myanmar atas berbagai penyiksaan terhadap berbagai kelompok etnis diharapkan dapat mengatasi masalah itu.

Dalam kunjungannya, Quintana juga bertemu dengan beberapa staf PBB yang sempat ditahan sejak pecah bentrokan antara kelompok Muslim Rohingya dan etnis Budha di negara bagian Rakhine. Ia merasa prihatin atas penahanan para staf PBB tanpa alasan yang masuk akal.

Komunike Bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Luar Negeri meminta ASEAN membahas tragedi kemanusiaan di Myanmar yang menyebabkan warga Muslim Rohingya menjadi korban.

Pernyataan Komite bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Luar Negeri yang terdiri atas PPI Portugal, PPI Yaman, PPI India, HPI Iran, PPI Maroko, PPI United Kingdom, dan PPI Ceko.

Ketua Umum PPI Portugal, Boy Berawi kepada ANTARA London, Rabu menyebutkan bahwa rencana agenda selanjutnya adalah penyerahan surat desakan ini secara langsung kepada Ketua DPR RI, Marzuki Ali, oleh teman-teman dari PPI India.

Dalam Komite bersama itu mendesak pemerintah Myanmar untuk memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada etnis Rohingya serta memberikan akses seluas-luasnya terhadap kehadiran lembaga-lembaga kemanusiaan internasional untuk memberikan bantuan di daerah terkait.

Dalam surat pernyataan sikap para pelajar Indonesia di berbagai negara menyampaikan Komunike Bersama mengecam segala bentuk tindakan kekerasan dan tidak berperikemanusiaan yang terjadi tehadap etnis tertentu di Myanmar.

 Ribuan pendeta atau rahib Budha menggelar aksi protes di Myanmar dan menuntut pengusiran etnis Muslim Bengali yang disebut dengan Rohingya dari negara itu.

Menurut Wirathu, pemimpin rahib, aksi protes digelar agar dunia tahu bahwa Rohingya bukan bagian dari kelompok etnis Myanmar.

Aksi protes digelar Minggu lalu di Mandalay, kota terbesar kedua, dimana ribuan rahib menuntut pengusiran Muslim Rohingya.

Pada Juli lalu, Presiden Myanmar memberikan komentar pada situs website Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Antonio Gueterres bahwa ‘tidak mungkin menerima orang-orang Rohingga yang masuk ke sana secara ilegal dan bukan masuk dalam etnis mereka. Ia bahkan menganjurkan pengiriman Rohingya Muslim ke negara ketiga atau ke kamp penampungan yang dikelola PBB.

Sebagai salah satu etnis minoritas paling tertindas di dunia menurut PBB, orang Muslim Rohingya menghadapi berbagai perlakuan diskriminatif di Myanmar. Mereka tidak mendapatkan hak kewarganegaraan sejak berlaku amandemen UU kewarganegaraan pada 1982 dan dianggap sebagai imigran ilegal di negeri sendiri.

Pemerintah Myanmar dan juga mayoritas Budha menolak mengakui istilah “Rohingya” dan lebih suka menyebut mereka dengan sebutan orang “Bengali”.

Ribuan Muslim Rohingya dipaksa mengungsi dari kampung halaman setelah pecah kekerasan etnis di barat negara bagian Rakhine pada Juli lalu setelah insiden pembunuhan 10 orang muslim dalam sebuah serangan yang dilakukan massa Budha di dalam bus yang mereka naiki.

Serangan itu terjadi menyusul kasus perkosaan dan pembunuhan seorang wanita Budha dan tiga orang Rohingya telah dijatuhi hukuman mati.

Ratusan pria dan anak laki-laki Rohingya ditangkap dan nasibnya hingga kini belum diketahui sejak insiden itu. Berbagai kelompok HAM menuding polisi dan tentara telah menggunakan kekerasan yang berlebihan dan menangkap orang-orang Rohingya.

Namun aksi protes para rahib Budha dikecam para kelompok HAM karena memicu kebencian terhadap orang Muslim Rohingya. Pada 2007 lalu, para rahib memimpin protes untuk

No comments:

Post a Comment