!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, August 5, 2013

Banyak penduduk miskin di Indonesia yang akan ditolak berobat ke rumah sakit tahun 2014.




Banyak penduduk miskin di Indonesia yang akan ditolak berobat ke rumah sakit tahun 2014.

Tidak enak rasanya menjadi orang miskin, walaupun miskin disini bukanlah miskin absolut karena miskin dari segi tidak memili harta sama sekali, karena miskin atau tidak mampu membayar biaya berobat ke rumah sakit bisa saja terkena bagi mereka yang dulu mampu ketika masih bekerja, namun bagaimana bagi mereka yang kini sudah terkena pemutusan kerja (PHK) dari tempay kerjanya, akibat peusahaannya bangkrut misalnya.

Bila sekedar berobat ke Pusat kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mungkin mereka tidak merasa berat membayarnya, karena hanya dikenakan pembayaran Rp 3000 per sekali berobat, namun bagaimana dengan bila penderita berobat di rumah sakit untuk kasus penyakit yang berat seperti operasi mata misalnya, di rumah sakit pemerintah seperti RSCM bisamencapai Rp 19 juta sekali opeai, belum termasuk biaya lain, aeperti periksa darah misalnya.


Biasanya bagi orang yang pernah kaya ataui pernah bekerja sulit memperolah Kartu Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) karena orang ini sulit mendapat surat rekomendasi untuk memperoleh surat asuransi jaminan kesehatan itu, karena secara fisik kelihatan masih kaya.




Meskipun Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) mulai efektif pada tanggal 1 Januari 2014 mendatang, sebanyak 10,3 juta penduduk miskin di Indonesia dipastikan tak bakal mendapat layanan dan jaminan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Hal itu disebabkan pemerintah hanya menyetujui jumlah penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesesehatan (Jamkes) untuk orang miskin dan tidak mampu sebesar 86,4 juta orang dengan nilai iuran Rp 19.225 per orang.

"Padahal, data orang miskin dari Tim Nasional Pendataan Penduduk untuk Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (TNP2K dan DJSN), jumlah PBI mencapai 96,7 juta orang," ujar Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) M Said Iqbal kepada harian Kompas, Senin (5/8/2013) di Jakarta.

Menurut dia, pada saat efektifnya UU SJSN justru terjadi ironisme.

"Sebab, pada saat itu, 10,3 juta orang miskin ini akan ditolak bila berobat ke rumah sakit. Ini berarti bahwa orang miskin dilarang sakit jika tidak ingin ditolak di rumah sakit," tambahnya.

Said menjelaskan, situasi ini akan berisiko terjadinya konflik di masyarakat karena tidak akan ada rakyat miskin yang mau dikategorikan masuk ke 10,3 juta orang yang ditolak masuk ke rumah sakit karena tidak mendapat Jamkes.

"Asal tahu saja, di UU SJSN dan BPJS, Jamkes diberikan untuk semua rakyat. Oleh karena itu, KAJS mendesak pemerintah pada tanggal 1 Januari mendatang harus membiayai Jamkes untuk seluruh orang miskin dan tidak mampu, termasuk buruh penerima upah minimum, yang jumlahnya ada 156 juta orang," paparnya.

Solusi agar warga miskin, termasuk buruh, mendapat layanan kesehatan, Said meminta iuran PBI diturunkan menjadi Rp 15.000 per orang sehingga dana PBI menjadi Rp 20,2 triliun bisa mencukupi, sebagaimana sudah disetujui Menteri Keuangan.

"Cara lain, integrasikan dana Jamkesda atau lewat APBD ke dana PBI (APBN). Dengan dua cara ini, seluruh warga miskin Indonesia, termasuk buruh dapat memperoleh Jamkes pada awal tahun depan," harapnya.

No comments:

Post a Comment