!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, August 12, 2013

Gunung Rokatenda, Indonesia meletus, lima orang tewas, ribuan penduduk mengungsi.





Gunung Rokatenda
Gunung Rokatenda,  Indonesia meletus, lima orang tewas, ribuan penduduk mengungsi.

Korban yang tewas karena tertimbun lahar panas menyusul ledakan Gunung Rokatenda, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (10/8/2013), dini hari bukan enam orang, melainkan lima.

Hal itu disampaikan Pelaksana tugas (Plt), Kalak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka, Eduardus Desa Pante, saat dihubungi Kompas.com melalui telepon selulernya, Senin (12/8/2013).

“Saya sudah konfirmasi balik ke BNP pusat melalui pesan singkat bahwa yang benar adalah korban meninggal lima orang, bukan enam seperti yang disebutkan oleh sejumlah media kemarin,” ungkap Eduardus yang juga adalah Kepala Posko Bencana.

“Kemarin informasinya enam orang itu ternyata, namanya satu orang tapi disebutkan nama dua jadi ada penggandaan nama,” sambung Eduardus.

Eduardus merinci lima nama yang tewas tersebut yakni Aloysius Lala (65), Wea Lala (58), Petrus Ware (69), Lengga (5), dan Pio (2).


 Pelaksana Tugas (Plt) Badan Penanggulangan Bencana Daerah sekaligus Kepala Posko Gunung Rokatenda, Eduardus Desa Pante, menjelaskan, dua korban yang diterjang lahar panas pada Sabtu (10/8/2013) lalu kemungkinan tidak dapat ditemukan.

Hal itu diungkapan Eduardus, Senin (12/8/2013) malam, saat dihubungi dari Manggarai Timur. Menurut Eduardus, jenazah Lengga (5) dan Pio (2) diduga sudah menjadi arang bersama dengan lahar panas.

Kini, intensitas letusan gunung berapi Rokatenda, di Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur pun sudah mulai menurun.
Eduardus menjelaskan, tim dari BPBD Provinsi NTT sudah memberikan bantuan kepada pengungsi di posko pengungsi Kabupaten Sikka di Maumere.

Selanjutnya Eduardus mengimbau warga masyarakat di Pulau Palue untuk tidak beraktivitas di zona merah karena saat ini status siaga III masih berlanjut. "Itu berarti tidak boleh beraktivitas dalam radius tiga kilometer," kata Eduardus.

Sebanyak 2.561 warga dari lima desa di Kecamatan Palu, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, yang masuk dalam zona merah Gunung Rokatenda, menolak untuk dievakuasi oleh petugas gabungan penanggulangan bencana daerah.

"Dari jumlah keseluruhan warga yang berada di zona merah sebanyak 5.315 jiwa, baru 2.754 warga yang berhasil kita evakuasi ke beberapa tempat, sementara 2.561 warga lainnya menolak untuk dievakuasi," jelas Pelaksana Tugas (Plt) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka, Eduardus Desa Pante, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/8/2013) malam.

"Ribuan warga tersebut menolak untuk dievakuasi karena terkait dengan budayanya yang tidak bisa meninggalkan tanah tumpah darahnya sehingga sampai saat ini kita masih lakukan pendekatan dan terus membujuk mereka," lanjut Eduardus yang juga merangkap sebagai kepala posko bencana.

Eduardus mengatakan, warga yang bermukim di zona merah sebagian sudah dievakuasi sejak Sabtu (10/8/2013) dengan rinciannya sebanyak 1.337 warga di Maumere Kabupaten Sikka dan di Ropa, Kabupaten Ende, terdapat 1.417 warga.

"Situasi terakhir intensitas letusan gunung sudah mulai menurun, namun semburan debu vulkanik masih ada," kata Eduardus. Untuk diketahui, lima desa yang berada di zona merah itu ialah Desa Rokirole, Lidi, Nitunglea, Ladolaka, dan Tuanggeo.

 Pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalokasikan dana lebih dari Rp 14 miliar untuk merelokasi ribuan warga korban letusan Gunung Rokatenda, di Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka.

Hal tersebut disampaikan Kepala BNPBD NTT Tini Tadeus kepada Kompas.com, Senin (12/8/2013) pagi. "Warga yang diungsikan adalah yang berada di sekitar zona merah kawasan Gunung berapi Rokatenda. Kepada para pengungsi, pemerintah juga sudah sediakan uang relokasi senilai Rp14 miliar lebih," kata Tadeus.

Menurut Tadeus, lima desa yang masuk kawasan zona merah itu berjarak kurang lebih 3 kilometer dari Gunung Rokatenda. Lima desa itu ialah Desa Rokirole, Lidi, Nitunglea, Ladolaka, dan Tuanggeo.

"Sebagian besar pengungsi kini telah dievakuasi ke Maumere dan Maurole, Kabupaten Sikka dan Ropa, Kabupaten Ende," beber Tadeus.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka, Eduardus Desa Pante, mengatakan, jumlah warga lima desa yang telah dievakuasi berjumlah 2.754 warga.

"Kita sudah lakukan evakuasi sejak Sabtu kemarin, dengan rinciannya, sebanyak 1.337 warga di Maumere, Kabupaten Sikka dan di Ropa, Kabupaten Ende, terdapat 1.417 warga. Sementara itu, 2.561 warga lainnya menolak untuk dievakuasi karena terkendala budaya warga setempat," ujar Eduardus.

ebanyak 2.561 warga dari lima desa di Kecamatan Palu, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, yang masuk dalam zona merah Gunung Rokatenda, menolak untuk dievakuasi oleh petugas gabungan penanggulangan bencana daerah.

"Dari jumlah keseluruhan warga yang berada di zona merah sebanyak 5.315 jiwa, baru 2.754 warga yang berhasil kita evakuasi ke beberapa tempat, sementara 2.561 warga lainnya menolak untuk dievakuasi," jelas Pelaksana Tugas (Plt) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka, Eduardus Desa Pante, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/8/2013) malam.

"Ribuan warga tersebut menolak untuk dievakuasi karena terkait dengan budayanya yang tidak bisa meninggalkan tanah tumpah darahnya sehingga sampai saat ini kita masih lakukan pendekatan dan terus membujuk mereka," lanjut Eduardus yang juga merangkap sebagai kepala posko bencana.

Eduardus mengatakan, warga yang bermukim di zona merah sebagian sudah dievakuasi sejak Sabtu (10/8/2013) dengan rinciannya sebanyak 1.337 warga di Maumere Kabupaten Sikka dan di Ropa, Kabupaten Ende, terdapat 1.417 warga.

"Situasi terakhir intensitas letusan gunung sudah mulai menurun, namun semburan debu vulkanik masih ada," kata Eduardus. Untuk diketahui, lima desa yang berada di zona merah itu ialah Desa Rokirole, Lidi, Nitunglea, Ladolaka, dan Tuanggeo.

No comments:

Post a Comment