!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Sunday, August 11, 2013

Kalau mau hijrah kenapa harus ke Jakarta, sebaiknya luar Jawa.


Kalau mau hijrah kenapa harus ke Jakarta, sebaiknya luar Jawa.


Ketika arus mudik disiarkan berbagai media televisi, ketika ada penumpang yang tengah tiba di stasiun Senen , Jakarta Pusat ada seorang penumpang kereta yang baru datang dari Jawa Tengah tengah di wawancarai reporter televisi.

Penumpang ini mengaku ke Jakarta pada dua hari usai Lebaran karena ingin mencari pekerjaan,  dan dia juga mengaku kalau belum punya tempat tinnggal di Jakarta, selain belum ada kepastian akan memperoleh pekerjaan di Jakarta.

Pertanyaannya mengapa orang ini memilih Jakarta, bukan ke tempat lain yang membutuhkan tenega kerja, karena kurangnya sumber daya manusia, seperti di Papua atau Kalimantan atau daerah lainnya di luar Pulau Jawa. Inillah salah satu masalah yang harus dicari solusinya oleh pemerintah.



 Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, Purba Hutapea mengatakan akan melibatkan RT dan RW untuk mendata warga pendatang yang tak memiliki pekerjaan tetap atau keterampilan.

"Melalui RT dan RW, akan disosialisasikan aturan kependudukan. Kalau tidak punya pekerjaan, maaf, tidak bisa tinggal di Jakarta," ujarnya kepada wartawan di Balaikota, Senin (12/8/2013) pagi.

Purba mengatakan kebijakan tersebut bukan kebijakan baru. Setiap tahun sebelum Lebaran tiba, pihaknya telah mengerahkan unsur RT dan RW untuk mensosialisasikan hal tersebut Tapi, Purba menampik bahwa kebijakan tersebut bentuk operasi yustisi kependudukan atau OYK.

"Bukan operasi yustisi ya, kalau operas yustisi kan bentuknya penindakan langsung, kalau ini hanya imbauan saja, mendata dan sosialisasi," ujarnya.

Purba mengklaim kebijakan itu punya dampak positif atas pengendalian angka penduduk di DKI. Dari tahun ke tahun, jumlah kaum urban menurun perlahan. Masyarakat mulai sadar untuk tak berjudi nasib di Jakarta, terlebih tanpa keterampilan.

Menurut data Dinas Dukcapil, jumlah pendatang ke Jakarta tiap tahunnya mengalami penurunan. Pada 2003, jumlah pendatang di Jakarta mencapai 204.830 orang. Pada 2004, jumlahnya turun menjadi 190.356 orang, dan turun lagi menjadi 180.767 orang pada tahun berikutnya.

Pada 2006, jumlah kaum urban setelah Lebaran melorot lagi menjadi 124.427 orang, lalu 109.617 orang, dan 88.473 orang pada tahun-tahun selanjutnya. Jumlahnya kembali menurun pada 2009, yakni 69.554 orang dan merosot lagi menjadi sekitar 60.000 orang pada 2010. Pada 2011, jumlah pendatang baru hanya 51.875 orang.

"Urbanisasi itu sudah ada perjanjiannya antara Pemprov se-Jawa. Kita yakin masalah itu juga di selesaikan dari daerah asal, bukan kita saja," ujarnya.

No comments:

Post a Comment