.
Jalur Hukum yang Berliku bagi Keluarga MH370, Cuaca Terus Hambat Pencarian MH370
Keluarga penumpang pesawat Malaysia Airlines MH370 yang mencari kompensasi tampaknya harus siap menghadapi kerumitan proses hukum di pengadilan. Ini lantaran belum adanya bukti fisik kejatuhan MH370 dan ketidakpastian soal wilayah yurisdiksi.
Meski penyebab hilangnya MH370 belum diketahui, ahli hukum mengatakan keluarga penumpang dan awak pesawat dapat menuntut Malaysia Airlines untuk mendapat kompensasi. Ribbeck Law Chartered, sebuah firma hukum di Amerika Serikat (AS), telah mengajukan petisi ke pengadilan AS atas nama keluarga besar Siregar. Firman Chandra Siregar, warga Medan dan anggota marga tersebut, turut menumpang MH370. Ribbeck menuntut informasi dari maskapai dan Boeing Co. Firma hukum tersebut mengatakan ini merupakan langkah awal, sebelum rencana mengajukan tuntutan kematian akibat kelalaian..
Meski demikian, sejumlah pengacara mengatakan langkah hukum yang ditempuh keluarga penumpang MH370 akan sulit. Ini lantaran penyelidik belum menemukan pesawat Boeing 777 tersebut. Kotak hitam pesawat – yang menyimpan data digital penerbangan dan catatan pembicaraan di kokpit – juga diprediksi tidak akan ditemukan dalam waktu dekat.
“Dalam kasus seperti ini Anda butuh banyak informasi dan dokumen untuk mendukung tuntutan Anda, karena ini melibatkan banyak orang,” kata Lee Chooi Peng, rekan di Justin Voon Chooi & Wing, firma hukum di Kuala Lumpur, Malaysia, yang menangani kasus kelalaian. “Untuk membenarkan klaim itu, menurut saya, mereka butuh banyak informasi dan dokumen.”
Keluarga pun harus menentukan akan menempuh jalur hukum di negara mana. “Pengadilan di negara berbeda memiliki pandangan yang sangat bervariasi soal jumlah kompensasi yang pantas,” kata Mike Danko, pengacara di firma hukum Danko Meredith di California. Lembaga hukum ini telah mewakili korban kecelakaan dan keluarga mereka dalam beberapa kecelakaan pesawat.
Berdasarkan Konvensi Montreal, jumlah kompensasi akan ditentukan oleh pengadilan di negara tempat tuntutan dilayangkan. Meski demikian, maskapai bertanggung jawab untuk membayar kompensasi sebesar kira-kira $174.800 per penumpang. Konvensi Montreal adalah kesepakatan internasional yang mengatur kecelakaan udara. Malaysia, Cina, dan Amerika Serikat (AS) termasuk sebagai beberapa penandatangannya, meski Indonesia belum meratifikasi konvensi tersebut.
Pengacara aviasi dan pengamat hukum menilai keluarga penumpang lebih baik menuntut lewat pengadilan AS. Pengadilan di negara itu biasanya memberikan kompensasi dengan jumlah besar dalam kasus kecelakaan pesawat.
Konvensi Montreal mengatur keluarga dapat mengajukan tuntutan di pengadilan AS jika penumpang adalah warga AS, membeli tiket dari AS, atau mengakhiri perjalanannya di AS. Selain keluarga tiga warga AS yang menumpang MH370, keluarga penumpang lain tampaknya tidak mungkin memenuhi persyaratan tersebut, demikian menurut beberapa pengacara.
Meski demikian, keluarga penumpang dapat mengajukan tuntutan di AS melawan Boeing, pembuat pesawat. Mereka juga dapat menuntut pembuat komponen Boeing 777 lain yang berbasis di AS jika dapat membuktikan bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh kesalahan desain. Namun dasar tuntutan ini tidak pasti dan butuh waktu lama untuk menentukannya, lantaran bangkai pesawat masih belum ditemukan.
Pengadilan Malaysia memiliki pandangan yang lebih konservatif soal tuntutan kelalaian dan kompensasi kecelakaan pesawat. Sistem hukum di Malaysia didasarkan pada hukum umum di Inggris.
Pemberian kompensasi jutaan dolar akibat kelalaian di AS “bukan kecenderungan dalam sistem hukum Malaysia,” kata Jeremy Joseph, rekanan utama di Joseph & Partners, firma hukum maritim di Kuala Lumpur yang pernah menangani kasus aviasi. “Walau begitu, kasus semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya dan pengadilan pasti mengambil putusan berdasarkan hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku,” kata Joseph.
Sejumlah pihak ketiga telah melunasi pembayaran asuransi. Malaysia Airlines juga telah membayar beberapa keluarga sekitar $5.000 per penumpang, walaupun petugas masih mencari MH370.
Data citra satelit terbaru menawarkan petunjuk mutakhir dalam perburuan pesawat Malaysia Airlines MH370 di kawasan sebelah selatan Samudera Hindia. Namun, cuaca buruk berujung pada penundaan upaya pencarian.
Pihak berwenang memperhitungkan bahwa waktu yang tersisa untuk menemukan kotak hitam pesawat tinggal 10 hari sebelum penanda lokasinya berhenti berfungsi karena baterai habis. Hal ini akan menyulitkan pencarian kotak hitam pesawat di bawah air.
“Saya rasa [pencarian melalui udara] hanya bersisa 10 hari,” ujar Komodor Mike Yardley dari Angkatan Udara Selandia Baru. “[Upaya pencarian udara] harus terus dilakukan, setidaknya hingga kita pikir kotak hitam itu akan berhenti memancarkan sinyal,” ujarnya. Selandia Baru adalah satu dari enam negara yang membantu upaya pencarian.
.
Citra satelit baru yang disiarkan Kamis berisi lebih banyak objek terapung di Samudera Hindia sebelah selatan, arah barat daya dari Perth, Australia. Citra yang didapatkan oleh satelit Thailand pada 24 Maret menunjukkan serakan 300 objek sekitar 200 km dari lokasi objek yang ditangkap satelit Prancis beberapa hari sebelumnya. Jepang pun mengakui salah satu satelitnya menemukan sekitar 10 objek di sebelah barat daya Perth dalam radius sekitar 25 km.
Namun, upaya menemukan bukti fisik bahwa pesawat jatuh di lokasi tersebut terhambat oleh cuaca buruk. Menurut pakar kelautan, cuaca akan terus memburuk karena belahan bumi selatan memasuki musim dingin. Otoritas keselamatan perairan Australia—yang memimpin pencarian—pada Kamis meramalkan bahwa cuaca buruk akan terus berlangsung dalam 24 jam mendatang.
Jika sejumlah pesawat pencari dapat menemukan puing-puing, maka pencarian di lautan dapat berlangsung lebih serius. Pihak Angkatan Laut Amerika Serikat telah mengirimkan alat pencari kotak hitam pesawat ke Perth. Alat itu akan diderek menggunakan kapal, yang sendirinya juga butuh waktu berhari-hari ke lokasi. Alat pencari itu hanya mampu menyisir lokasi seluas kira-kira 240 km persegi per hari.
David Griffin, ahli kelautan Australia. mengatakan terlalu dini untuk menduga bahwa citra satelit baru tersebut memuat gambar puing-puing pesawat. Pasalnya, sampah pun biasa tersapu gelombang laut.
“Benda terapung terkumpul saat permukaan air turun…di daerah pertemuan air dengan suhu berbeda, di titik pusat pusaran air,” ujar Griffin, yang menjadi bagian tim pencari lokasi jatuhnya pesawat.
No comments:
Post a Comment