!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Sunday, December 1, 2013

Industri CPO tumbuh pesat Berkat Biodiesel



Industri CPO tumbuh pesat  Berkat Biodiesel

Kenaikan mandatory kandungan biodiesel pada biosolar untuk seluruh sektor sekitar 20%, dari sebelumnya 7,5% mendongkrak peningkatan konsumsi CPO sebanyak 1,8 juta ton atau 3,2% dari produksi CPO dunia.

Periset Samuel Sekuritas Joseph Pangaribuan memaparkan, selama ini, mandatory penggunaan biodiesel tidak pernah terealisasi seluruhnya. Namun, tingkat realisasi terhadap mandatory terus mengalami kenaikan. Di sisi lain, kapasitas terpasang pabrik biodiesel saat ini mencapai 4,8 juta ton sehingga cukup mendukung rencana kenaikan produksi biodiesel ini.

"Revisi peraturan mandatory biodiesel ini, kami perkirakan akan meningkatkan produksi biodiesel Indonesia menjadi 3,4 juta ton pada 2014 atau naik 1,6 juta ton dari tahun ini di mana hampir seluruh sumber kenaikan berasal dari permintaan domestik," demikian riset Samuel per November 2013.

Ekspor biodiesel Indonesia, Samuel memperkirakan relatif sama dengan tahun ini seiring dengan adanya kebijakan kenaikan bea masuk biodiesel dari Eropa yang merupakan 90% pangsa pasar biodiesel ekspor Indonesia. Kenaikan bea asuk sebagai akibat adanya tuduhan dumping biodiesel yang dilakukan oleh Indonesia.

Sementara itu, dengan rasio produksi biodiesel 1:1,025 terhadap CPO, maka konsumsi CPO untuk produksi biodiesel Indonesia juga akan mencapai sekitar 3,4 juta ton.

"Al hasil, kami menaikkan asumsi harga CPO untuk tahun depan menjadi US$950 per ton, naik 5,5% dari asumsi sebelumnya," imbuhnya.

Kenaikan asumsi harga CPO sebesar 5,5%, berdampak pada rata-rata laba bersih meningkat 15,7% dan 11,3% dari proyeksi sebelumnya. Sementara itu, dibandingkan tahun ini, pertumbuhan EPS pada 2014 meningkat 278% di mana kenaikan ini juga memfaktorkan pelemahan rupiah di mana rata-rata nilai tukar rupiah tahun depan diperkirakan mencapai Rp11.500 atau melemah 9,5%.

Meski mengalami kenaikan signifikan, EPS tahun depan tidak jauh berbeda dengan 2012 lalu. PT PP London Sumatera Plantation Tbk (LSIP), PT Sampoerna Agro Lestari Tbk (SGRO), dan PT Salim Inovas Tbk (SIMP) dengan rekomendasi hold, sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan rekomendasi beli target harga Rp26.000.

Tahun depan, AALI berencana menganggarkan belanja modal sekitar Rp3 triliun, lebih rendah dari tahun ini Rp3,5 triliun. Belanja modal ini akan dipergunakan untuk membiaya pembangunan pabrik refinary dan new serta replanting.

"Namun, kami memperkirakan AALI tidak akan membiayai capex tersebut melalui pinjaman bank seperti tahun ini, akibat adanya tambahan kas yang cukup signifikan seiring dengan kenaikan harga CPO dan dampak pelemahan rupiah," imbuhnya.

Samuel perkirakan operationg cash flow dapat mencapai Rp3,7 triliun pada tahun depan. Samuel juga menaikkan laba bersih AALI pada 2014 dan 2015 masing-masing 10% dan 12%.

Dibandingkan perusahaan CPO, LSIP yang paling buruk mengalami penurunan gross marjin dalam sembilan bulan pertama tahun ini, di mana gross marjin turun 1,57 bps. Penyebabnya adalah kenaikan jenis variasi pupuk di mana LSIP menyatakan kenaikan ini untuk meningkatkan imbal hasil di masa mendatang.

Di sisi lain, hasil channel check menunjukkan perusahaan CPO selain LSIP tidak banyak yang berani menambah atau mengganti variasi pupuk karena hasilnya seiring kali tidak memperbaiki imbal hasil per hektar.

"Oleh karena itu, dengan menggunakan asumsi konservatid dengan gross margin sekitar 31% pada 2014 di bawal level 46% yang merupakan rata-rata lima tahun," imbuhnya.

Target harga LSIP sekitar Rp1.600 mencerminkan PE 2014 sekitar 10,3 kali, di atas rata-rata PE tujuh tahun, yakni 8,2 kali.

Sementara itu, produksi CPO SGRO mengalami penurunan 32% pada sembilan bulan pertama tahun ini terburuk dari perusahaan perkebunan lainnya yang hanya turun 10%. Namun, pemburukan ini merupakan silkus lima tahunan dari kebun SGRO terutama di wilayah Sumatera Selatan.

Pada kuartal III, produksi CPO SGRO mengalami perbaikan cukup signifikan di mana mengalami peningkatan 46,5% sehingga pada tahun depan Samuel perkirakan akan mengalami kenaikan produksi yang cukup signifikan mengikuti siklus lima tahunan.

"Kami mengasumsikan volume penjualan akan mengalami kenaikan 32% pada tahun depan. Target harga yang baru Rp1.850," terangnya.

Bagi SIMP, kenaikan harga CPO tidak banyak berpengaruh karena meningkatnya harga CPO akan menaikkan biaya produksi edible oil and fats. Selain itu, Samuel menduga SIMP saat ini tengah melakukan penyesuaian harga jual minyak goreng terhadap minyak goreng pesaingnya seiring dengan harga minyak goreng yang lebih mahal dibandingkan pesaing di saat kecenderungan konsumen semakin sensitif akan harga.

Masalah lain yang dihadapi SIMP adalah kenaikan biaya pupuk akibat kenaikan jenis variasi pupuk di mana SIMP menyatakan kenaikan ini untuk meningkatkan imbal hasil di masa mendatang.

"Dibandingkan dengan perusahaan CPO upstream, kenaikan keuntungan yang diperoleh SIMP lebih kecil karena kenaikan harga CPO juga mengakibatkan kenaikan sebagian biaya. Target harga yang baru Rp930," paparnya. (ANT)

No comments:

Post a Comment