!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, July 22, 2014

Joko Widodo-Jusuf Kalla Menangi Pemilihan umum (53,15%), Prabowo-Hatta Rajasa akan gugat Komisi Pemilihan Umum Ke Mahkamah Konstitusi

Joko Widodo-Jusuf Kalla Menangi Pemilihan umum (53,15%), Prabowo-Hatta Rajasa akan gugat Komisi Pemilihan Umum Ke Mahkamah Konstitusi



Komisi Pemilihan Umum telah menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara dari 33 provinsi. Dari hasil tersebut, pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla meraih suara sebanyak 53,15 persen.

Rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, itu selesai kira-kira pukul 17.15 WIB, Selasa (22/7/2014).

Hasilnya, Jokowi-JK memperoleh 70.633.576 suara (53,15 persen). Adapun pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 62.262.844 suara atau 46,85 persen) atau berselisih 8.370.732 suara dari Jokowi. Jumlah suara sah sebanyak 132.896.438 suara.

Tim Hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan melaporkan Komisi Pemilihan Umum ke Mabes Polri, Senin (21/7/2014) sore nanti. Sebelum membuat laporan ke Mabes Polri, mereka akan terlebih dulu membuat laporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Laporan-laporan tersebut dilakukan terkait langkah KPU yang tetap melakukan rekapitulasi nasional hari ini.

Sebelumnya, Prabowo mengimbau KPU untuk menunda rekapitulasi nasional karena masih terjadi banyak kecurangan di berbagai daerah. Prabowo merasa KPU tidak layak mengumumkan hasil rekapitulasi jika berbagai persoalan belum diselesaikan. (baca: Jika Besok Rekapitulasi Masih Dilanjutkan, Prabowo Akan Pidanakan KPU)

"Kalau tetap dilanjutkan, siang nanti akan ada orang-orang kita yang ke DKPP untuk melaporkan. ke Mabes Polri mungkin sore," kata Ketua Tim Hukum dan Advokasi Prabowo-Hatta, Habiburakhman, saat dihubungi, Senin pagi.

Habiburakhman menyadari bahwa waktu untuk mendesak KPU agar menghentikan rekapitulasi semakin sempit. Selasa (22/7/2014), KPU rencananya mengumumkan hasil rekapitulasi dan menetapkan pemenang pilpres.

"Oleh karena itu, kita lakukan berbagai cara, termasuk kemungkinan terburuk," ujar dia.

Habiburakhman merasa bahwa pihaknya saat ini sudah mendapatkan dukungan dari Badan Pengawas Pemilu, baik di daerah maupun di pusat. Bawaslu merekomendasikan pemungutan suara ulang di sejumlah TPS yang bermasalah.

"Tidak ada pilihan lain selain KPU menjalankan rekomendasi Bawaslu. Baru lanjutkan rekapitulasi. Alasan kok gak ada waktu. Kita punya banyak waktu sampai 8 Agustus," ujarnya.

Ketua Tim Perjuangan Merah Putih untuk Kebenaran dan Keadilan, Yunus Yosfiah, mengatakan akan memberikan penjelasan kepada tim kampanye di daerah terkait sikap yang diambil Prabowo-Hatta.

Menurutnya, banyak terjadi kecurangan dalam proses pemilihan presiden sehingga membuat calon presiden Prabowo Subianto membuat keputusan menarik diri dari proses rekapitulasi.

"Kita akan memberikan penjelasan kepada daerah kenapa mengambil langkah seperti ini. Kita akan menjelaskan terjadi banyak kecurangan, masif, terstruktur, dan sistematis," kata Yunus di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa (22/7/2014).

Yunus mengatakan, di Papua, ada 14 kabupaten yang tidak mengikuti proses pemungutan suara namun masuk dalam penghitungan. Menurutnya, ada hacker di Bareskrim pusat yang sudah dilaporkan ke Bawaslu.

"Hackernya dari Korea dan China. Ada sekitar empat juta suara yang dimanipulasi," katanya.

Yunus meminta masyarakat menerima keputusan ini. "Kami telah menarik diri dari proses ini karena semua ini terlalu masif," katanya.

 Pengamat hukum dari Universitas Trisaksi (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar mengatakan calon presiden dari Koalisi Merah Putih, Prabowo Subianto bisa melanjutkan persoalan Pilpres ke Makamah Konstitusi (MK)

Beberapa keberatan menyangkut proses Pilpres yang dikemukakan Prabowo menurutnya bisa diproses melalui beberapa instrumen yang melekat di Pilpres misalnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan KPU dan MK.

“Tim Prabowo bisa memaksimalkan itu termasuk pelanggaran-pelanggaran yang diajukan oleh tim Koalisi Merah Putih,” kata Fickar.

Dia melihat bahwa Prabowo bisa menempuh jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) mengingat tahapan Pilpres sudah menuju tahap akhir. “Jika ada keberatan soal apapun diajukan ke MK, “ kata Fickar.

Gugatan Pilpres bisa diajukan penggugat ke MK dengan batas 3 hari yaitu 25 Juli. MK akan memerosesnya dalam satu bulan. “Batasnya 25 Agustus sengketa diselesaikan di MK termasuk kemungkinan ada pemungutan suara ulang di beberapa tempat,” kata Fickar.

Menurutnya masalah ini cepat selesai jika ada di ranah hukum, karena jika diselesaikan di ranah politik, dampaknya akan melebar seperti yang terjadi di Mesir, Suriah dan Thailand.

Terlepas dari media yang terbelah, kasus ini sebenarnya bisa dikawal dengan baik oleh media, LSM dan akademisi. “Kini semuanya serba transparan, jadi semuanya serba terbuka dan tidak ada yang bisa disembunyikan,” kata Fickar.

Menurut Fickar, semua proses ini adalah satu proses menuju demokrasi yang matang. “Kini negara kita adalah negara demokrasi utama di dunia. AS saja tidak sedemokratis kita, karena di sana melalui dua proses dan tidak langsung seperti kita,” kata Fickar.

Karena itu dia mengajak agar kedua belah pihak berbesar hati dan bersikap negarawan.

- Ketua Umum Partai Bulan Bintang, MS Kaban, menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbiasa menyerahkan permasalah Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Hal inilah yang membuat Koalisi Merah Putih menyatakan menarik diri dari proses rekapitulasi suara.

"Mereka (KPU) selalu begitu, terbiasa limpahkan masalah ke MK. Makanya sikap kami seperti ini (menolak hasil Pemilu)," kata MS Kaban di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa (22/7/2014).

Kaban mempersilahkan KPU yang tetap mengesahkan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden. Namun menurutnya, hasil tersebut bukan berdasarkan suara rakyat.

"Silakan saja dia (KPU) mengesahkan hasil yang tidak akan diakui. Kalau disahkan itu Pemilu KPU bukan berdasarkan suara rakyat," kata Kaban.

Prabowo yang maju diusung Partai Gerindra, PPP, PKS, PAN, PBB, Golkar, Demokrat sebelumnya memutuskan menarik diri dari perhelatan pesta demokrasi. Tak urung sikap sang kandidat memicu kontroversi di tengah proses penghitungan suara nasional di KPU.

Prabowo menilai, pelaksanaan Pilpres 2014 cacat hukum. "Kami Prabowo-Hatta sebagai pengemban suara rakyat akan menggunakan hak konstitusi kami. Kami menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum. Dengan demikian, kami menarik diri dari proses yang sedang berlangsung," kata Prabowo.

Setelah rapat dengan seluruh tim suksesnya, Prabowo mengatakan, pihaknya menemukan beberapa hal yang memperlihatkan cacatnya proses Pilpres 2014, hingga menghilangkan hak demokrasi rakyat.

Pertama, proses Pilpres 2014 bermasalah, tidak demokratis dan bertentangan dengan UUD 1945. KPU tidak adil dan terbuka. "Banyak aturan main yang dibuat justru dilanggar sendiri oleh KPU," ungkapnya.

Kedua, lanjut Prabowo, rekomendasi Bawaslu terkait segala kelalaian di berbagai wilayah diabaikan oleh KPU. Ketiga, ditemukan tindak pidana pemilu yang melibatkan penyelenggara pemilu dan pihak asing sehingga pemilu tidak jujur dan adil.

Keempat, KPU selalu mengalihkan masalah ke MK, seolah-olah keberatan Tim Prabowo-Hatta hanya bisa diselesaikan di MK. Terakhir, lanjutnya, telah terjadi kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis. Untuk itu, Prabowo langsung menginstruksikan kepada para saksinya yang tengah mengikuti rekapitulasi suara di KPU untuk menarik diri.

Sementara itu, Tim kampanye nasional Prabowo-Hatta, Djoko Santoso, meminta masyarakat bersabar menunggu langkah Koalisi Merah Putih. Koalisi masih berupaya untuk memperoleh keadilan. "Tunggu saja, seperti yang disampaikan kita minta keadilan. Kita lihat saja nanti sesuai amanat Pak Prabowo dalam mencari keadilan," kata Djoko.

 Sikap Prabowo Subianto yang memastikan akan menempuh jalur damai dan bukan cara kekerasan pasca mundur dari proses Pilpres 2014, dinilai merupakan langkah tepat dan bijak.

"Sikap dan komitmen Prabowo itu sudah benar. Karena sesuai dengan sistem hukum dan demokrasi," kata analis politik dari Universitas Diponegoro, Semarang, Budi Setiyono, saat dihubungi, Selasa (22/7/2014).

Dia juga memastikan, masing-masing pihak memang diberi kebebasan oleh konstitusi dan beragam regulasi untuk mengambil sikap terhadap proses demokrasi. Termasuk menyikapi proses pelaksanaan pilpres tahun ini.

Yang penting, lanjutnya kedua kubu menyampaikan keberatan dan ketidaksepakatan melalui jalur legal formal.

"Langkah Prabowo itu juga sekaligus menenangkan pendukungnya sehingga tidak mengambil tindakan sendiri-sendiri. Berbeda dengan kubu Jokowi-JK yang pendukungnya melakukan ancaman, kekerasan, dan gerakan massa seperti melakukan vandalisme terhadap kantor TV One di Yogyakarta," papar Budi.

Di sisi lain, dia mendesak agar semua unsur penyelenggara pemilu memberi ruang kepada keberatan Prabowo. Misalnya meninjau ulang (review) penghitungan suara dan menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu untuk pemungutan suara ulang (PSU).

"Keberatan mereka kan juga dengan membawa bukti dan dokumen yang disyaratkan. Bawaslu pun juga telah mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi PSU yang sayangnya tidak dilakukan KPU," katanya.

Dia juga yakin, pernyataan Prabowo yang mengungkapkan alasan-alasan mundur dari Pilpres akan dilanjutkan dengan tindakan sesuai koridor hukum. Termasuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Jika misalnya, terbukti adanya intervensi asing, kecurangan terstruktur dan sistematis maka KPU pun harus legowo melaksanakan apapun keputusan MK," ujar Budi.

Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menemukan sejumlah kecurangan. Salah satunya di Papua. Terdapat 14 kabupaten yang tidak menggelar pemungutan suara.

“Itu menunjukan kecurangan bukan level TPS, tapi elit-elit yang bisa menghitung jumlah penduduk dan DPT yang bisa diakali. Untuk memanipulasi suara butuh kekuatan politik besar, bukan tingkat RT,” ujar pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ziyad Falahi saat dihubungi, Selasa (22/7/2014).

Menurutnya, sikap KPU yang tidak menindaklanjuti dugaan kecurangan dengan tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu perlu dipertanyakan. Masyarakat harus semakin ketat mengawasi kinerja KPU.

“KPU sebagai lembaga yang netral dipertanyakan. Kinerja KPU harus diawasi, apalagi nanti ada pilkada serentak. Semua elemen masyarakat harus mengontrol,” katanya.

Ziyad mengatakan, sikap KPU yang terkesan cuek dengan dugaan kecurangan yang diungkap kubu Prabowo-Hatta akan berdampak besar ke depannya. “Kalau manipulasi suara terus terjadi, ini kejahatan, kriminal besar oleh otoritas besar,” ungkapnya.

Dia menambahkan, menunda pengesahan hasil rekapitulasi suara nasional lebih baik ketimbang memaksakan kondisi yang menimbulkan polemik. Jika kubu Prabowo-Hatta akhirnya memperkarakan ke MK, itu dinilainya sebagai langkah tepat.

“Kalau KPU menunda pengesahan, itu lebih bijak daripada terjadi polemik. Tujuan ke MK bukan untuk menang, tetapi untuk mempertanyakan netralitas KPU,” terangnya

 Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara menganggap pidato Prabowo Subianto yang menolak pelaksanaan Pilpres 2014 sebagai sesuatu yang wajar.

Pidato yang disampaikan Prabowo di Rumah Polonia, Jakarta, itu menurutnya merupakan pernyataan sikap kubu Prabowo yang kecewa terhadap KPU.

“Dia protes terhadap KPU yang dianggap tidak terbuka dan adil,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (22/4/2014).

Karena itu menurut Igor, Prabowo tetap bisa melanjutkan proses yang disediakan oleh aturan yang tersedia, yakni membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika langkah ini dilakukan dan kubu Prabowo_Hatta bisa meyakinkan hakim MK, maka KPU wajib menjalankan keputusan tersebut.

“Hasil KPU tetap bisa digugat. Jika kubu Prabowo bisa memberikan bukti tentang kecurangan-kecurangan itu, MK akan mengabulkannya,” tegasnya.

Terkait dugaan adanya berbagai indikasi kecurangan dalam Pilpres lalu, Igor menyayangkan KPU yang tidak mengikuti rekomendasi Bawaslu.

Menurutnya, sikap diam KPU itu agak aneh, mengingat rekomendasi Bawaslu untuk mengecek kembali ribuan tempat pemungutan suara itu mengikat.

“KPU terkesan mendiamkan dugaan-dugaan pelanggaran dari kubu Prabowo. KPU lebih fokus menyelesaikan rekapitulasi daripada mengecek pelanggaran-pelanggaran itu,” lanjutnya.

Seperti diberitakan, capres nomor urut 1, Prabowo Subianto menarik diri perhelatan Pilpres. Sikap Prabowo tersebut disampaikan dalam pidato yang disampaikan di Rumah Polonia, Jakarta hari ini, setelah melakukan pertemuan dengan sejumlah elite partai pendukungnya. Okezone/kompas

No comments:

Post a Comment