Perjalanan yang belum selesai (371)
(Bagian ke tiga ratus tujuh puluh satu), Depok, Jawa
Barat, Indonnesia, 16 September 2015,
01.29 WIB).
Takutlah hanya pada Allah.
Allah dalam firmannya di Al Quran dan Hadist (sunnah)
memberitahu manusia bahwa satu-satunya yang perlu ditakuti umat manusia adalah
Allah yang menciptakan Langit, dan bumi dan semua Mahluk.
Manusia (orang beriman) juga diperingatkan Allah bahwa
musuh nomer satu manusia adalah Iblis (syaitan) dan juga orang yang berbuat
syirik dan orang kafir.
Namun kepada manusia yang berbuat syirik dan kafir ini
manusia (Umat Islam/beriman) diperintahkan memberi tahu mereka sesuai tuntunan
Al Quran dan Sunnah agar mereka bertaubat, tidak meneruskan berbuat syirik
(menyekutukan Tuhan) dan meninggalkan kekafirannya dan segera beriman pada
Allah.
Bila mereka orang kafir dan orang berbuat syirik itu
memusuhi Umat Islam dan menganiaya (memerangi) umat Islam, tentu saja Umat
Islam diwajibkan membela diri dengan melakukan jihad fisabilillah (berperang di
jalan Allah) seperti yang dilakukan Nabi Muhammad dalam perang Badr dan perang
Uhud.
Bila kita tidak memiliki kekuatan senjata yang cukup dan
canggih, tentu kita harus berdoa pada Allah meminta pertolongan pada Allah,
seperti Allah lakukan dalam perang Badr, Allah mengirim para malaikat untuk
melawan musuh Nabi Muhammad.
Sejarah mencatat, seperti diceritakan Allah di dalam Al
Quran, musuh orang beriman selalu orang kafir (orang berbuat syirik) dan bangsa
yang selalu membunuh dan akan membunuh para rasul Allah, mulai dari sejak zaman
Nabi Nuh, Nabi Musa (firaun dan tentaranya), orang Yahudi yang ingin membunuh
Rasul (Nabi Isa), serta orang kafir lainnya yang memusuhi Umat Islam.
Permusuhan itu semua merupakan ujian dari Allah, apakah kita termasuk orang
yang bersabar, atau betul–betul hanya takut pada Allah. Serta diuji apakah kita
membantu saudara-saudara kita yang kini dizolimi musuh Islam.
Nama Masjidil Aqsa sangatlah akrab bagi umat Islam.
Masjid di Yerusalem ini merupakan masjid tersuci ke tiga bagi kaum muslim, setelah
Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Sebagian besar umat Islam juga sudah mahfum masjid ini
pernah menjadi kiblat pertama salat. Posisinya baru digantikan Kabah di
Masjidil Haram pada bulan ke-17 setelah Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke
Madinah.
Kisah yang paling terkenal dari masjid ini mungkin soal
isra’ dan mi’raj Nabi Muhammad pada tahun 620. Masjidil Aqsa disebut menjadi
perjalanan akhir isra Nabi dari Masjidil Haram. Dari tempat ini pula Nabi
Muhammad memulai perjalanan ke Sidrat Al Muntaha atau langit lapis ke tujuh.
Pada saat malam Isra’ dan Mi’raj itu pula, masjid yang
juga disebut dengan nama Baitul Maqdis ini diyakini menjadi tempat Nabi
Muhammad salat, sebagai imam berjamaah bersama 25 rasul dan lebih dari 160.000
nabi.
Masjidil Aqsa juga terkenal karena berdiri di atas
kompleks suci tiga agama, Islam, Nasrani dan Yahudi. Dalam sejarahnya, masjid
ini pernah berada di bawah kekuasaan kekuatan besar, mulai Romawi, Bizantium,
hingga Islam.
Masjidil Aqsa memang sangat lekat dengan umat Islam.
Meski demikian, ada sejumlah fakta yang belum jamak diketahui tentang masjid
yang dimuliakan ini.
Banyak Masjid
Nama Al Aqsa mulanya digunakan untuk menyebut situs yang
terletak di Palestina Bagian timur ini. Padahal, Masjidil Aqsa bukanlah
satu-satunya masjid di situs itu. Untuk mencegah kebingungan, kompleks
bersejarah itu disebut dengan nama Al Haram Asyarif alias tanah suci yang
mulia.
Masjidil Aqsa memang bukan satu-satunya masjid di
kompleks ini. Masjid-masjid itu juga lekat dengan sejarah Islam. Selain
Masjidil Aqsa ada pula Masjid Qibla, Masjid Al Sakhra alias Dome of the Rock,
Masjid Buraq, Masjid Marwani, dan lainnya.
Kekeliruan paling umum terjadi saat melihat gambar Masjid
Dome of the Rock. Banyak orang yang mengangap masjid inilah yang merupakan
Masjidil Aqsa. Padahal antara Masjidil Aqsa dan Dome of the Rock itu beda sama
sekali.
Dome of the Rock memiliki kubah kuning keemasan. Konon
kubah ini memang dilapisi emas. Masjid ini juga menjadi salah satu ikon
Yerusalem. Banyak orang yang menganggap bangunan inilah Masjidil Aqsa. Bahkan,
saat melakukan penelusuran Masjidil Aqsa melalui Google, gambar yang dominan
muncul adalah gambar Masjid Al Sakhra dengan kubah kemilaunya.
Masjidil Aqsa terletak di sebelah selatan Masjid Al
Sakhra. Panjang bangunan sekitar 83 meter. Lebar 56 meter. Sekitar 5.000 orang
mampu ditampung masjid ini. Jika ditambah dengan daerah sekeliling, luasnya
sekitar 144.000 meter persegi. Muat untuk 400.000 jamaah.
Kubah Masjidil Aqsa lebih gelap karena terbuat dari
timah. Masjidil ini menurut hadis nabi dibangun 40 tahun setelah Kabah .
Makam Para Nabi
Tak ada catatan pasti berapa nabi yang dimakamkan di
tempat ini. Tapi yang jelas, banyak nabi dan sahabat Nabi Muhammad, seperti
Salman Farsi, yang dimakamkan di sini.
Nabi Sulaiman menjadi salah satu yang diyakini meninggal
di sekitar Masjidil Aqsa. Makamnya diduga kuat berada di sini pula.
(BBC) - Bentrok antara pemrotes Palestina dan polisi
Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa di Jerusalem memasuki hari ketiga, Selasa 15
September.
Para pengunjuk rasa melempar batu, mercon, serpihan
beton, dan bom molotov ke arah aparat keamanan Israel, kata pejabat polisi
Israel.
Ia mengatakan dua warga Palestina ditahan dan lima
anggota polisi mengalami luka-luka ringan.
Situasi bisa diatasi tidak lama kemudian dan kompleks
Al-Aqsa dibuka kembali untuk para pengunjung.
Masjid Al-Aqsa -yang disucikan baik oleh warga Muslim
maupun Yahudi- sering menjadi lokasi ketegangan antara Israel dan Palestina.
Israel mengizinkan warga Yahudi mengunjungi kompleks
masjid, yang oleh warga Palestina dianggap sebagai provokasi.
Reaksi Yordania
PBB dan pemerintah Amerika Serikat sudah meminta kedua
pihak untuk menahan diri.
Negara tetangga Israel dan Palestina, Yordania,
memperingatkan bahwa Israel harus memulihkan ketertiban di Masjid Al-Aqsa dan
sekitarnya.
Kalau tidak maka situasi ini akan mengancam hubungan
antara Israel dan pemerintah di Amman.
"Provokasi dalam bentuk apa pun di Jerusalem akan
berpengaruh terhadap hubungan Israel-Yordania. Yordania tak punya pilihan lain,
selain mengambil tindakan yang tegas," kata Raja Abdullah dari Yordania.
Yordania yang menandatangani perjanjian damai dengan
Israel bertanggung jawab atas aspek-aspek ke-Islaman di kompleks Al-Aqsa.
Bentrokan pecah di kompleks masjid al-Aqsa di Yerusalem
Timur, sesudah polisi Israel memasuki kompleks mesjid.
Dilaporkan media Israel, Ynet News, puluhan polisi
memaksa masuk kawasan itu, disambut warga Palestina dengan lemparan batu dan
petasan.
Bentrokan serupa terjadi akhir Juli lalu.
Kawasan suci untuk tiga agama itu merupakan sumber
ketegangan agama dan politik antara orang Palestina dan Israel, dan sering
berujung konflik kekerasan.
Ketegangan muncul lagi sejak dua pekan lalu, menyusul
tindakan Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon yang melarang dua kelompok
Islam yang menghadang masuknya pengunjung Yahudi ke kompleks Haram al Sharif
yang juga diklaim umat Yahudi.
Bentrokan terakhir ini meletus hanya beberapa jam
menjelang upacara Tahun Baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang dimulai pada saat
terbenamnya matahari hari Minggu (13/9) ini hingga Selasa malam nanti.
TAKUT KEPADA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA DAN PENGARUHNYA
DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
Oleh
Syaikh Dr. Ali al-Hudzaifi Hafizhahullah
Amalan hati, merupakan perkara besar dan agung. Pahala
dan dosanya lebih besar bila dibandingkan dengan amalan anggota badan, karena
gerakan anggota badan hanya mengikuti hati. Oleh karena itu dikatakan, “Hati
adalah penguasa anggota badan dan anggota badan lainnya adalah pasukannya.”
Diantara amalan hati yang mendorong melakukan amal shalih
dan yang bisa menumbuhkan rasa cinta kepada hari akhir, yang dapat menjauhkan
dari perbuatan buruk dan bisa menimbulkan sikap zuhud terhadap dunia serta
dapat mengekang hawa nafsu adalah khauf (rasa takut) dan raja’ (berharap)
kepada Allâh Azza wa Jalla .
Khauf (rasa takut) kepada Allâh Azza wa Jalla akan
memandu hati kepada semua kebaikan dan menghalanginya dari segala keburukan,
sedangkan raja’ mengantarkannya meraih ridha dan ganjaran Allâh Azza wa Jalla ,
meniupkan semangat untuk melakukan amalan besar.
Rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla merupakan salah
satu cabang tauhid yang harus diperuntukkan hanya kepada Allâh Azza wa Jalla.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia agar takut kepada-Nya dan
melarang takut kepada selain-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا
تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang
menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy),
karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika
kamu benar-benar orang yang beriman [Ali Imrân/3:175]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي
ثَمَنًا قَلِيلًا
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang
sedikit. [al-Mâidah/5:44]
Yang dimaksud dengan rasa takut adalah: rasa cemas,
gundah, dan khawatir terkena adzab Allâh Azza wa Jalla akibat melakukan
perbuatan haram atau meninggalkan kewajiban, juga khawatir jika Allâh Subhanahu
wa Ta’ala tidak menerima amalan shalihnya. Dengan rasa takut ini, jiwa akan
terhalau dari hal-hal yang diharamkan dan bergegas melakukan kebaikan.
Orang yang memiliki rasa takut seperti yang disebutkan di
atas, dijanjikan oleh Allâh Azza wa Jalla ganjaran yang besar dalam banyak
ayat. Diantaranya firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ ﴿٤٦﴾ فَبِأَيِّ آلَاءِ
رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ﴿٤٧﴾ ذَوَاتَا أَفْنَانٍ
Orang yang takut pada Allâh akan mendapatkan dua surga.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Kedua syurga itu
mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan [ar-Rahmân/55:46-48]
Allâh Azza wa Jalla mengabarkan bahwa orang yang takut
kepada-Nya, akan diselamatkan dari hal-hal yang tidak dia sukai, diberi
kecukupan dan diberi akhir yang bagus.
Kalau kita mempelajari kehidupan para Ulama salaf, kita
dapati rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla telah mendominasi hati mereka. Ini
mendorong mereka untuk terus memperbaiki amalan dan mengharapkan rahmat Allâh
Azza wa Jalla . Oleh karena itu, keadaan kehidupan mereka selalu baik, akhir
kehidupan mereka juga bagus serta amalan mereka penuh berkah.
Rasa takut yang terpuji adalah rasa takut yang mendorong
kepada amal shalih, menghalangi dari perbuatan haram. Apabila rasa takut itu
telah melebihi batasan itu, maka akan menimbulkan sifat putus asa dari rahmat
Allâh Azza wa Jalla.
Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata, “Kadar rasa
takut yang wajib dimiliki seorang hamba adalah seukuran rasa takut yang bisa
mendorongnya melakukan hal-hal yang fardhu dan menjauhi yang diharamkan.
Apabila lebih dari kadar di atas sehingga bisa membangkitkan jiwa untuk
bersemangat mengerjakan nafilah (amalan sunat) dan ketaatan, menjauhi yang
makrûh, dan tidak berlebihan dalam hal-hal yang mubah, maka itu semua merupakan
keutamaan yang terpuji. Namun apabila rasa takut itu melebihi hal di atas
sehingga bisa menyebabkan sakit, mati atau kecemasan permanen yang memutus
semua jenis usaha, maka rasa takut seperti ini tidak terpuji.”
Itulah rasa takut yang harus dimiliki oleh seorang Muslim
saat menjalani kehidupannya di dunia ini. Lalu bagaimana dengan raja’?
Adapun raja’ adalah ambisi untuk meraih ganjaran dari
Allâh sebagai balasan dari amal shalih yang telah dilakukannya. Jadi syarat
raja’ adalah melakukan amal shalih, meninggalkan perkara yang diharamkan atau
bertaubat darinya. Adapun meninggalkan kewajiban, menuruti syahwat lalu
berharap kepada Allâh Azza wa Jalla , maka itu bukanlah raja’ namun hanya
merasa aman dari makar Allâh Azza wa Jalla , padahal Allâh Azza wa Jalla
berfirman :
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ
إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allâh (yang
tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari makar Allâh kecuali orang-oranag
yang merugi [al- A’raf/7:99]
Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa raja’ itu ada
setelah melakukan amal shalih, tanpa amal shalih, raja’ tidak ada. Allâh Azza
wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ
تَبُورَ
Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitab Allâh,
mendirikan shalat, dan menginfakkan apa yang Kami berikan kepada mereka secara
sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, merekalah orang-orang yang mengharapkan
perniagaan yang tidak pernah usang. [Fathir/35: 29]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allâh, mereka itulah orang-orang yang mengharapkan rahmat
Allâh, dan Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Baqarah/2:218]
Raja’ sebagaimana juga al-khauf adalah ibadah hati yang
tidak boleh dipalingkan kepada selain Allâh Azza wa Jalla . jika ada yang
memalingkannya kepada selain Allâh Azza wa Jalla , berarti dia telah
terjerembab dalam kubangan syirik.
Dan raja’ merupakan sarana terdekat untuk mendekatkan
diri kepada Allâh Azza wa Jalla . Dalam sebuah hadits qudsi dijelaskan bahwa
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِـيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِــيْ
Aku sebagaimana dugaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku
bersamanya tatkala dia mengingat-ku
Yang wajib dilakukan oleh seorang Muslim adalah
menggabungkan antar khauf dan raja’. Keduanya harus berimbang. Itulah kondisi
para Nabi dan Rasul serta kaum Muslimin. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ
خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka
selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka
menafkahkan rezki yang Kami berikan. [as-Sajadah/32:16]
Tatkala seorang Muslim mengetahui cakupan rahmat Allâh
Azza wa Jalla , kedermawanan-Nya, kemudahan-Nya dalam memberikan ampunan pada
dosa-dosa yang besar, keluasan surga-Nya serta besarnya ganjaran dari amal
shalihnya, maka jiwanya akan menjadi lega, tenang serta dia akan terus menerus
optimis dan berambisi meraih apa yang ada disisi Allâh Azza wa Jalla .
Sebaliknya, saat dia mengetahui betapa berat hukuman Allâh, siksa-Nya yang
teramat keras, perhitungan-Nya yang begitu jeli, hari Kiamat dan neraka yang
begitu mengerikan, serta beraneka adzab di akhirat, maka jiwanya akan tercegah,
terkekang, selalu waspada serta takut untuk melakukan pelanggaran.
Oleh karna itu, dalam hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤمِنُ مَا عِنْدَ الله مِنَ العُقُوبَةِ
، مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ ، وَلَوْ يَعْلَمُ الكَافِرُ مَا عِنْدَ الله مِنَ
الرَّحْمَةِ ، مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أحَدٌ
Seandainya seorang Mukmin mengetahui adzab yang ada di
sisi Allâh, niscaya tidak ada seorang pun yang akan terlalu berambisi untuk
meraih surga-Nya. Dan seandainya orang kafir mengetahui kasih saying Allâh,
niscaya tidak ada seorang pun yang akan berputus asa dari meraih surga-Nya
[HR. Muslim]
Dalam kitab Madârijus Sâlikîn, Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan, “Hati (manusia) dalam perjalanannya menuju Allâh Azza
wa Jalla itu ibarat seekor burung, yang mana cinta kepada Allâh itu sebagai
kepala, sedangkan al-khauf (rasa takut) dan raja’ adalah dua sayapnya. Apabila
kepala dan dua sayapnya sehat, maka dia akan terbang bagus. Namun apabila
kepalanya terputus maka dia akan mati dan jika dia kehilangan kedua sayapnya
maka dia akan menjadi mangsa pemburu atau elang.”
Semoga Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan kepada kita
dan seluruh kaum Muslimin kedua rasa yang sangat kita butuhkan dalam mengarungi
kehidupan dunia yang penuh dengan tipu daya ini.
al-Khauf, yaitu rasa takut terhadap murka dan siksa Allâh
Azza wa Jalla . Rasa ini harus diperkuat dalam diri kita, saat kita dalam
kondisi sehat. Terutama pada zaman ini, dimana dunia telah memperdaya
kebanyakan manusia dengan keindahannya yang semu, sehingga menyebabkan mereka
lalai dari dzikrullah yang akhirnya menyebabkan hati mereka menjadi keras,
lebih keras dari batu gunung sekalipun. Na’udzubillah.
Namun raja’ yaitu harapan atau ambisi untuk meraih pahala
yang Allâh Azza wa Jalla janjikan juga jangan sampai sirna dari hati kita, agar
kita tidak berputus asa dari rahmat Allâh Azza wa Jalla .
al-Khauf menuntut seorang Muslim untuk bergegas
melaksanakan apa-apa yang menjadi hak-hak Allâh Azza wa Jalla dan menjauhkannya
dari kelalaian. Rasa ini juga akan menghalanginya dari perbuatan menzhalimi
orang lain dan memotivasinya untuk bersikap amanah, jujur, adil serta tidak
menyia-nyiakan hak orang lain.
Rasa takut yang tertanam dalam hati ini juga akan
menyelamatkan dia dari tipu daya dunia, sehingga dia tidak hanyut terbawa arus
syahwat yang diharamkan, karena dia selalu waspada terhadap dunia.
Ya Allâh! Anugerahkanlah kepada kami rasa takut yang bisa
menghalangi kami dari perbuatan maksiat; Anugerahkanlah kepada kami ketaatan
yang bisa mengantarkan kami kepada surga-Mu; Dan anugerahkanlah kepada
keyakinan yang dengannya kami merasa semua musibah dunia itu menjadi ringan.
(Diangkat dari Khutbah Jum’at di Masjidin Nabawi yang
disampaikan oleh Syaikh Dr. Ali al-Hudzaifi hafizhahullah pada tanggal 8 Shafar
1434 dengan judul al-Khaufu minallâh wa Atsaruhu fi Hayâtil Muslim)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun
XVII/1435H/2014M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
No comments:
Post a Comment