!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, September 17, 2013

kolese terbesar di Inggris, Birmingham Metropolitan College mencabut larangan pemakaian cadar



 kolese terbesar di Inggris, Birmingham Metropolitan College mencabut larangan pemakaian cadar

Salah satu kolese terbesar di Inggris, Birmingham Metropolitan College mencabut larangan pemakaian cadar bagi wanita muslim setelah ribuan orang menandatangani petisi yang menolak kebijakan itu.

Dalam keterangannya di akun jejaring sosial Facebook, pihak kolese mengatakan bahwa individu boleh memakai pakaian tertentu yang mencerminkan nilai-nilai budayanya.

Kolese ini berada di Kota Birmingham, Inggris bagian tengah. Di kota ini, populasi muslim tergolong besar. Sebelumnya pihak kolese mengeluarkan kebijakan yang melarang pemakaian cadar, topi, mantel bertudung yang dapat menutupi wajah.

Larangan pemakaian cadar itu mendapat dukungan dari PM David Cameron. Jubir Cameron mengatakan bahwa perdana menteri menganggap lembaga pendidikan boleh menetapkan dan menegakkan kebijakan seragam sekolah mereka sendiri.

Namun sekitar 9.000 orang menandatangani petisi dalam Kampanye Black Students yang dikoordinasikan oleh Persatuan Para Siswa Nasional (NUS) untuk menentang kebijakan itu. Sementara ratusan mahasiwa kemarin menggelar aksi protes menentang rencana itu.

“Larangan ini adalah pelanggaran seluruh hak-hak kebebasan beragama dan ekspresi kebudayaan dan merupakan pelanggaran hak seorang wanita untuk memilih,” ujar seorang pengurusa black students NUS, Aaron Kiely.

Kolese ini menawarkan pendidikan yang lebih tinggi bagi siswa yang berusia 16 tahun ke atas. Wakil PM Nick Clegg mengatakan bahwa dirinya merasa gelisah tentang kebijakan itu. Sedangkan Shabana Mahmood, seorang anggota parlemen lokal untuk kubu oposisi Partai Buruh, menegaskan bahwa perubahan dalam kebijakan telah mendapat sambutan hangat yang besar.

Sebelumnya anggota parlemen dari kubu konservatif, Philip Hollobone mengajukan RUU di parlemen berupa larangan pemakaian pakaian yang menutupi wajah. RUU larangan pemakaian cadar ini meniru kebijakan serupa yang telah diperkenalkan di Perancis pada 2011 lalu.

Pada Kamis lalu, seorang wanita muslim yang menjadi terdakwa dalam sebuah persidangan di London akhirnya diperbolehkan memakai niqab saat mengajukan mosi tidak bersalah atas tuduhan melakukan intimidasi setelah seorang hakim mencabut kembali keputusannya yang mengharuskannya untuk menampakkan wajahnya di persidangan.

Sebelumnya, wanita muslim bercadar ini sudah membuka cadarnya di sebuah ruangan khusus di hadapan seorang petugas wanita dan petugas itu kemudian mencocokkan wajahnya dengan foto dirinya saat ditahan pada Juni lalu.

Sebuah sekolah Katolik di selatan Filipina pekan lalu melarang siswi Muslim untuk memakai jilbab. Larangan ini memicu kecaman dari berbagai pemimpin Muslim.

Mehol Sadai, ketua Komisi Nasional untuk Muslim Filipina, pada Minggu lalu menulis surat kepada sekolah Pilar College di kota pelabuhan Zamboanga yang banyak dihuni warga Muslim dan Kristen dan menuntut sekolah untuk mencabut larangan itu.

Sekalipun pihak sekolah mengklaim bahwa mereka berhak untuk menerapkan kebebasan akademi, Sadain menegaskan bahwa mereka semestinya melakukan hal itu dengan adil. Gugatan itu juga diajukan ke dewan legislatif kota dan mereka meminta sekolah untuk menjawab tuduhan itu.

Larangan jilbab di sekolah itu merupakan kasus yang pertama kali terjadi di Filipina. Menurut Sadain, kebijakan departemen pendidikan nasional menegaskan bahwa para siswi Muslim semestinya diperbolehkan untuk memakai kerudung atau jilbab di sekolah dan tidak diharuskan untuk mengikuti berbagai praktek agama yang diterapkan non-Muslim meski mayoritas penduduk Filipina menganut Katolik.

Namun sekolah yang dikelola Congregation of the Religious of the Virgin Mary, dalam suratnya kepada dewan legislatif menyebutkan bahwa sekolah tidak dapat ‘menyimpang’ dari kecondongan ajaran Katolik. Para siswa penganut agama lain bebas mendaftar di sekolah itu namun harus mengikuti kebijakan non-jilbab.

“Aturan dan regulasi sudah dijelaskan pada mereka, terutama tidak memakai jilbab atau cadar. Ini bagian dari kebebasan akademi yang mana sekolah berhak untuk memilih kebijakan yang akan diajarkan,” demikian bunyi surat itu.

Tidak jelas berapa jumlah siswa Muslim di sekolah itu. Namun sudah menjadi hal umum bahwa anak-anak dari berbagai kelompok agama bercampur di sekolah di negara yang penduduknya menganut Katolik namun toleran.

Sejauh ini pihak pejabat departemen pendidikan pusat belum berkomentar atas kasus itu. Lebih dari 80 persen dari 100 juta penduduk Filipina menganut Katolik. Sementara umat Muslim merupakan kelompok minoritas yang besar di wilayah selatan.

No comments:

Post a Comment