Korban meninggal tabrakan
KRL dan truk tangki bertambah
Korban meninggal dunia
akibat tabrakan KRL dan truk tangki di Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan,
bertambah satu orang, Selasa (10/12/2013).
Kepala Polres Metro
Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, jumlah korban
meninggal dunia saat ini sebanyak tujuh orang. "Benar, bertambah satu
orang, jadi korbannya ada tujuh," kata Wahyu, Selasa siang.
Berdasarkan informasi
yang dihimpun Kompas.com, korban
terakhir yang meninggal dunia bernama Nathalia (23). Penumpang KRL jurusan
Serpong-Tanah Abang itu meninggal dunia sekitar pukul 11.00 setelah mendapat
perawatan di Rumah Sakit Fatmawati.
Selain Nathalia, jenazah
korban lain telah dibawa ke RS Bhayangkara Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur.
Berikut daftar korban
meninggal dunia akibat tabrakan kereta dan truk tangki sejak Senin (9/12/2013)
hingga hari ini pukul 11.00.
1. Darman Prasetyo (26),
masinis
2. Agus Suroto (24), asisten masinis
3. Sofian Hadi (20), teknisi KRL
4. Rosa Elizabeth Kesauliya (73), penumpang
5. Alrisha Maghfira (16), penumpang
6. Betty Ariyani, penumpang
7. Nathalia (23), penumpang
2. Agus Suroto (24), asisten masinis
3. Sofian Hadi (20), teknisi KRL
4. Rosa Elizabeth Kesauliya (73), penumpang
5. Alrisha Maghfira (16), penumpang
6. Betty Ariyani, penumpang
7. Nathalia (23), penumpang
Senin ini seperti biasanya
saya naik kereta komuter setelah sebelumnya bersepeda dari rumah ke Stasiun
Sudimara. Kereta pukul 10.38 biasanya sepi penumpang karena jam berangkatnya
bukan menjelang jam kerja.
Sesampai di stasiun, kereta pukul 10.38 belum datang. Pengeras suara mengumumkan bahwa kereta mengalami kerusakan AC sehingga masih diperbaiki di Stasiun Serpong. Terlambat sekitar 20 menit, kereta itu akhirnya tiba. Penumpang lebih banyak dari biasanya karena sebelumnya menumpuk di stasiun. Biasanya saya mendapat tempat duduk, tetapi hari ini saya harus berdiri karena gerbong agak penuh.
Di Stasiun Rawabuntu, kereta berhenti sebentar mengambil penumpang. Selepas Stasiun Pondok Ranji, kereta melaju kencang. Namun, beberapa saat kemudian terasa kereta melambat karena direm, dan tiba-tiba tergoncang disertai bunyi tabrakan. Beberapa penumpang yang berdiri terjatuh.
Awalnya semua penumpang tenang. Ada yang mengeluh karena dikira kereta mati listrik. Memang begitu berhenti, listrik dalam kereta padam. Kepanikan terjadi karena dari luar jendela kereta, warga sekitar berteriak-teriak, "Ada api... keluar... kereta terbakar!"
Penumpang pun menjadi panik dan berusaha membuka pintu. Namun, pintu tak bisa dibuka. Jendela pun tertutup rapat. Saya memandang sekeliling, mencari palu yang biasa terdapat dalam bus-bus untuk memecah jendela. Barang itu juga tidak ada. Penumpang makin panik. Beberapa anak menangis.
Petugas satpam di dalam kereta berteriak, "Jangan panik!" Tetapi, para penumpang tetap berusaha membuka jendela. Akhirnya jendela bisa dibuka dengan digeser ke atas. Orang-orang pun memanjatnya, tetapi gamang untuk meloncat karena lumayan tinggi dari tanah yang ditutupi batu di luar rel.
Setelah didorong dari belakang, orang-orang pun mulai berloncatan. Saya termasuk yang meloncat keluar meski belum paham apa yang sebenarnya terjadi.
Di luar kereta, barulah terlihat asap hitam membubung ke atas. Api juga tampak berkobar. Hawa panasnya terasa menerpa muka, padahal saya berada di gerbong tengah, cukup jauh dari sumber kebakaran.
Orang-orang berteriak, "Lari ke belakang, lari ke belakang." Penumpang terlihat berdesakan di jendela gerbong-gerbong kereta. Beberapa dari mereka melemparkan anak-anak ke bawah, diterima penumpang lain yang sudah turun. Ibu-ibu menjerit, "Tinggi banget, enggak berani lompat." Namun, penumpang lain segera membantu.
Saat itu kabel-kabel listrik di atas gerbong bergoyang-goyang. Penumpang makin panik dan terus berlari mencari jalan keluar dari rel. Kebetulan di sisi kanan rel ada selokan yang dalam dan cukup lebar sehingga sulit dilompati. Penumpang harus berjalan sampai ke ujung gerbong baru bisa menyeberang ke jalan aspal.
Saya menengok ke belakang. Api berkobar makin besar. Namun, karena ingin mengambil gambar, saya mendekati lokasi tabrakan, melawan arus orang-orang yang berlari menjauh. Tiba-tiba ada dua atau tiga ledakan. "Mundur, mundur, keretanya meledak," teriak orang-orang. Saya pun mundur mencari akses lain dan menemukan gang menuju lokasi tabrakan.
Pemandangan di lokasi ledakan ternyata cukup mengguncang. Orang-orang terluka berlarian. Anak-anak menangis ditarik orangtuanya yang panik. Sebagian berlarian tak tentu arah. Beberapa yang sudah pulih dari keterkejutannya segera mengarahkan mereka ke masjid di dekat lokasi dan gang-gang yang aman. Hawa panas dari api makin terasa.
Saya segera mengabari kantor mengenai peristiwa ini. Melihat saya menelepon, beberapa kali orang minta izin untuk meminjam telepon mengabari saudaranya atau kantornya. Banyak yang kehilangan ponsel dan barang-barang lain karena berusaha menyelamatkan diri.
Belakangan saya melihat, gerbong yang terbakar paling parah adalah gerbong terdepan yang merupakan gerbong khusus perempuan dan gerbong terdepan tempat masinis berada.
Beberapa orang saksi mengungkapkan, kereta menabrak truk tangki bahan bakar yang melintasi palang kereta api sesaat sebelum kereta lewat. "Palang ini telat ditutup dan truk sudah telanjur masuk di rel ketika kereta nabrak," kata seorang saksi yang menolak menyebut nama karena yang berjaga di palang itu masih terhitung kawannya.
Saksi lain, Rozak, tukang ojek yang mangkal di situ, menyatakan, palang kereta di Pondok Betung itu tidak cukup panjang sehingga masih ada bagian yang terbuka meski palang ditutup. "Selain itu, nutupnya tadi juga enggak sampai bawah," ujarnya.
Warga lain menyerukan agar palang kereta di lokasi itu menjadi perhatian pemerintah karena banyaknya kasus kecelakaan. "Sudah berkali-kali kecelakaan di sini. Banyak orang yang ngatur, tapi sering tidak memperhatikan keamanan," katanya.
Sesampai di stasiun, kereta pukul 10.38 belum datang. Pengeras suara mengumumkan bahwa kereta mengalami kerusakan AC sehingga masih diperbaiki di Stasiun Serpong. Terlambat sekitar 20 menit, kereta itu akhirnya tiba. Penumpang lebih banyak dari biasanya karena sebelumnya menumpuk di stasiun. Biasanya saya mendapat tempat duduk, tetapi hari ini saya harus berdiri karena gerbong agak penuh.
Di Stasiun Rawabuntu, kereta berhenti sebentar mengambil penumpang. Selepas Stasiun Pondok Ranji, kereta melaju kencang. Namun, beberapa saat kemudian terasa kereta melambat karena direm, dan tiba-tiba tergoncang disertai bunyi tabrakan. Beberapa penumpang yang berdiri terjatuh.
Awalnya semua penumpang tenang. Ada yang mengeluh karena dikira kereta mati listrik. Memang begitu berhenti, listrik dalam kereta padam. Kepanikan terjadi karena dari luar jendela kereta, warga sekitar berteriak-teriak, "Ada api... keluar... kereta terbakar!"
Penumpang pun menjadi panik dan berusaha membuka pintu. Namun, pintu tak bisa dibuka. Jendela pun tertutup rapat. Saya memandang sekeliling, mencari palu yang biasa terdapat dalam bus-bus untuk memecah jendela. Barang itu juga tidak ada. Penumpang makin panik. Beberapa anak menangis.
Petugas satpam di dalam kereta berteriak, "Jangan panik!" Tetapi, para penumpang tetap berusaha membuka jendela. Akhirnya jendela bisa dibuka dengan digeser ke atas. Orang-orang pun memanjatnya, tetapi gamang untuk meloncat karena lumayan tinggi dari tanah yang ditutupi batu di luar rel.
Setelah didorong dari belakang, orang-orang pun mulai berloncatan. Saya termasuk yang meloncat keluar meski belum paham apa yang sebenarnya terjadi.
Di luar kereta, barulah terlihat asap hitam membubung ke atas. Api juga tampak berkobar. Hawa panasnya terasa menerpa muka, padahal saya berada di gerbong tengah, cukup jauh dari sumber kebakaran.
Orang-orang berteriak, "Lari ke belakang, lari ke belakang." Penumpang terlihat berdesakan di jendela gerbong-gerbong kereta. Beberapa dari mereka melemparkan anak-anak ke bawah, diterima penumpang lain yang sudah turun. Ibu-ibu menjerit, "Tinggi banget, enggak berani lompat." Namun, penumpang lain segera membantu.
Saat itu kabel-kabel listrik di atas gerbong bergoyang-goyang. Penumpang makin panik dan terus berlari mencari jalan keluar dari rel. Kebetulan di sisi kanan rel ada selokan yang dalam dan cukup lebar sehingga sulit dilompati. Penumpang harus berjalan sampai ke ujung gerbong baru bisa menyeberang ke jalan aspal.
Saya menengok ke belakang. Api berkobar makin besar. Namun, karena ingin mengambil gambar, saya mendekati lokasi tabrakan, melawan arus orang-orang yang berlari menjauh. Tiba-tiba ada dua atau tiga ledakan. "Mundur, mundur, keretanya meledak," teriak orang-orang. Saya pun mundur mencari akses lain dan menemukan gang menuju lokasi tabrakan.
Pemandangan di lokasi ledakan ternyata cukup mengguncang. Orang-orang terluka berlarian. Anak-anak menangis ditarik orangtuanya yang panik. Sebagian berlarian tak tentu arah. Beberapa yang sudah pulih dari keterkejutannya segera mengarahkan mereka ke masjid di dekat lokasi dan gang-gang yang aman. Hawa panas dari api makin terasa.
Saya segera mengabari kantor mengenai peristiwa ini. Melihat saya menelepon, beberapa kali orang minta izin untuk meminjam telepon mengabari saudaranya atau kantornya. Banyak yang kehilangan ponsel dan barang-barang lain karena berusaha menyelamatkan diri.
Belakangan saya melihat, gerbong yang terbakar paling parah adalah gerbong terdepan yang merupakan gerbong khusus perempuan dan gerbong terdepan tempat masinis berada.
Beberapa orang saksi mengungkapkan, kereta menabrak truk tangki bahan bakar yang melintasi palang kereta api sesaat sebelum kereta lewat. "Palang ini telat ditutup dan truk sudah telanjur masuk di rel ketika kereta nabrak," kata seorang saksi yang menolak menyebut nama karena yang berjaga di palang itu masih terhitung kawannya.
Saksi lain, Rozak, tukang ojek yang mangkal di situ, menyatakan, palang kereta di Pondok Betung itu tidak cukup panjang sehingga masih ada bagian yang terbuka meski palang ditutup. "Selain itu, nutupnya tadi juga enggak sampai bawah," ujarnya.
Warga lain menyerukan agar palang kereta di lokasi itu menjadi perhatian pemerintah karena banyaknya kasus kecelakaan. "Sudah berkali-kali kecelakaan di sini. Banyak orang yang ngatur, tapi sering tidak memperhatikan keamanan," katanya.
Kecelakaan kereta api yang
melibatkan kereta Commuter Line jurusan Serpong-Tanah Abang nomor 1131 dengan
truk tangki bensin PT. Pertamina terjadi karena ketidakdisiplinan pengemudi truk,
kata Kepala Daerah Operasi I PT. KAI Heru Isnadi
Heru juga memaparkan kronologi tragedi di Bintaro yang untuk kesekian kalinya dalam kurang dari tiga dekade terakhir ini ditimpa kecelakaan kereta api.
"Kereta 11.31 WIB berangkat dari Serpong," kata Heru pada jumpa pers di Bintaro, Jakarta Selatan, Senin.
Pada pukul 11.09 WIB kereta berangkat dari Stasiun Pondok Ranji di Tangerang Selatan menuju stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Pusat.
"Pukul 11.15 WIB kereta ditabrak oleh truk berisi BBM," katanya.
Dia melanjutkan, lima belas menit kemudian, tegangan listrik di atas kereta api dimatikan demi keselamatan.
"Posisinya memang truk ada di depan gerbong, hanya saja truk masuk perlintasan saat palang pintu sudah mau ditutup," katanya.
Akibat kecelakaan, jalur hilir dan hulu tidak bisa dilintasi oleh kereta lain, sedangkan pintu perlintasan di daerah ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.
"Truk elpiji sendiri menutupi jalur hulu," katanya.
Heru belum bisa memastikan jumlah korban yang meninggal dunia dan luka-luka karena seluruh korban dibawa ke beberapa rumah sakit.
Namun dia memastikan korban meninggal dunia akan dibawa ke rumah sakit Polri di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur.
Heru juga memaparkan kronologi tragedi di Bintaro yang untuk kesekian kalinya dalam kurang dari tiga dekade terakhir ini ditimpa kecelakaan kereta api.
"Kereta 11.31 WIB berangkat dari Serpong," kata Heru pada jumpa pers di Bintaro, Jakarta Selatan, Senin.
Pada pukul 11.09 WIB kereta berangkat dari Stasiun Pondok Ranji di Tangerang Selatan menuju stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Pusat.
"Pukul 11.15 WIB kereta ditabrak oleh truk berisi BBM," katanya.
Dia melanjutkan, lima belas menit kemudian, tegangan listrik di atas kereta api dimatikan demi keselamatan.
"Posisinya memang truk ada di depan gerbong, hanya saja truk masuk perlintasan saat palang pintu sudah mau ditutup," katanya.
Akibat kecelakaan, jalur hilir dan hulu tidak bisa dilintasi oleh kereta lain, sedangkan pintu perlintasan di daerah ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.
"Truk elpiji sendiri menutupi jalur hulu," katanya.
Heru belum bisa memastikan jumlah korban yang meninggal dunia dan luka-luka karena seluruh korban dibawa ke beberapa rumah sakit.
Namun dia memastikan korban meninggal dunia akan dibawa ke rumah sakit Polri di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur.
Korban meninggal dunia
akibat kecelakaan antara kereta rel listrik (KRL) dengan mobil tangki Pertamina
di kawasan Bintaro yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati
bertambah seorang dengan meninggalnya Natali (23).
"Natali meninggal tadi siang jam 11.00 WIB. Saat ini jenazahnya masih ada di ruang jenazah kami," kata Humas RSUP Fatmawati Wini Riesta di Jakarta, Selasa.
Kabar meninggalnya Natali pertama kali dikabarkan akun Twitter PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), @CommuterLine. Melalui salah satu twit, akun tersebut mengabarkan meninggalnya Natali.
Twit tersebut juga mencantumkan alamat rumah duka keluarga Natali di Jalan Abadi, Pondok Aren, Pondok Betung, Tangerang Selatan.
"Kami atas nama PT.KAI Commuter Jabodetabek turut berduka cita," tulis PT KCJ di bagian akhir twit tersebut.
Dengan meninggalnya Natali, maka korban meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut menjadi tujuh orang.
Korban yang meninggal sebelumnya adalah Darmah Prasetyo (25) masinis, Agus Suroto (24) asisten masinis, Sopyan Hadi (20), Elrisa Maghfirah (16), Rosa Elizabeth (73) dan Bety Ariani (56).
"Natali meninggal tadi siang jam 11.00 WIB. Saat ini jenazahnya masih ada di ruang jenazah kami," kata Humas RSUP Fatmawati Wini Riesta di Jakarta, Selasa.
Kabar meninggalnya Natali pertama kali dikabarkan akun Twitter PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), @CommuterLine. Melalui salah satu twit, akun tersebut mengabarkan meninggalnya Natali.
Twit tersebut juga mencantumkan alamat rumah duka keluarga Natali di Jalan Abadi, Pondok Aren, Pondok Betung, Tangerang Selatan.
"Kami atas nama PT.KAI Commuter Jabodetabek turut berduka cita," tulis PT KCJ di bagian akhir twit tersebut.
Dengan meninggalnya Natali, maka korban meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut menjadi tujuh orang.
Korban yang meninggal sebelumnya adalah Darmah Prasetyo (25) masinis, Agus Suroto (24) asisten masinis, Sopyan Hadi (20), Elrisa Maghfirah (16), Rosa Elizabeth (73) dan Bety Ariani (56).
Kepala Dinas Pekerjaan
Umum DKI Jakarta Manggas Rudy Siahaan mengungkapkan kekhawatiran program
pembangunan underpass dan fly over di 15 perlintasan rel kereta di
Jakarta tidak berjalan optimal.
Pasalnya, untuk
menjalankan program pembangunan tersebut pihaknya harus mendapat persetujuan
dari DPRD Jakarta terlebih dahulu. "Ada 15 fly
over dan underpass yang kita bangun di perlintasan rel
kereta tahun 2014.
Tapi itu pun tergantung
anggaran yang disetujui DPRD DKI berapa, bisa saja kurang kan," ujar
Manggas saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (10/12/2013) siang.
Satu fly
over dan underpass, diketahui menelan dana sebesar Rp 150
miliar. Berarti total, proyek pembangunan tersebut akan menelan dana Rp 2,25
triliun. Manggas pun memastikan proyek tersebut masuk dalam rencana unggulan
Pemprov DKI Jakarta.
DPRD Setuju, Asal...
Dihubungi terpisah, anggota
Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta fraksi Partai Gerindra Sanusi
menegaskan, pihaknya akan mendukung proyek pembangunan tersebut. Selain
mengurai macet, fly overserta underpass bisa meminimalisir kecelakaan.
"Apalagi namanya
program unggulan gubernur. Kita tidak mungkin apa-apain itu program. Kita setujuin saja langsung," tegasnya.
Namun, mumpung Rancangan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD)
belum disahkan, Sanusi meminta pada Dinas PU untuk menjadikan anggaran
pembangunan fly over dan underpass di simpang perlintasan rel dibuat
menjadi single years.
Pertimbangannya, tahun
2014 merupakan tahun politik di mana situasi birokrasi, khususnya di DKI
Jakarta, rentan tidak fokus. "2014 itu tahun politik. Susah sekali bekerja
di tahun-tahun ini. Makanya daripada enggak kelar nantinya, mendingan langsung
aja dibuat pembangunannya satu tahun selesainya," ujar Sanusi.
Seperti diketahui,
Pemprov DKI berencana membangun fly over danunderpass di 15 perlintasan rel kereta, yakni 7
di perlintasan rel kereta arah Serpong (perlintasan kereta Pondok Betung), 2
perlintasan rel kereta arah Cikampek, 2 perlintasan rel kereta arah Tangerang
serta 4 perlintasan yang berada di arah Depok.
No comments:
Post a Comment