!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, March 26, 2014

.Pemerintah tolak bayar diyat Satinah

.Pemerintah tolak bayar diyat Satinah

Pemerintah menolak membayar kekurangan uang darah (diyat) kepada keluarga korban majikan Satinah binti Jumadi yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

Satinah mengaku bersalah membunuh majikannya, Nura Al Gharib, di pengadilan Arab Saudi pada 2010 dan dijatuhi hukuman pancung.

Berdasarkan hukum di Arab, eksekusi bisa dihindari jika pelaku membayar kompensasi yang disebut diyat kepada keluarga korban.

Diyat yang dituntut oleh keluarga Al Gharib semula sebesar 15 juta riyal namun kemudian turun menjadi 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, dalam jumpa pers mengatakan pemerintah hanya bersedia membantu empat juta riyal saja.

"Pemerintah menunjukkan keberpihakan tapi jangan pemerintah yang harus membayar, kami sudah mendekati semua negara Filipina, Bangladesh dan tidak ada satu pun negara yang menyediakan bantuan bagi warga negaranya dalam kasus-kasus kriminal," kata Tatang.

Pemerintah mengaku sudah berusaha maksimal dengan mengadakan pendekatan dengan pihak keluarga hingga meminta keringanan hukuman kepada pemerintah Saudi, termasuk memundurkan jadwal hukuman mati hingga lima kali.
Negosiasi lagi

 "Tidak ada satupun negara yang menyediakan bantuan bagi warga negaranya dalam kasus-kasus kriminal."
Tatang Razak

"Kini caranya ada dua pendekatan yaitu pertama pendekatan khusus kepada keluarga korban agar bersedia menerima diyat empat juta riyal itu," jelas Tatang.

"Kedua agar eksekusinya mundur lagi, jika keluarga tidak bersedia terima empat juta riyal," tambahnya.

Namun opsi persuasif kepada keluarga atau menunda eksekusi dinilai tidak efektif oleh LSM pegiat hak-hak buruh migran, Migrant Care.

"Kalau dibicarakan lagi dengan keluarga, tebusan bisa naik lagi atau kalau mereka ga terima ya eksekusi."

"Jadi saya kira pemerintah harus dukung masyarakat sipil yang menggalang dana di daerah dan mengakui upaya-upaya mereka agar sebelum 3 April bisa terkumpul dan satinah bisa bebas," kata direktur eksekutif Migrant Care Anis Hidayah.

Ia berharap agar tidak ada lagi TKI yang menemui ajal di meja eksekusi.

"Seperti kami yang mengadvokasi kasus buruh migran, masa-masa Ruyati dieksekusi kan masih terasa, kita tidak akan membiarkan Satinah dieksekusi hanya karena negara tidak mau membantu," tambah Anis.

Data Kementerian Luar Negeri menyebutkan, sejak 2011 hingga awal 2014, setidaknya ada 249 warga Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara, termasuk 20 kasus terakhir pada awal 2014 ini.BBC

No comments:

Post a Comment