!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, July 21, 2014

Terlalu banyak kecurangan yang mencoblos Joko Widodo-Jusuf Kalla, Komisi Pemilihan Umum diminta menghentikan rekapitulasi suara

Terlalu banyak kecurangan yang mencoblos Joko Widodo-Jusuf Kalla, Komisi Pemilihan Umum diminta menghentikan rekapitulasi suara
Joko Widodo dan Prabowo Subianto

 Pendukung pasangan calon Prabowo-Hatta, melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.

Dalam tuntutannya, mereka meminta agar KPU menghentikan proses rekapitulasi suara karena adanya indikasi kecurangan pada 5.800 TPS di DKI Jakarta. Dan hal tersebut, sudah sesuai dengan rekomendasi Badan Pengawas Pemili (Bawaslu) agar dilakukan kroscek.

Selain Jakarta, Bawaslu juga merekomendasikan KPU untuk melakukan kroscek di enam wilayah Kabupaten-Kota di Jawa Timur untuk dilakukan pemungutan suara ulang.

Mantan Presiden BEM Universitas Trisakti Andre Rosiade mengatakan kedatangan masa ke KPU mewakili seluruh elemen baik pemuda, mahasiswa dan elemen lain. Hal itu untuk meminta KPU agar berlaku adil dan netral.

"Dari semua elemen masyarakat karena semua merasakan kecurangan yang sistematis dan masif, tapi KPU tidak merespon dari Bawaslu yang menyuruh KPU agar melakukan PSU di enam Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Dan 5.800 di DKI Jakarta," katanya di depan Kantor KPU, Jakarta, Senin (21/7/2014).

Sebenarnya KPU diberikan waktu hingga 8 Agustus untuk menunda pleno penetepan hasil Pemilihan Presiden. Namun, KPU bersikukuh akan melakukan penetapan Pilpres 22 Juli besok tanpa mempengaruhi rekomendasi Bawaslu.

"Di undang-undang masih ada satu ruang hingga 8 agustus. Kenapa tidak diberikan kesempatan dulu PSU oleh KPU. Kenapa KPU ngotot pleno besok? Karenanya kami menegaskan, setop rekapitulasi suara dan lakukan pemilihan ulang ditempat-tempat yang banyak kecurangan," kata Andre.

"Ini bukan masalah menang dan kalah, tetapi sebagai bukti penyelenggaran pemilu yang transparan, jujur, dan adil," tandasnya. Saat ini, para demonstran telah membubarkan diri. Lalu lintas yang sempat lumpuh, pun kembali normal.

 Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mengumumkan pemenang Pilpres pada 22 Juli 2014. Apapun keputusannya, kedua pasangan capres-cawapres diharapkan berjiwa besar untuk menerima kekalahan.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis sebanyak 93 persen publik berharap kedua capres berjiwa besar dalam menerima kekalahan dan langsung memberi ucapan selamat kepada capres pemenang.

"Hanya 4,5 persen publik berharap capres yang kalah untuk menggugat kekalahannya ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Peneliti LSI Adjie Al Faraby, Senin (21/7/2014).

Survei yang menggunakan metode Multistage Random Sampling dengan melibatkan 1.200 responden dan margin of error sebesar 2,9 persen ini menunjukan, publik yang berharap capres siap dengan kekalahan merata disemua segmen masyarakat Indonesia.

"Baik mereka yang tinggal di desa maupun yang di kota. Baik laki-laki dan perempuan dengan pendidikan tinggi atau rendah. Semuanya berharap sama. Mereka menginginkan capres yang legowo menerima kekalahan," jelas Adjie.

Survei yang dilakukan pada 18-19 April 2014 ini juga menyatakan sebesar 92,08 persen dari pemilih capres-cawapres nomor urut 1, Prabowo-Hatta berharap kedua capres siap menerima kekalahan.

"Sementara untuk pendukung Jokowi-JK berharap kedua capes berjiwa besar dan negarawan menerima kekalahan sebesar 92,86 persen," ungkapnya.

 Pengamat politik, Pangi Syarwi mengatakan pelaksanaan pemilu ulang bisa merugilkan suara dua kandidat calon presiden dan wakil presiden yang tengah berkancah di Pemilu 2014. Pasalnya, suara yang sudah terkumpul sah bisa hilang karena dilakukannya pemilu ulang.

"Pemungutan suara ulang dapat merubah keyakinan pemilih yang akan dipilihnya. Langkah ini juga membuat kecurangan dengan mempengaruhi pemilih makin masif," katanya saat dihubungi Okezone, Senin (21/7/2014).

Maka, pemungutan suara ulang tidak lagi memiliki sebuah sensasi, otak kanan dan otak kiri seseorang telah tergiring terlebih melalui hasil quick count dan real count. Kata Pangi, pemungutan suara ulang merupakan kejahatan negara. "Walaupun banyak yang meleset juga," tukasnya.

Pengamat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini menilai, banyaknya pemungutan suara ulang harus bisa menjadi evaluasi bagi KPU pusat dan daerah selaku penyelenggara pemilu dengan meningkatkan kinerjanya.

"KPU jangan terlena oleh akibat euforia dan pujian partai pemenang pileg," tandasnya.

Sehingga, nilai penting dari sebuah pemilu yang bebas, jujur adil, rahasia dan langsung bisa ditegakkan dan menjadi harga mati dalam menyukseskan Pemilu 2014. Mengingat pemerintah bersama masyarakat tentu mengharapkan Pemilu 2014 akan berjalan damai, tertib dan sukses sehingga mampu melahirkan para pemimpin yang berkualitas.



Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa tidak mungkin pihaknya mengadakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 5.800 TPS di Jakarta, berdasarkan laporan kecurangan yang dilayangkan oleh kubu pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Selain karena aturan masa pelaksanaan PSU 10 hari setelah hari pencoblosan sudah berakhir, kata dia, Bawaslu DKI juga harus melakukan klarifikasi terhadap laporan tersebut secara berjenjang.

"PSU di 5.800 TPS ini tidak mungkin karena batas waktunya sudah lewat. Kami minta Bawaslu DKI untuk kaji itu. Kumpulkan KPPS, PPS, PPK tanyakan ada tidak indikasi orang yang sengaja milih lebih dari satu kali," beber Hadar saat ditemui di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Minggu (20/7/2014) malam.

Hadar khawatir, kasus yang diangkat ke permukaan ini tidak terlebih dahulu dikonfirmasi di pihak penyelenggara dan pengawas di bawahnya.

"Apakah ada masukan dari Panwas atau saksi, silakan dikaji itu dokumennya, ada enggak orang yang menggunakan itu. Kami ingin tahu, jangan sampai ini dipermasalahkan tapi mereka yang di bawah tidak tahu. Kita ingin tahu pencegahan dininya itu ada tidak sih?" terang Hadar

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta merekomendasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta untuk menggelar pemilihan suara ulang (PSU) capres dan cawapres di sebagian wilayah DKI Jakarta.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta, Mimah Susanti, mengatakan, pemilihan suara ulang (PSU) capres dan cawapres di 5.802 tempat pemungutan suara (TPS) dari 12.408 TPS yang ada di Jakarta.

Berdasarkan surat edaran Bawaslu DKI Jakarta bernomor 276/BawasluProv-DKIJakarta/VII//2014, yang sudah dilayangkan ke KPU DKI Jakarta.

Dalam surat edaran itu, menjelaskan bahwa pihaknya meminta KPU menindaklanjuti adanya temuan dugaan pelanggaran di 5.802 TPS.

"Kami melihat ada kesalahan yang dilakukan petugas KPPS di 5802 TPS di DKI itu. Yakni warga yang memiliki KTP daerah atau bukan sesuai TPS nya diperbolehkan mencoblos walau tanpa form A5," kata Mimah di Jakarta, Minggu (20/7/2014).

Menurutnya, peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2014, Pasal 11 ayat (2) huruf a, pemilih boleh melakukan pencoblosan dengan KTP atau identitas lain namun di TPS yang sesuai dengan alamat pemilih yang tertera di KTP itu.

Dia menambahkan, pemilih tersebut, pemilih yang dimasukkan dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTB), akan tetapi, menurut mimah di 5802 TPS ini, petugas KPPS membiarkan para pemilih mencoblos di TPS, walau KTP mereka adalah KTP daerah atau diluar TPS, tanpa dilengkapi formulir A5 atau surat keterangan pindah mencoblos.

"Karenanya, kami meminta agar KPU melakukan pemeriksaan terhadap temuan tersebut. Jika benar terjadi pelanggaran, maka Bawaslu meminta KPU DKI segara menggelar pencoblosan ulang di 5.802 TPS tersebut," ucap Mimah.

Ia mengatakan pihaknya berjanji berkoordinasi dengan pengawas pemilu tingkat kecamatan dan kelurahan mengawasi pelaksanaan rekomendasi ini. "Kami akan berkoordinasi dengan panita pengawas pemilu sampai tingkat kelurahan, untuk rekomendasi ini," pungkasnya.

Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago, menilai pemungutan suara ulang pilpres merupakan hal tepat bila ada jaminan kualitas dan partisipasi masyarakat lebih tinggi.

"Kalau ada jaminan pemilu ulang berkualitas dari pemilu sebelumnya ya silahkan saja, tentu lebih baik misalnya peningkatan pengawasan dengan cara pengetatan implementasi dan kontrol dari penyelenggara pemilu," katanya kepada Okezone, Minggu (20/7/2014).

Pengamat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini menilai jika pemilu dilakukan ulang tak menutup kemungkinan rawan kecurangan.

"Pemilu ulang justru bukan semakin membuat pemilu semakin jujur, tapi justru membuat pemilu semakin tak berkualitas alias semakin ugal-ugalan dan rawan kecurangan, bukan memperbaiki justru pemilu ulang merusak kualitas pemilu yang jurdil," tegasnya.

Seperti diketahui, sejumlah wilayah di DKI Jakarta melakukan pemungutan suara ulang di 13 TPS lantaran ditemukan adanya pelanggaran berupa pemilih tidak sesuai dengan domisili di KTP, terlebih pencoblosan dilakukan tanpa menggunakan formulir A5. Namun, rekapitulasi suara di tingkat Provinsi DKI Jakarta sudah dilakukan Minggu dini hari tadi dengan kemenangan Jokowi-JK.

Di awal rekapitulasi, tim Prabowo-Hatta menyampaikan agar rekapitulasi suara ditunda lantara KPU DKI belum melaksanakan kroscek di 5.802 TPS yang ditenggarai ada pelanggaran sebagaimana direkomendasikan oleh Bawaslu.

Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang telak di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 03 Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, dengan mendulang 161 suara. Sedangkan pasangan Capres Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya mendapatkan 145 suara.

"Seperti diketahui hasil pemilihan ulang kali ini, pasangan urut nomor 1 unggul dengan mendapatkan 161 suara, sedangkan pasangan nomor urut 2 mendapatkan 145 suara, dan suara yang tidak sah ada 1 suara," ujar Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 03, Misbahuddin kepada wartawan, Sabtu (19/7/2014).

Kata dia, Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kelurahan Cideng sebanyak 666 ditambah surat suara 2 persen menjadi 679, untuk Daftar Pemilih Khusus (DPK) sebanyak 9 suara, sedangkan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTB) sebanyak 61 suara, dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTB) sebanyak 2 suara, hingga totalnya 751 suara.

"Pemilih hari ini, DPT 285 suara, DPKTB 15 suara, PDTB 2 suara, dan DPK 5 suara, totalnya 307 suara. Dan yang tak terpakai sebanyak 444 suara. Sekarang hasil suara klop yaitu 307 suara," lanjutnya.

Menurut dia, waktu Pemilihan Umum tanggal 9 Juli di TPS 03 Kelurahan Cideng, pasangan nomor urut 2 unggul dibandingkan dengan pasangan nomor urut 1. "Waktu tanggal 9 Juli, pasangan nomor urut 1 mendapatkan 234 suara, sedangkan pasangan nomor urut 1 mendapatkan 282 suara," tutup Misbah. Okezone

No comments:

Post a Comment