Nasihat Menjelang Menjelang Bulan Ramadhan
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Berkenan
dengan datangnya bulan Ramadhan, yang bulan itu sebagai musim ibadah dan
ketaatan. Alangkah baiknya jika Anda berkenan memberikan nasihat kepada kaum
muslimin berkaitan dengan hal ini. Semoga Allah Azza wa Jalla menjaga, menolong
dan memberikan taufiq kepada Anda.
Jawaban
Sebuah kalimat yang saya tujukan kepada kaum muslimin,
bahwasanya pada bulan ini terdapat tiga macam ibadah yang agung, yaitu zakat,
puasa, dan qiyam (berdiri untuk shalat).
1. Zakat
Kebanyakan manusia menunaikan zakatnya pada bulan ini.
Menunaikan zakat dengan penuh amanah merupakan kewajiban setiap orang.
Hendaknya seseorang merasa bahwa zakat merupakan ibadah dan sebagai salah satu
kewajiban Islam. Dengan itu, ia bisa mendekatkan diri kepada Rabbnya dan
melaksanakan salah satu dari rukun Islam yang agung. Membayar zakat bukan
sebuah kerugian sebagaimana yang digambarkan syaitan.
Allah Azza wa Jalla berfirman.
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ
ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir). Sedangkan Allah
menjanjikan kepadamu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lag Maha Mengetahui” [al-Baqarah/2 : 268]
Bahkan membayar zakat sebenarnya merupakan keuntungan.
Karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” [al-Baqarah/2 : 261]
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ
اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ
فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya
karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka adalah seperti
kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun
itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat itu tidak
menyiraminya, maka hujan gerimispun (telah cukup baginya). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat.” [al-Baqarah/2 : 265]
Kemudian hendaknya seorang muslim mengeluarkan zakat yang
wajib atasnya, baik dari harta yang sedikit maupun banyak. Selalu
mengintropeksi diri dan tidak melalaikan setiap yang wajib dizakati, melainkan
ia membayarkannya. Dengan demikian, dia akan terbebas dari tanggungan dan
ancaman dahsyat, sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ
مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا
بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil terhadap
harta-harta yang Allah berikan kepada mereka sebagai karunia-Nya itu menyangka
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada
hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala urusan(yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Ali-Imran/3 : 180]
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman.
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا
فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا
مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkan pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam
neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka lambung dan punggung mereka
(lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk
dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan
itu” [at-Taubah/9 : 34-35]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ
زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ
يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diberi
harta oleh Allah Azza wa Jalla, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, (maka) pada
hari Kiamat hartanya dijelmakan menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang putih
kepalanya, karena banyaknya racun pada kepala itu) yang berbusa di dua sudut
mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Ular itu
mencengkeram dengan kedua rahangnya, lalu ular itu berkata, ‘Saya adalah
hartamu, saya adalah simpananmu”.
Adapun ayat yang kedua, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menafsirkannya dengan bersabda.
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا
حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ
فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ
كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا
إِلَى النَّارِ
“Tidaklah pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan
haknya (yaitu zakat) melainkan pada hari Kiamat akan dijadikan
lempengan-lempengan di neraka. Kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam.
Lalu dibakarlah dahi, lambung dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin
kembali (dipanaskan dalam neraka Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Hal itu dilakukan
pada hari Kiamat), yang satu hari sebanding dengan 50 ribu tahun, hingga
diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau
akan diperlihatkan) jalannya. Apakah dia menuju surga atau neraka.
Demikian juga wajib baginya untuk memberikan zakat kepada
orang yang berhak menerimnya. Janganlah membayar zakat hanya sebagai kebiasaan
atau dalam keadaan terpaksa. Dan dengan pembayaran zakat itu, (kemudian) tidak
(berarti) menjadikan kewajiban-kewajiban selain zakat menjadi gugur. Sehingga
dengan demikian, pembayaran zakat akan menjadi amalan yang diterima.
2. Adapun Perkara Kedua Yang Dilakukan Kaum Muslimin Pada
Bulan Ini, Ialah Puasa Ramadhan, Satu Diantara Rukun-Rukun Islam.
Adapun manfaat puasa, ialah sebagaimana telah disebutkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu
berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa.” [al-Baqarah/2 : 183]
Maka manfaat puasa yang sesungguhnya, ialah takwa kepada
Allah Azza wa Jalla dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi
laranganNya. Sehingga manusia melaksanakan apa yang diwajibkan Allah Azza wa
Jalla kepadanya, yaitu berupa bersuci dan shalat, serta menjauhi yang telah
Allah Azza wa Jalla haramkan baginya, seperti berdusta, menggunjing, dan
menipu, serta lalai dengan kewajiban-kewajibannya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ
للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
masih juga melakukannya, serta melakukan perbuatan-perbuatan bodoh, maka Allah
tidak membutuhkan terhadap puasanya, meskipun ia meninggalkan makan dan
minumnya”.
Yang amat disayangkan, kebanyakan kaum muslimin yang
berpuasa pada bulan ini, perbuatan mereka tidak jauh berbeda dengan tatkala
hari-hari berbuka (saat tidak berpuasa). Terkadang antara mereka dijumpai ada
yang masih melalaikan kewajiban atau melakukan keharaman. Dan sekali lagi, ini
sangat disesalkan. Adapun mukmin yang berakal, ialah mereka yang tidak
menjadikan hari-hari puasanya sama seperti hari-hari berbukanya. Akan tetapi
(sudah menjadi keharusan), apabila pada hari-hari puasanya, ia menjadi hamba
yang lebih bertakwa dan lebih taat kepadaNya.
3. Perkara Ketiga, Yaitu Qiyam (Berdiri Untuk Shalat)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajak
untuk melakukan qiyam dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam pada bulan
Ramadhan karena iman dan mengharapkan balasan, maka dia akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lewat”.
Sebagaimana telah dimaklumi, qiyam Ramadhan ini mencakup
shalat-shalat sunnah pada malam hari dan shalat tarawih. Oleh karena itu,
seharusnya setiap orang supaya memperhatikan dan menjaganya, serta berusaha
mengikuti imam shalat sampai selesai. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ
لَيْلَةٍ
“Barangsiapa yang shalam (malam) bersama imam hingga
selesai shalatnya, akan ditulis (pahala) shalat semalaman”.
Adapun bagi para imam yang mengimami manusia pada shalat
tarawih, mereka wajib bertakwa kepada Allah dalam hal-hal yang berkaitan dengan
ma’mum. Mereka harus shalat dengan tuma’ninah dan tenang (tidak
tergesa-tergesa), sehingga para ma’mum bisa melaksanakan setiap kewajiabn dan
amalan-amalan sunnah sebaik mungkin. Sedangkan yang dilakukan kebanyakan
manusia pada hari ini. Mereka shalat secara cepat sehingga tidak tuma’ninah.
Padahal tuma’ninah merupakan bagian dari rukun-rukun shalat. Shalat tidak sah
kecuali dengan tuma’ninah. Oleh karena itu, tergesa-gesa dalam shalat adalah
haram. Sebab (1) mereka meninggalkan tuma’ninah, (2) seandainya mereka (imam)
tidak meninggalkan tuma’ninah, maka sesungguhnya mereka menjadikan lelah
orang-orang yang di belakangnya serta menyebabkan orang-orang itu meninggalkan
tuma’ninah.
Oleh karena itu, seseorang yang mengimami manusia, jangan
seperti jika ia shalat sendiri. Dia harus menjaga amanah terhadap manusia dan
melaksanakan shalat dengan benar. Para ulama telah menyebutkan, bahwasanaya
seorang imam dimakruhkan untuk mempercepat shalat sehingga menghalangi ma’mum
untuk melaksanakan amalan sunnah. (Apabila demikian keadaannya), maka bagaimana
jika imam mempercepat shalat sehingga menghalangi ma’mum dari mengerjakan
sesuatu yang wajib?
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]n Ramadhan
Tugas Mukmin Di Bulan Ramadhan
Syaikh Ali bin Hasan bin Abdul Hamid Al-Halabi
Pada bulan Ramadhan, seorang Mukmin mempunyai beberapa
tugas syar’i. Tugas-tugas ini sudah dijelaskan oleh Rasûlullâh Shallallahu
'alaihi wa sallam melalui sunnah qauliyah (perkataan) beliau, juga
praktek-praktek beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena bulan Ramadhan
merupakan musim kebaikan. Nikmat-nikmat Allâh Azza wa Jalla yang dianugerahkan
kepada para hamba pada bulan ini lebih banyak dibandingkan dengan bulan-bulan
yang lain.[1]
Tugas-tugas ini mencakup banyak persoalan hukum syar’i,
yang meliputi seluruh amalan selama satu bulan yang penuh dengan amal kebaikan
dan ketaqwaan.
PERTAMA : SHIYAM (PUASA).
Secara umum, shiyâm (puasa) memiliki keutamaan yang
besar. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsi
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah.
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ هُوَ لِي وَأَنَا
أَجْزِي بِهِ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلْفَةُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ
عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
"Semua amal perbuatan bani Adam adalah kepunyaan
bani Adam sendiri, kecuali puasa. Puasa itu kepunyaanKu, dan Aku yang akan
memberikan balasan. Maka, demi Dzat yang nyawa Muhammad ada ditanganNya,
sungguh di sisi Allâh, aroma mulut orang yang sedang berpuasa itu lebih harum
daripada minyak kasturi".
Imam Mazari rahimahullah dalam kitab al Mu’lim Bifawâ-idi
Muslim (2/41), mengatakan, “Dalam hadits qudsi ini, Allâh Azza wa Jalla secara
khusus menyebut puasa sebagai “milikKu”, padahal semua perbuatan baik yang
dilakukan secara ikhlas juga milikNya; karena dalam puasa tidak mungkin (kecil
kemungkinan-red) ada riyâ’, sebagaimana pada perbuatan-perbuatan selainnya.
Karena puasa itu perbuatan menahan diri dan menahan lapar, sementara orang yang
menahan diri -baik karena sudah kenyang atau pun karena miskin- zhahirnya sama
saja dengan orang yang menahan diri dalam rangka beribadah kepada Allâh Azza wa
Jalla. Niat serta motivasi yang tersimpan dalam hatilah yang memiliki peranan
penting dalam masalah ini. Sedangkan shalat, haji dan zakat merupakan
perbuatan-perbuatan lahiriyah yang berpotensi menimbulkan riya’ [2] dan sum’ah
[3]. Oleh karena itu, puasa dikhususkan sebagai milik Allâh sementara yang
lainnya tidak."
Disamping keutamaan yang bersifat umum ini ada keutamaan
khusus yang melekat dengan bulan Ramadhân, berdasarkan sabda Rasûlullâh
Shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang puasa Ramadhân karena iman dan
karena ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah
lewat".[4]
Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
شَهْرُ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةُ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ
الدَّهْرِ
"Satu bulan sabar (berpuasa Ramadhân) ditambah tiga
hari puasa pada setiap bulan, sama dengan puasa satu tahun".[5]
Yang dimaksud dengan bulan sabar yaitu bulan Ramadhan [6].
Ibnu Abdil Barr rahimahullah [7] menjelaskan,“Dalam kamus Lisânul Arab, shaum
juga bermakna sabar. Allâh Azza wa Jalla berfirman.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". [az-Zumar/39:10]
Abu Bakar Ibnul Anbari mengatakan,"Shaum (puasa) itu
dinamakan sabar, karena puasa adalah menahan diri dari makan, minum, berkumpul
suami-istri serta menahan diri dari syahwat."
KEDUA : QIYAMULLAIL (TARAWIH)
Shalat tarawih ini sunnahnya dikerjakan secara berjama’ah
selama bulan Ramadhân. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ
لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
"Sesungguhnya barangsiapa yang shalat bersama imam
sampai imam itu selesai, maka ditetapkan pahala baginya, seperti shalat
sepanjang malam".[8]
Dalam menerangkan keutamaan shalat tarawih ini Rasûlullâh
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang shalat tarawih karena iman dan
mengharap pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah lewat" [9].
Petunjuk terbaik tentang jumlah raka’at shalat malam pada
bulan Ramadhân atau bulan lainnya, ialah petunjuk yang shahih dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari perbuatan beliau, yaitu shalat 11
raka’at. Karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam panutan yang sempurna.
KETIGA : SHADAQAH.
Kedermawanan Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam
paling menonjol pada bulan Ramadhân bila dibandingkan dengan kedermawanan
beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm pada bulan-bulan yang lain [10].
Kedermawanan ini mencakup semua arti shadaqah dan semua
jenis perbuatan baik. Karena kedermawanan itu banyak memberi dan sering memberi
[11]. Dan ini mencakup berbagai macam amal kebajikan dan perbuatan baik.
KEEMPAT : MEMBERIKAN BUKA PUASA KEPADA ORANG YANG
BERPUASA
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
menganjurkan umatnya untuk melakukannya dan memberitahukan pahala yang sangat
besar sebagai hasil yang bisa mereka raih. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ
لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
"Barangsiapa yang memberikan makanan buka puasa
kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala, sebagaimana
pahala orang yangberpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang
berpuasa".[12]
KELIMA : MEMBACA AL-QUR'AN.
Bulan Ramadhan, merupakan bulan al-Qur’an, sebagaimana
difirmankan oleh Allâh Azza wa Jalla.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'ân sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil)". [al-Baqarah/2:185].
Dalam sunnah ‘amaliyah Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, terdapat keterangan tentang praktik nyatanya. Jibril Alaihissallam
mengajak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertadarus al-Qur’ânpada setiap
malam bulan Ramadhân [13].
KEENAM : UMRAH
Imam Bukhâri rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah
meriwayatkan sebuah hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِيْ
"Umrah pada bulan Ramadhân sama dengan haji
bersamaku".
Perhatikanlah keutamaan ini -semoga Allâh merahmati anda
sekalian-. Alangkah besar dan alangkah afdhalnya.
KETUJUH : MENCARI LAILATUL QADAR
Allâh Azza wa Jalla berfirman.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ﴿١﴾وَمَا أَدْرَاكَ
مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ﴿٢﴾لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’ân pada
malam kemuliaan. Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu ? Malam kemuliaan
itu lebih baik dari seribu bulan". [al-Qadr/97:1-3].
Dalam kitab shahih Bukhâri dan Muslim ada riwayat yang
menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa shalat pada malam qadar karena iman dan
karena ingin mencari pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah lewat".
Lailatul qadar itu berada pada malam-malam ganjil sepuluh
malam terakhir dari bulan Ramadhân. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi rahimahulllah dan Ibnu Mâjah rahimahullah dengan sanad yang
shahih dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, beliau Radhiyallahu 'anha bercerita :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
مَا أَقُوْلُ قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Wahai Rasûlullâh, apakah yang aku katakan, jika aku
mendapati lailatul qadar? Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab,”Katakanlah :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Ya Allâh, sesungguhnya engkau Maha Pemberi Maaf,
maka maafkanlah aku."
Demikianlah ringkasan beberapa tugas pokok yang
semestinya dilaksanakan oleh seorang muslim pada bulan yang penuh barakah ini.
Adapun tugas selengkapnya yang wajib dijaga oleh seorang muslim pada bulan ini
yaitu menahan diri dari segala perbuatan jelek, sabar terhadap penderitaan,
menjaga hati dan melaksanakan kewajiban lahir, dengan cara konsisten
menjalankan hukum-hukum Islam dan mengikuti sunnah-sunnah Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam.
[Diterjemahkan Redaksi dari Al Ashalah edisi 3/15 Sya’ban
1413 H halaman 70-72.]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun
XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Fathul Bâri 1/31.
[2]. Ingin amalannya dilihat orang
[3]. Ingin amalannya didengar orang
[4]. Muttafaqun alaihi dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu.
[5]. Diriwayatkan Imam Nasâ’i (4/218), Ahmad (2/263 dan
284) dan Thayâlisi (315) dan al Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
dengan sanad shahih.
[6]. At-Tamhîd 19/61
[7]. At-Tamhîd
[8]. Hadits Riwayat Abu Dâwud, Tirmidzi, Nasâ’i, Ibnu
Nashr dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu dengan sanad yang shahih
[9]. Muttafaq ‘alaihi
[10]. Muttafaq ‘alaihi
[11]. Lathâiful Ma’ârif, hlm. 173, karya Ibnu Rajab
rahimahullah
[12]. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Ibnu
Mâjah, dari Zaid bin Khalid Radhiyallahu 'anhu, dengan sanad yang shahih
[13]. HR Imam Bukhâri
No comments:
Post a Comment