!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, October 22, 2014

Coret Calon Menteri Bertanda Kuning & Merah dari KPK

Rini, Joko Widodo, Jusuf Kalla dan Maharani
Coret Calon Menteri Bertanda Kuning & Merah dari KPK

Coret Calon Menteri Bertanda Kuning & Merah dari KPKCoret Calon Menteri Bertanda Kuning & Merah dari KPK JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak main kompromi dengan sejumlah nama yang diduga bermasalah sesuai penilaian dari KPK dan PPATK.

Koordinator ICW, Ade Irawan, menyarankan Jokowi mencoret calon anggota menteri yang dibertanda kuning dan merah.

"ICW minta Jokowi jangan berkompromi. Coret calon menteri dan anggota kabinet yang bermasalah karena mendapat kartu kuning dan merah dari KPK dan PPTK atau tidak memiliki prestasi. Jangan pilih juga menteri 'daur ulang'," jelas Ade dalam keterangan tertulisnya kepada Okezone, Rabu (22/10/2014).

Kata dia, bila Jokowi memaksakan nama-nama tersebut, maka kepercayaan publik terhadap Pemerintahan Jokowi akan sirna.

"Mempertahankan segelintir figur bermasalah masuk dalam kabinet akan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah maupun kabinet selama satu periode. Ibarat pepatah "nila setitik rusak susu sebelangga" tegas dia.

Ade berharap pesta rakyat kemenangan Jokowi tidak dicemari dengan peletakkan nama-nama bermasalah di kabinet Jokowi-JK.

"Jangan ubah pesta kemenangan rakyat dengan pesta kecurigaan rakyat hanya karena Jokowi salah memilih figur menterinya. Copot mereka yang bermasalah dan segera masukkan figur-figur baru untuk kembali diuji atau seleksi oleh KPK, PPATK, Dirjen Pajak maupun publik. Masih ada waktu dua pekan untuk mendapatkan figur yang terbaik," tegasnya.

Sebelumnya, beredar informasi Rini M Soemarno masuk dalam daftar calon kuat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sayangnya, Rini dikabarkan juga masuk daftar merah penilaian KPK.

Seperti dikatakan Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, tanda merah diberikan kepada calon menteri Jokowi, sebagai pertanda terindikasi sebuah kasus korupsi.

Ketua Tim Transisi Jokowi-JK ini, diduga terlibat sejumlah kasus. Salah satunya kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini,  juga tercatat pernah digarap penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, terkait kasus dugaan korupsi penjualan aset pabrik guna Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).



Tidak berhenti sampai di situ, Rini pun pernah diperiksa oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR terkait proses imbal dagang pesawat jet tempur Sukhoi, helikopter, dan peralatan militer Rusia.

Ditengarai, dalam proses imbal dagang itu telah terjadi kerugian negara. Rini yang pernah menjabat sebagai Presiden Direktur Astra Internasional itu disebut oleh DPR melakukan pelanggaran UU Pertahanan dan UU APBN. Hingga kini Rini masih belum bisa dikonfirmasi perihal dugaan-dugaan ini.

Selain Rini, diduga ada empat calon menteri yang diragukan integritas dan komitmen antikorupsinya. Figur calon menteri yang diragukan tersebut berpotensi menjadi tersangka korupsi. Bahkan nama-nama itu santer diberitakan memiliki rekening atau transaksi keuangan yang mencurigakan.

Jadi Menteri Tak Cukup Profesional, tapi...

Click HereJadi Menteri Tak Cukup Profesional, Tapi...(Foto: Okezone)Jadi Menteri Tak Cukup Profesional, tapi... JAKARTA - Profesional saja tak cukup bagi seseorang untuk menduduki kursi menteri. Seorang menteri haruslah kreatif membuat program-program yang layak untuk rakat.

"Menteri itu juru mudi negara. Presiden kan tinggal setuju dan tidak setuju saja atas program-program yang diajukan oleh para menteri itu sendiri. Jadi, tidak cukup hanya diisi oleh seorang yang profesional saja," kata pengamat politik Said Salahudin kepada Okezone, Rabu (23/10/2014).



Kekuasaan, kata Said, memang ada di tangan Presiden tetapi arah kebijakan negara ada di tangan menteri. "Sebegitu pentingnya posisi menteri, kok orang yang dipilih untuk menentukan kebijakan syaratnya profesional, ya tidak cukup. Menteri itu harus seorang yang negarawan," terangnya.

Ketika menteri hanyalah seorang yang profesional, lanjutnya, hanya akan memikirkan soal untung dan rugi. Maka, saat melihat ada keuntungan yang diperoleh, bukan tidak mungkin aset negara akan digadai pada pihak asing.


"Jadi analoginya seperti cari jodoh. Saya laki-laki, tidak perlu lagi ditanya mau cowok apa cewek. Tapi ada syarat lainnya, misalnya cantik, pintar memasak, dan lainnya. Nah, kalau posisi menteri, tentu dia harus profesional di bidangnya. Tinggal dicari dari orang-orang itu yang memiliki idealisme, patriotisme dan membela bangsa. Itu lah yang bisa disebut sebagai seorang negarawan," tegasnya. (Okezone)

No comments:

Post a Comment