!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, August 12, 2014

Hasil Pemilu Presiden (Pilpres) Bisa Batal Demi Hukum

Hatta, Prabowo, Jokowi, JK
Hasil Pemilu Presiden (Pilpres) Bisa Batal Demi Hukum

Hasil penetapan Komisi Pemilihan Umum pada Pilpres 2014 yang menyatakan Jokowi-JK sebagai pemenang bisa batal demi hukum.

Alasannya, yakni adanya tudingan tim kuasa hukum Jokowi-JK yang menyatakan bahwa Prabowo-Hatta tak memiliki legal standing dalam mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (Sigma) Said Salahuddin, menjelaskan jika Prabowo-Hatta dinilai tidak memiliki legal standing sebagai pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK dengan alasan telah mengundurkan diri pada saat diselenggarakannya rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional di kantor KPU, maka itu artinya Pilpres 2014 harus diulang dari awal lagi.

"Hasil Pilpres yang ditetapkan oleh KPU dengan memenangkan pasangan Jokowi-JK harus dinyatakan batal demi hukum. Mengapa? Sebab Pilpres tidak boleh diselenggarakan jika hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/7/2014).

Sebab, lanjutnya, pemilihan presiden hanya dapat diselenggarakan apabila diikuti sekurang-kurangnya dua pasangan calon.

"Nah, kalau Prabowo-Hatta dianggap telah mengundurkan diri dari pencalonan sebagai capres-cawapres, maka itu artinya Pilpres 2014 hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja, yaitu Jokowi-JK," paparnya.

Jika kemudian muncul pertanyaan kapan masa waktu penyelenggaraan pilpres yang harus diikuti sekurang-kurangnya dua pasangan calon, maka jawabannya adalah sejak dimulainya tahapan ketiga pilpres.

Yaitu, sambungnya, saat Husni Kamil Manik Cs menetapkan pasangan calon sampai dengan berakhirnya tahapan pilpres. Tepatnya, saat pengucapan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Paling kurang, setelah KPU menetapkan hasil Pilpres.

"Jadi saya kira sangat mengada-ada jika ada yang mengatakan Prabowo-Hatta tidak memiliki legal standing dalam PHPU di MK. Apalagi isi surat Prabowo kepada KPU pada saat aksi walk out saksi mereka dulu itu clear sekali bunyinya. Yaitu menarik diri dari proses rekapitulasi, bukan mengundurkan diri sebagai peserta Pilpres," tandasnya.

Sebelumnya, Kuasa hukum Jokowi-JK, Sirra Prayuna, menjelaskan, pada 22 Juli 2014, Prabowo secara tegas telah menyatakan menarik diri dari proses pilpres. Pernyataan itu dianggap Sirra memberikan implikasi hukum karena Prabowo menarik diri pada hari pengumuman hasil penghitungan resmi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Pemohon (Prabowo-Hatta) tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke MK. Gugatannya juga tidak jelas dan kabur, maka MK harus menolak seluruh permohonannya," ucap Sirra, 8 Agustus 2014.


Koordinator Tim Saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tingkat Nasional, Yanuar Arif Wibowo, menantang Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk adu alat bukti terkait sejumlah data formulir C1 yang dinilai invalid, dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, ada 417.263 C1 yang dinilai pihak pasangan nomor urut satu bermasalah. Meskipun, dalam persidangan KPU mengatakan sudah dilakukan perbaikan.

"Termohon silahkan memberikan bukti argumentasinya, sampaikan berita acaranya, kita adu data saja, siap kita sudah berapa ratus kontainer box yang kita bawa," kata Yanuar, usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (12/8/2014).

Yanuar menambahkan, sidang sengketa pilpres yang digelar MK bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang dikatakan KPU benar atau tidak.

"Mereka (KPU) kan selalu mengatakan sudah diperbaiki. (Pengakuan) itu pertanyaanya adalah pemilu prosedur harus baik harus sesuai UU, sehingga perbaikannya pun harus sesuai prosedur. Tapi tidak ada berita acara perbaikannya, itu kita minta untuk dihadirkan. Kalau yang saya sebut terkait ada C1 417.263 itu (bermasalah)," tutup Yanuar.

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Bogor membongkar 3.414 kotak suara pemilihan presiden. Pembongkaran ini guna mengambil berkas daftar pemilih sesuai surat edaran yang dikeluarkan KPU pusat.

Ketua KPUD Kota Bogor, Undang Suryatna mengatakan berdasarkan Surat Edaran Nomor 1468 yang dikeluarkan 11 Agustus oleh KPU Pusat, pihaknya diminta untuk menyerahkan berkas daftar pemilih. Adapun berkas daftar pemilih yang diminta antara lain Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

"Atas permintaan MK, KPU Pusat memerintahkan untuk menyerahkan berkas daftar pemilih tersebut. Permintaan ini berlaku di seluruh Indonesia di 33 Provinsi," jelasnya saat ditemui di Kantor KPUD Kota Bogor, Selasa (12/8/2014).

Undang mengatakan, seluruh berkas daftar pemilih tersebut harus di serahkan ke KPU Pusat paling lambat esok hari. Pihaknya juga harus memindai data pemilih tersebut dan dikirimkan ke website KPU Pusat. "Pembongkaran kotak suara ini dihadiri oleh kedua saksi dari masing-masing kandidat capres-cawapres, Panwaslu Kota Bogor dan pihak kepolisian," tuturnya.

Pembongkaran kotak suara tersebut sempat molor dari yang dijadwalkan semula pukul 14.00 WIB menjadi pukul 15.00 WIB. Hal ini dikarenakan harus menunggu saksi dari pasangan nomor urut satu.

Dalam proses pembongkaran, petugas juga merasa kesulitan karena banyaknya kotak suara yang harus dibongkar terlalu banyak sedangkan jumlah petugas sedikit. Bahkan, petugas juga menemukan kotak suara yang sudah rusak dan terpaksa menggunakan martil untuk membongkarnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang putaran keempat Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2014, yang diajukan kubu Prabowo-Hatta.

Mereka pun akan kembali melanjutkan sidang pada Rabu 13 Agustus 2014 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Tim Advokasi Prabowo-Hatta, yakin ada dalil gugatan mereka yang diterima lembaga konstitusi itu.

"Akan ada yang dikabulkan dari permohonan. Dari dalil-dalil itu," kata Anggota Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Didik Supriyanto di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014).

Didik menyadari, tak semua gugatan yang mereka ajukan bisa diterima oleh Hamdan Zoelva Cs. Oleh karenanya, keberadaan saksi dan bukti-bukti yang dimiliki menjadi alat utama mereka untuk meyakinkan hakim konstitusi.

"Item-nya banyak, tuntutan itu yang terjadi beberapa tidak mungkin semua dikabulkan, katakanlah ada yang kurang kuat dibuktikan," tegasnya.

Sementara itu, saat ditanya langkah apa saja yang akan dilakukan tim Prabowo-Hatta untuk memperbanyak dalil yang bisa diterima MK, Didik menjawab tunggu saja.

"Kita nunggu saja, sambil menyiapkan kesimpulan," tandasnya.

Tim advokasi Prabowo-Hatta menilai alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menolak menunda pengumuman hasil rekapitulasi suara pemilihan presiden (Pilpres) 2014 tak memiliki dasar yang kuat.

"Itu jelas alasan tidak berdasar dan tidak berdasarkan hukum. Dia sebagai pelaksana harusnya berdasar hukum," kata anggota Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Didik Supriyanto di Gedung MK, Jakarta, Selasa (12/8/2014).

Didik menambahkan, sebagai penyelenggara pemilu, maka sudah selayaknya KPU berpedoman dengan UU Pilpres termasuk ketika mereka menolak untuk menunda hasil rekapitulasi suara.

Dia pun tak percaya jika Husni Kamil Manik Cs sudah berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR terkait jadwal pengumuman hasil rekapitulasi tersebut. "Kalau harus ada konsultasi, nyatanya berkali-kali dia bkin PKPU tanpa konsultasi," tandasnya.

 (Dok Okezone)
JAKARTA - Tim Pembela Merah Putih Maqdir Ismail menegaskan tahapan Pilpres 2014 tidak berjalan sesuai dengan sistem yang telah disepakati. Banyak terjadi kejanggalan di berbagai daerah seperti di Sumatera Utara, khususnya Nias.

Di sana, ada saksi yang mengemukakan bahwa ada pencoblosan yang dilakukan oleh KPPS, jadi penyelenggara tingkat bawah yang melakukan pemilihan siapa yang akan mereka pilih. “Saya kira tidak benar cara-cara seperti ini,” katanya di Jakarta, Selasa (12/8/2014).

Bahkan, kata Maqdir,  salah satu saksi memberikan keterangan bahwa orangtuanya yang sudah meninggal pun tercatat ikut memilih. “Orangtua yang sudah meninggal ini tercatat sebagai pemilih dan namanya tercatat empat kali sebagai pemilih, bahkan dirinya dan kakaknya tercatat enam kali sebagai pemilih,” terangnya.

Kecurangan-kecurangan juga diduga terjadi di 12 kabupaten di Papua. Dalam kaitan ini, Tim Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta menganggap tidak terjadi pelaksanaan Pilpres karena pelaksana Pilpres langsung membagikan surat suara untuk kemudian dicoblos.

Dalam pleno di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, tim Prabowo-Hatta mengajukan keberatan terhadap hasil perhitungan suara di 12 kabupaten/kota di Papua yang mengunakan sistem Noken. Dengan demikian, terdapat keberatan terhadap lima kabupaten yaitu  Kabupaten Sarmi, Kepulauan Yapen, Nabire, Keroom, dan Kota Jayapura.

Selain itu, terkait gugatan penggunaan sistem Noken, di mana ada 12 kabupaten yang digugat diantaranya Yalimo, Yahukimo, Puncak Jaya, Jayawijaya dan sejumlah kabupaten lainnya di Pegunungan Tengah Papua.

Salah satu saksi Elvincent Dokomo memberikan keterangan bahwa di Kabupaten Dogiyai pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hatta mendapat angka nol. “Kabupaten Dogiyai dapat nol karena ketua penyelenggara, beserta empat anggotanya itu memerintahkan PPS, PPD, sampai KPPS untuk mereka nomor satu kosong, semua suara dikasih ke nomor dua, jadi tidak ada pencoblosan,” kata Elvincent.

Anggota Tim Pembela Merah Putih lainnya, Firman Wijaya mengemukakan bahwa data KPU sulit dipertanggungjawabkan. Mahkamah Konstitusi (MK), kata Firman, perlu menguji bahwa kecurangan-kecurangan ini ada kaitannya dengan tekanan, intimidasi yang merusak sistem penyelenggaraan Pemilu.

“Ini sudah masuk wilayah elections of crime yang dimensi kerusakannya itu luar biasa, maka saya menawarkan konsep yang namanya whistle blower. Saksi-saksi ini harus dilindungi keamanannya karena keberanian mereka mengungkapkan fakta,” kata Firman.
Sementara itu, pengamat politik Didin Muhafidin mengatakan, MK merupakan lembaga politik yang berarti seluruh informasi, saran, masukan terhadap keberatan penyelenggaraan Pilpres harus dapat diakomodir.

 "Semuanya harus dapat diakomodir agar pada akhirnya dapat memberikan kebijakan yang lebih baik dan diterima semua pihak," katanya.

Didin meminta seluruh informasi, saran, masukan terhadap keberatan penyelenggaraan Pilpres di wilayah-wilayah yang diduga terjadi sejumlah wilayah Indonesia termasuk di Papua sekalipun harus dihimpun.

Menurut Didin, dalam sidang MK sebenarnya perbedaan-perbedaan pandangan antara penggugat dengan KPU sebenarnya dapat memiliki titik temu apabila sejak awal sudah ada sikap tegas."Misalnya seperti apa yang disebut dengan pelanggaran terstruktur, kalau pandangan saya berarti melibatkan penyelenggara dari tingkat RT sampai presiden, maka pandangan itu saja yang digunakan," bebernya.

Didin yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan ICMI mengatakan MK sebagai lembaga negara juga harus memiliki fungsi "katalis public interest" yang berarti dalam menyiapkan keputusan harus mampu menjaga agar jangan sampai terjadi disintegrasi bangsa.

MK harus memiliki kemampuan menjaga kedaulatan bangsa dalam setiap keputusannya sehingga harus ada alat ukur yang jelas untuk membuktikan apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak. Didin juga mengatakan MK sebagai lembaga negara harus memperlihatkan diri tetap netral dalam mengeluarkan kebijakan termasuk dalam persiapannya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerangkan, waktu penetapan pengumuman hasil rekapitulasi suara pemilihan presiden (Pilpres) 2014 tingkat nasional, pada 22 Juli 2014 telah diputuskan melalui mekanisme yang benar.

Komisioner KPU Ida Budhiati, mengatakan, sebelum dituangkan di dalam peraturan KPU (PKPU), pidaknya lebih dahulu melakukan konsultasi publik bersama DPR, pemerintah dan pihak terkait lainnya.

"Rancangan selalu kami lakukan konsultasi publik kepada peserta pemilu dan pemangku kepentingan," kata Ida di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014).

Selama proses konsultasi publik dalam penetapan tanggal hasil rekapitulasi suara, KPU tidak pernah menerima catatan dan kritikan dari pihak manapun.

"Nah, setelah itu kami sampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan," tegasnya.

Dia menambahkan, penetapan pengumuman hasil rekapitulasi suara nasional telah dibuat aturannya sebelum ada pasangan calon presiden (capres) untuk pilpres 2014.

"Kami menetapkan PKPU 3 Maret 2014," tandasnya. Okezone

No comments:

Post a Comment