Cover Majalah D&R |
Perjalanan yang belum selesai (20)
(Bagian keduapuluh, Depok, Jawa Barat,Indonesia,30
Agustus 2014, 05.50 WIB)
Awal Maret 1998, saya sebagai wartawan Majalah D&R
bersama Pemimpin Redaksinya Bambang Bujono , Bapak Margiono dan Beberapa
redaktur lainnya dipanggil ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia
(Polri) sehubungan pemuatan gambar Presiden Suharto sehubungan dengan pemuatan
foto Pak Harto
pada sampul muka majalah D&R edisi Maret 1998 No
29/XXIX.
Saya tidak pernah dipanggil polisi untuk dimintai
keterangan sempat kaget juga. Di dalam benak saya”wah nanti kami bisa dipenjara
seperti nasib reporter Tempo Ahmad Taufik yang pernah dipenjara,
Namun, kami dipanggil hanya berlangsung satu hari, karena
keesokan harinya kami tidak dipanggil-panggil lagi, karena Presiden Suharto
turun dari jabatannya Jenderal Hartono sebagai Menteri Penerangan keburu
diganti oleh Letjen Yunus Yosfiah.
Bambang Bujono |
Pemberitaan pemanggilan Margiono ke kepolisan sampai juga
di kampung Pak Margiono sampai Ibu kandungnya kabarnya pingsan,
Pada waktu itu Pemimpin Redaksi sehari-hari dipegang
Bambang Bujono, namun karena ex tempo masuk daftar hitam pemerintah maka Dahlan
Iskan sebagai ceo Jawa Pos group menunjuk Margiono yang tertulis di Mashead.
Ketika saya bertugas jadi reporter salah satu pos saya
sukai adalah pos di departemen Luar Negeri. Menteri Luar Negeri favorit saya
adalah Mochtar Kusumaatadja. Pada waktu Pak Mochtar Kusumaatmadja menduduki
posnya baru saja usai perang Vietnam, namun masih berkecamuk perang di Kamboja.
Sehingga salah satu isu diplomasi Mochtar Kusumaatmadja adalah ikut perundingan
perdamaian di Kamboja dan Vietnam.
Mochtar Kusumaatmadja adalah salah satu Menteri yang
sangat menaruh perhatian pada wartawan. Biasanya kalau tidak wartawan yang
menjemput Mochtar di bandara sepulannya dari bertugas di luar negeri adalah
mengadakan jumpa pers rutin di Press Room Departemen Luar Negeri.
Wartawan tang sangat produktif banyak bertanya pada
setiap jumpa pers yang saya ingat adalah Bapak Muhammad Yusuf dari Harian
Bahasa Ingris Indonesia Times dan wartawan Sinar Harapan Arnie Bertha Simamora
dan masalah-masalah Cina biasanya didominasi oleh reporter Kompas James
Luhulima
Setiap pulang dari luar negeri Mochtar Kusumaatmadja
selalu bawa oleh-oleh untuk para wartawan yang bertugas di Departemen Luar
Negeri yaitu rokok ‘’555’’. Rokok ini pada masa itu tergolong mewah karena
tidak dijual dikebanyakan penjual rokok di Indonesia. Walau saya tidak merokok,
saya ambil juga sebungkus untuk kenang-kenangan.
Sabtu, 7 Maret 1998
Pemred "D&R" Diperiksa 9 Maret
Jakarta, Kompas
Ny Siti
Hardianti Rukmana- yang akrab dipangggil Mbak Tutut - dan
Bambang
Trihatmodjo mengutarakan, seluruh persoalan yang muncul akibat
sampul pada
edisi majalah D&R, diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme
hukum yang
berlaku. "Semua persoalan yang ada kita serahkan kepada
mekanisme hukum
yang berlaku di negara ini," kata Mbak Tutut Jumat
(6/3) kemarin.
Pemimpin Redaksi
majalah D&R Margiono akan dipanggil Reserse pada 9
Maret nanti di
Mabes Polri (Kepolisian RI) sehubungan dengan pemuatan
foto Pak Harto
pada sampul muka majalah D&R edisi Maret 1998 No
29/XXIX. Surat
panggilan dikirim melalui PWI Cabang Jakarta, yang
kemudian
disampaikan kepada yang bersangkutan hari Jumat (6/3).
Pengurus
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat akhirnya menjatuhkan
skorsing dua
tahun terhadap Margiono. Keanggotaan Margiono sebagai
anggota PWI
tidak hangus, tetapi sebagai Pemred harus diganti.
Kepastian
keluarnya skorsing terhadap Margiono itu disampaikan Ketua
PWI Pusat Sofjan
Lubis di sela-sela Rapat Komisi di Gedung MPR/DPR
Jakarta, Jumat
(6/3).
"Surat
skorsing sudah dikirim kepada yang bersangkutan. Dengan
demikian dia
(Margiono -Red) harus melepaskan jabatannya sebagai
Pemred majalah
D&R," kata Lubis.
Menurut Lubis,
keputusan PWI Pusat merupakan pelaksanaan rekomendasi
yang dikeluarkan
Dewan Kehormatan (DK) PWI. Sebelumnya, DK PWI telah
memberi
rekomendasi kepada PWI Pusat untuk menjatuhkan skorsing kepada
Pemimpin Redaksi
D&R. Terhadap kasus majalah D&R edisi 29/XXIX/ 7
Maret 1998 itu,
meskipun telah menjatuhkan skorsing dan menyetujui
yang
bersangkutan dibawa ke pengadilan, Sofjan Lubis tetap berharap
agar SIUPP
D&R tidak dicabut.
Pada hari yang
sama, Margiono juga menerima surat peringatan pertama
dari PWI Jakarta
akibat kelalaiannya merekrut wakilnya, Bambang
Boedjono, yang
bukan anggota PWI, menjadi wakil Pemred majalah itu.
Secara resmi,
PWI Jakarta minta Margiono mengajukan orang lain sebagai
pengganti
Bambang guna mempercepat proses surat rekomendasi sebagai
pemimpin
redaksi.
Dewan Kehormatan
PWI (DK PWI) dalam rapatnya Kamis (5/3) menjatuhkan
sanksi hukuman
kepada Margiono berupa pemberhentian sementara dari
keanggotaan PWI.
Ia dianggap melanggar ketentuan Pasal 6 Kode Etik
Jurnalistik
serta tidak menunjukkan jiwa ksatria sebagaimana termaktub
dalam Pasal 6 KEJ
PWI. Pasal itu menetapkan "Wartawan Indonesia
menghormati dan
menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak
menyiarkan
berita, tulisan atau gambar yang merugikan nama baik atau
perasaan susila
seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum"
DK PWI menilai
Majalah D&R edisi No 29/XXIX/7 Maret 1998 dengan kulit
muka/sampul
berupa gambar Presiden Soeharto (Bagian kepala) di sebelah
atas dan bawah
dalam kartu bridge lengkap dengan pakaian kerajaan
sebagaimana
lazimnya dikenakan dalam gambar raja (king) pada kartu
yang asli,
sebagai tindakan tidak etis.
DK PWI sendiri
dengan berat hati terpaksa mengambil tindakan keras
berupa sanksi
yang paling berat yang dapat dikenakan atas pelanggaran
kode etik,
setelah dipertimbangkan berbagai hal.
DK PWI mengimbau
jajaran pers nasional untuk tetap berpegang teguh
kepada ketentuan
kode etik jurnalistik karena hanya dengan cara
demikianlah
masyarakat menghargai dan memberi kepercayaan penuh serta
menghormati
integritas profesi kewartawanan.
Rapat Redaksi D&R |
Menggembirakan
Wakil Ketua
Komnas HAM Marzuki Darusman mengemukakan, hal yang agak
menggembirakan
dalam kasus majalah D&R adalah bahwa Menteri Penerangan
R Hartono
memenuhi komitmennya untuk tidak mengambil langkah yang
mencabut SIUPP
majalah tersebut, dan memberikan kesempatan kepada
Dewan Kehormatan
PWI untuk menyelesaikannya.
"Dalam
pernyataan Dewan Kehormatan PWI, dari yang kami baca, sudah ada
pernyataan bahwa
yang bersangkutan bisa mengajukan pembelaan, kalau
hal itu diajukan
ke pengadilan. Selayaknya, tentu Dewan Kehormatan PWI
mengemukakan
keputusannya itu setelah yang bersangkutan melakukan
pembelaan
dirinya di dalam proses di Dewan Kehormatan PWI itu sendiri.
Itu yang kita
masih belum jelas," katanya. (*/oki)
Kompas Online : http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/03/06/0237.html
Mochtar Kusumaatmadja |
Mochtar Kusumaatmadja
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum
Diperiksa
Mochtar Kusumaatmadja
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-12
Masa jabatan
29 Maret 1978 – 21 Maret 1988
Presiden Soeharto
Didahului oleh Adam
Malik
Digantikan oleh Ali
Alatas
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
ke-15
Masa jabatan
28 Maret 1973 – 29 Maret 1978
Presiden Soeharto
Didahului oleh Oemar
Seno Adji
Digantikan oleh Mudjono
Informasi pribadi
Lahir 17 April 1929
(umur 85)
Bendera Belanda Batavia, Hindia Belanda
Kebangsaan Indonesia
Suami/istri Siti
Hadidjah
Anak Armida
Alisjahbana
Emir Kusumaatmadja
Profesi Diplomat
Agama Islam
Mochtar Kusumaatmadja (lahir di Batavia, 17 April 1929;
umur 85 tahun) adalah seorang akademisi dan diplomat Indonesia. Ia pernah
menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978 dan Menteri Luar
Negeri dari tahun 1978 sampai 1988.
Selain itu ia adalah guru besar di Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran Bandung. Definisinya tentang hukum yang berbunyi
"Hukum adalah keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur
kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan
hukum itu kedalam kenyataan", dianggap paling relevan dalam
menginterpretasikan hukum pada saat ini. Doktrin ini menjadi Mahzab yang dianut
di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran hingga saat ini.
Pria yang memulai karier diplomasi pada usia 29 tahun ini
dikenal piawai dalam mencairkan suasana dalam suatu perundingan yang amat
serius bahkan sering menegangkan. Dia cepat berpikir dan melontarkan kelakar
untuk mencairkan suasana. Diplomat penggemar olahraga catur dan berkemampuan
berpikir cepat namun lugas ini, memang suka berkelakar.
Wakil Indonesia pada Sidang PBB mengenai Hukum Laut,
Jenewa dan New York, ini berperan banyak dalam konsep Wawasan Nusantara,
terutama dalam menetapkan batas laut teritorial, batas darat, dan batas landas
kontinen Indonesia. Alumni S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1955), ini
berperan banyak dalam perundingan internasional, terutama dengan negara-negara
tetangga mengenai batas darat dan batas laut teritorial itu.
Tahun 1958-1961, dia telah mewakil Indonesia pada
Konperensi Hukum Laut, Jenewa, Colombo, dan Tokyo. Beberapa karya tulisnya juga
telah mengilhami lahirnya Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia, 1970. Dia
memang seorang ahli di bidang hukum internasional. Selain memperoleh gelar S1
dari FHUI, dia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Yale (Universitas
Yale) AS (1955). Kemudian, dia menekuni program doktor (S3) bidang ilmu hukum
internasional di Universitas Padjadjaran ( lulus 1962).
Dari sejak mahasiswa, terutama setelah menjadi dosen di
FH Unpad Bandung, Mantan Dekan Fakultas Hukum Unpad ini telah menunjukkan
ketajaman dan kecepatan berpikirnya. Ketika itu, dia dengan berani sering
mengritik pemerintah, antara lain mengenai Manifesto Politik Soekarno.
Akibatnya, dia pernah dipecat dari jabatan guru besar Unpad. Pemecatan itu dilakukan
Presiden Soekarno melalui telegram dari Jepang (1962).
Namun pemecatan dan ketidaksenangan Bung karno itu tidak
membuatnya kehilangan jati diri. Kesempatan itu digunakan menimba ilmu di
Harvard Law School (Universitas Harvard), dan Universitas Chicago, Trade of
Development Research Fellowship tahun 1964-1966. Malah kemudian kariernya
semakin melonjak setelah pergantian rezim dari pemerintahan Soekarno ke
pemerintahan Soeharto. (Pemerintahan Soeharto memberi batasan pembagian rezim
ini sebagai Orde Lama dan Orde Baru).
Di pemerintahan Orde baru, sebelum menjabat Menteri Luar
Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV, 29 Maret 1978-19 Maret 1983 dan 19 Maret
1983-21 Maret 1988, menggantikan ‘Si Kancil’ Adam Malik, Mochtar terlebih
dahulu menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II, 28 Maret 1973-29
Maret 1978. Namun tampaknya dia lebih menunjukkan kepiawian dalam jabatan Menlu
dibanding Menkeh.
Di tengah kesibukannya sebagai Menlu, dia sering kali
menyediakan waktu bermain catur kegemarannya, terutama pada perayaan hari-hari
besar di departemen yang dipimpinnya. Bahkan pada akhir tahun 1985, ia terpilih
menjadi Ketua Umum Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi).
Pendidikan[sunting | sunting sumber]
S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta (1955)
S2 Sekolah Tinggi Hukum Yale, Amerika Serikat (1958)
S3 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung (1962)
S3 Universitas Chicago, Amerika Serikat (1966)
Karier[sunting | sunting sumber]
Wakil Indonesia pada Konperensi Hukum Laut, Jenewa,
Colombo, Tokyo (1958-1961)
Wakil Indonesia pada Sidang PBB mengenai Hukum Laut,
Jenewa dan New York
Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran (Unpad), Bandung
Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II (1973-1978)
Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1983
dan 1983-1988)
Prang Vietnam |
Perang Vietnam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum
Diperiksa
Perang Vietnam
Bagian dari Perang Dingin
Suasana Perang Vietnam
Suasana Perang Vietnam.
Tanggal 1957 –
April 30, 1975
Lokasi Asia
Tenggara
Hasil Kemenangan
Komunis
Pemerintah Komunis berkuasa di seluruh Vietnam, Kamboja,
dan Laos.
Perubahan
wilayah Bersatunya
Vietnam.
Pihak yang terlibat
Flag of South Vietnam.svg Republik Vietnam
Amerika Serikat
Korea Selatan
Thailand
Australia
Selandia Baru
Filipina Flag of North Vietnam.svg Republik
Demokratik Vietnam
FNL Flag.svg Front Nasional untuk Pembebasan Vietnam
Selatan
Republik Rakyat
Tiongkok
Korea Utara
Kekuatan
~1.830.000 (1968) ~781.000
(1968)
Korban
Flag of South Vietnam.svg RV
tewas: 220.357-313.000
terluka: 1.170.000
Amerika Serikat
tewas: 58.209
terluka: 153.303
Korea Selatan
tewas: 5.000
terluka: 11.000
Australia
tewas: 520
Flag of North Vietnam.svg FNL Flag.svg RDV/FNKV
tewas: 600.000
terluka: 600.000
Republik Rakyat
Tiongkok
tewas: 1.100
terluka: 4.200
Sipil (warga Vietnam): 1.000.000
Perang Vietnam, juga disebut Perang Indochina Kedua,
adalah sebuah perang yang terjadi antara 1957 dan 1975 di Vietnam. Perang ini
merupakan bagian dari Perang Dinginantara dua kubu ideologi besar, yakni
Komunis dan Liberal.
Dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam
(Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika
Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina
bersekutu dengan Vietnam Selatan, sedangkan USSR dan Tiongkok mendukung Vietnam
Utara yang merupakan negara komunis.
Jumlah korban yang meninggal diperkirakan adalah 280.000 di
pihak Selatan dan 1.000.000 di pihak Utara.
Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga
Vietnam ke negara lain, terutamanya Amerika Serikat, Australia dan
negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan
komunitas Vietnam yang cukup besar.
Setalah berakhirnya perang ini, kedua Vietnam tersebut
pun bersatu pada tahun 1976.
Prang Vietnam |
Salah satu korban paling terkenal dari Perang Vietnam
adalah Kim Phuc
Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Vietnam dijajah oleh Tiongkok sejak tahun 110 SM sampai
mencapai kemerdekaan pada tahun 938. Setelah bebas dari belenggu penjajahan
Tiongkok, Vietnam tidak berhenti menentang serangan pihak asing.
Pada abad ke-19, Vietnam menjadi wilayah jajahan
Perancis. Perancis menguasai Vietnam setelah melakukan beberapa perang kolonial
di Indochina mulai dari tahun 1840-an. Ekspansi kekuasaan Perancis disebabkan
keinginan untuk menyaingi kebangkitan Britania Raya dan kebutuhan untuk
mendapatkan hasil bumi seperti rempah-rempah untuk menggerakkan industri di
Perancis untuk menyaingi penguasaan industri Britania Raya.
Semasa pemerintahan Perancis, golongan rakyat Vietnam
dibakar semangat nasionalisme dan ingin kemerdekaan dari Perancis. Beberapa
pemberontakan dilakukan oleh banyak kelompok-kelompok nasionalis, tetapi usaha
mereka gagal. Pada tahun 1919, semasa Perjanjian Versailles dirundingkan, Ho
Chi Minh meminta untuk bersama-sama membuat perundingan agar Vietnam dapat
merdeka. Permintaannya ditolak dan Vietnam dan seluruh Indochina terus menjadi
jajahan Perancis.
Kelompok Viet Minh akhirnya mendapat dukungan populer dan
berhasil mengusir Perancis dari Vietnam. Selama Perang Dunia II, Vietnam
dikuasai oleh Jepang. Pemerintah Perancis Vichy bekerjasama dengan Jepang yang
mengantar tentara ke Indochina sebagai pasukan yang berkuasa secara de facto di
kawasan tersebut. Pemerintah Perancis Vichy tetap menjalankan pemerintahan
seperti biasa sampai tahun 1944 ketika Perancis Vichy jatuh setelah tentara
sekutu menaklukan Perancis dan jendral Charles de Gaulle diangkat sebagai
pemimpin Perancis.
Setelah pemerintah Perancis Vichy tumbang, pemerintah
Jepang menggalakkan kebangkitan pergerakan nasionalis di kalangan rakyat
Vietnam. Pada akhir Perang Dunia II, Vietnam diberikan kemerdekaan oleh pihak
Jepang. Ho Chí Minh kembali ke Vietnam untuk membebaskan negaranya agar tidak
dijajah oleh kekuasaan asing. Ia menerima bantuan kelompok OSS (yang akan
berubah menjadi CIA nantinya).
Pada akhir Perang Dunia II, pergerakan Viet Minh di bawah
pimpinan Ho Chí Minh berhasil membebaskan Vietnam dari tangan penjajah, tetapi
keberhasilan itu hanya untuk masa yang singkat saja. Pihak Jepang menangkap
pemerintah Perancis dan memberikan Vietnam satu bentuk “kemerdekaan” sebagai
sebagian dari rancangan Jepang untuk "membebaskan" bumi Asia dari
penjajahan barat. Banyak bangunan diserahkan kepada kelompok-kelompok
nasionalis.
Perang Kamboja-Vietnam
Dari Wikipedia bahasa ×Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum
Diperiksa
Perang Kamboja-Vietnam
Bagian dari Perang Indochina Ketiga
H 4 ill 639759 cambodia-phnom penh-1979-61.jpg
Pasukan Vietnam memasuki kota ×Phnom Penh tahun 1979.
Tanggal Mei
1975-Desember 1989
Lokasi Kamboja
Hasil Kemenangan
Vietnam
Vietnam menduduki Kamboja
Berbagai faksi ×Kamboja terus berselisih.
Pihak yang terlibat
Bendera Vietnam
Republik Sosialis Vietnam
Flag of Democratic Kampuchea.svg
Demokratis Kampuchea, FUNCINPEC
Komandan
Bendera Vietnam Văn Tiến Dũng Flag of Democratic Kampuchea.svg Pol Pot
Kekuatan
150.000+ tentara Vietnam
20.000 KNUFNS 70.000+
Korban
10.000? 30.000?
Perang Kamboja-Vietnam (Vietnam: Chiến dịch phản công
biên giới Tây-Nam Việt Nam) adalah konflik yang terjadi antara Republik
Sosialis Vietnam dan Kamboja. Perang ini dimulai dengan invasi dan pendudukan
Vietnam terhadap Kamboja dan penurunan Khmer Merah dari kekuasaan.
Konflik ini juga mengemukakan bagaimana perpecahan
Tiongkok-Soviet telah merusak pergerakan komunis. Partai Komunis Vietnam
memihak kepada Uni Soviet, sementara Partai Komunis Kamboja tetap setia dengan
Republik Rakyat Tiongkok.
Ads by OffersWizard×Perang ini dimulai dengan
kekhawatiran ×Demokratik Kampuchea yang pada saat itu dibawah pimpinan Pol Pot
akan meluasnya pengaruh ×Vietnam setelah kemenangan ×Vietnam pada Perang
Vietnam. Kekhawatiran ini didasarkan atas keinginan ×Vietnam untuk menyatukan
kawasan ×Indochina dalam suatu negara dibawah kekuasaan Vietnam. Dibawah
kekhawatiran tersebut, ×Demokratik Kampuchea melancarkan aksi untuk
menetralisir tentara ×Vietnam di sekitar perbatasan Vietnam-Kamboja. Atas
aksinya, ×Vietnam membalas dengan melancarkan invasi melawan ×Demokratik
Kampuchea yang menyebabkan keruntuhan ×Demokratik Kampuchea yang kemudian
diganti oleh negara boneka Vietnam, Republik Rakyat Kampuchea. Pendudukan
Vietnam berakhir setelah tekanan internasional serta reformasi politik Vietnam.
Tentara Vietnam terakhir keluar ×Kamboja pada tahun 1992.(Bersambung)
No comments:
Post a Comment