Berdoa dan berzikir di Mina |
Perjalanan Yang belum selesai (146)
(Bagian ke seratus empat puluh enam, Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 16 Oktober 2014, 02.43 WIB)
Hari ini adalah hari kedua saya melakukan cuci darah (Hemo
dialisys) di Rumah Sakit dr. Esnawan Atariksa Halim Perdana Kusumah, Jakarta
Timur.
Berbeda dengan hari Pertama, Sabtu pekan lalu, cuci darah
berjalan selama tiga jam lancar saja , namun cuci darah hari kedua Rabu siang ini
usai cuci darah saya jalan agak sempoyongan , bahkan muntah. Katanya sebelum
cuci darah kita harus makan dulu agar badan fit dan tidak sempoyongan (Pusing)
Tapi banyak yang cerita, tiga bulan pertama cuci darah
kita agak empoyongan usai cuci darah.
Saya memilih Rumah Sakit Esnawan Antariksa, karena
rekomendasi dr. penyakit dalam dr Salman di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok. Di
rumah sakir Tugu Ibu walaupun kini memiliki mesin cuci darah, namun belum
memiliki dokter anastesi yang bisa memasang semino, alat saluran ke darah agar
kita tidak harus disuntik ketika suster mencari saluran darah dalam prosescuci
daram.
Biasanya tiga bulan pertama semino di pasang dekat leher,
dan setelah itu di pasang di lengan.
Selasa Lalu saya menemui dr Penyakit Dalam (dr anastesi)
RS Esnawan dr Widodo, namun pada hari pertama karena darah tinggi saya mencapai
210, maka dokter tidak berani melakukan operasi, jadi saya di suruh lagi datang
ke esokan harinya bila darah tinggi sudah normal kembali.
Darah tinggi saya biasanya paling tinggi 170/90 namun,
karena saya menyaksikan suster mondar mandir membawa seprai bernoda merah
keluar ruangan dr. widodo semula saya mengira itu adlah darah.
Namun, setelah saya kembali lagi hari Jumat semula darah
tinggi saya tetap tinggi 170/90, hingga dr widodo kasih saya obat darah tinggi
untuk diminum ditempat, dan saya disuruh tidur sebentar di ruang operasi.
Beberapa menit kemudian, dokter Widodo dibantu dua suster
dan asisten doktet mulai melakukan operasi pemasangan semino di leher, setelah
menyuntik bius lokal.
Sebelum operasi suster eter bercerita bahwa sprai bercak
merah itu bukan darah tetapi obat merah betadine,
Setelah 15 menit operasi selesai , dan hari Sabtu aku
mulai menjalani proses cuci darah bersama sekitar 30 orang penderita gagal
ginjal lainnya.
Umumnya penderita gagal ginjal terjadi akibat diabetes
(sakit gula) dan darah tinngi, lainnya bermacam-macam, ada yang keracunan obat,
atau kerap minum obat tanpa resep dokter, minum obat kuat sembarangan, suplemen
obat kuat, soda-soda dan minuman pengawet. Atau makanan tidak sehat.
Di Rumah sakit itu ada yang di cuci darah selama Sembilan
bulan, ada yang sudah 24 tahun, 3 tahun, dari usia30an tahun sampai 80an tahun.
Bahkan seorang pria asal Banung bercerita bahwa ia sudah
tahun keenam cuci darah.
Semula Bapak ini diantar istrinya ke rumah sakit, tapi
dia kini ke rs cuci darah sendiri dan bisa bawa mobil sendiri.
‘’Tiga tahun pertama saya sakit parah, bahkan ketika
dibawa ke rumah sakit saya harus ditandu dibawa dipan roda, kini saya datang
sendiri, biar istri saya ngurus cucu saja di rumah,’’ kata Bapak asal Jawa
Barat ini.
Saya sendiri seperti hal nya cuci darah hari pertama,
dari pada melamun yang tidak-tidak , kalau ngak bisa tidur selama tiga jam di
tempat tidur saya usahakan ‘’berzikir’’ saja.
Mengharap Berkah Melalui Dzikir Kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala
Oleh
Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i
Hakikat dari keberkahan adalah kebaikan yang senantiasa
ada, kontinu, melimpah dan semakin bertambah. Dan semua kebaikan baik yang
bersifat duniawi maupun ukhrawi berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
-sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada bahasan pendahuluan-. Karena
itu, keberkahan tidak boleh diharapkan dan diminta kecuali hanya dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata, atau boleh juga melalui segala sesuatu yang telah
Allah Subhanahu wa Ta’ala titipkan suatu keberkahan kepadanya, yang tentunya
dengan cara yang sesuai dengan syariat (masyruu’). Dan dzikrullaah (dzikir
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) merupakan salah satu sarana dalam mencari
keberkah-an dari-Nya.
Dzikir (mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala) dapat
dilakukan dengan hati (bil qalbi), dan dapat pula dengan lisan (bil lisaan).
Namun yang terbaik (al-afdhal) adalah dengan hati dan lisan sekaligus [1],
tetapi jika dibatasi pilihannya hanya pada salah satu dari keduanya, maka
dengan hatilah yang lebih utama (afdhal)[2] , karena dzikir hati (dzikrul
Qalbi) akan membuahkan pengetahuan (ma’rifah) dan membang-kitkan rasa cinta
(al-mahabbah) dan rasa malu (al-hayaa’), melahir-kan rasa takut (makaafah)
serta menghadirkan rasa pengawasan (muraaqabah) dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala.[3]
Macam-Macam Dzikir
Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya, al-Waabilush
Shayyib menyebutkan tentang jenis-jenis dzikir, bahwa dzikir itu terbagi dua
macam, yaitu:
Pertama : Menyebut Nama-Nama, Sifat-Sifat Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan menyanjung-Nya dengan menggunakan Nama-Nama dan Sifat-Sifat
tersebut, juga mensucikan-Nya dari segala dari segala hal yang tidak layak
untuk disandarkan kepada-Nya. Dan hal ini pun terbagi lagi menjadi dua:
1. Melakukan puji-pujian terhadap Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan menyebut Nama-Nama maupun Sifat-Sifat-Nya.
Bagian inilah yang sering diterangkan dalam hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti, سُبْحَانَ اللهُ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ dan سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ serta لاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ،
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ atau yang lainnya.
Dan yang terbaik (afdhal) dalam bagian ini serta mencakup
segala pujian, adalah سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ خَلْقِهِ. Ini lebih utama (afdhal)
dari sekedar سُبْحَانَ اللهُ. Sebagaimana jika engkau mengucapkan, “الْحَمْدُ للهِ
عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ وَعَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الأَرْضِى وَعَدَدَ مَا
بَيْنَهُمَا، وَعَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ” lebih utama (afdhal) dari sekedar “الْحَمْدُ
للهِ”. Beliau menguatkan pendapat ini dengan menyebutkan beberapa hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Informasi [4] tentang Allah Tabaaraka wa Ta‘aalaa
dengan berbagai kaidah Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya yang sempurna.
Seperti, bahwa Allah Azza wa Jalla mendengar suara-suara
hamba-Nya, melihat gerak-gerik mereka, tidak ada sesuatu pun dari amal mereka
yang tersembunyi, Dia Mahapenyayang kepada mereka, lebih dari orang tua mereka
dan bahwa Dia Mahakuasa atas segala se-suatu, dan yang lainnya.
Kemudian Ibnul Qayyim rahimahullah melanjutkan: “Dan
(cara) yang terbaik dari jenis ini, yaitu pujian kepada-Nya dengan pujian yang
Dia gunakan dalam memuji Diri-Nya sendiri, dan dengan pujian yang Rasul-Nya,
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam gunakan dalam memuji-Nya tanpa tahriif
(menyimpangkan makna dari Nama dan Sifat-Nya), tanpa ta’thiil (meniadakan
Sifat-Sifat-Nya), tanpa tasybiih (menye-rupakan Zat dan Sifat-Nya dengan zat
dan sifat makhluk-Nya) dan tanpa tamtsiil (menyamai Zat dan Sifat-Nya dengan
zat dan sifat makhluk-Nya).
Lalu beliau menyebutkan beberapa jenis yang lain lagi,
dan berkata:
Kedua, menyebut dan mengingat perintah, larangan dan
hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jenis ini pun terklasifikasi menjadi dua macam:
1. Menyebut dan mengingat hal-hal tersebut sebagai
informasi dan pemberitahuan dari-Nya, bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan
hal ini, melarang hal itu, suka pada hal ini, murka pada hal itu, serta ridha
terhadap hal yang demikian.
2. Menyebut dan mengingat perintah-Nya kemudian bersegera
merealisasikannya, atau menyebut dan mengingat larangan-Nya kemudian bersegera
menjauhkan diri darinya.
Beliau melanjutkan: “Dan termasuk dari berdzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan menyebut-nyebut karunia dan nikmat-Nya,
kebaikan-Nya, bantuan-Nya dan segala pemberian-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Maka, semuanya ada lima macam dzikir.”[5]
Kesimpulannya adalah, berdzikir kepada Allah Ta‘ala
terbagi menjadi: Menyebut Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya Ta‘ala, yang sengaja
digunakan untuk berdzikir maupun yang bersifat pengkabaran. Dan mengingat
perintah dan larangan-Nya beserta hukum-hukum-Nya, baik yang bersifat ucapan
(qaulan) maupun prakteknya (‘amalan), dan menyebut-nyebut nikmat-nikmat-Nya dan
kebaikan-kebaikan-Nya kepada makhluk-Nya.
Maka, dibolehkan mencari berkah dengan dua dzikir yang
tersebut di atas tadi, dengan jenis-jenis dan macam-macamnya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan petunjuk kepada kita agar
membaca dzikir dan wirid-wirid yang disyariatkan baik yang umum maupun khusus,
dan terikat oleh tempat, waktu maupun keada-an, seperti dzikir yang
disyariatkan dalam shalat, sesudah adzan, haji dan berbagai ibadah lain, juga
seperti dzikir-dzikir siang dan malam yang telah masyhur, contohnya dzikir pagi
dan sore, saat tidur, mengendarai kendaraan, saat berpakaian, dan selainnya.
Begitu pun pada saat tertentu dan kondisi-kondisi tertentu yang berbeda-beda
serta pada seluruh keadaan seorang Muslim.
Lafazh dzikir tertera dan termaktub dalam buku-buku
Sunnah, dan sebagian ulama telah memisahkan pembahasan dzikir tersebut dalam
buku yang tersendiri. Yang paling populer dan terbaik adalah kitab al-Adzkaar
yang ditulis oleh Imam Nawawi rahimahullah. Adapun hukum berdzikir tersebut
adalah beragam, ada yang wajib seperti dzikir-dzikir shalat, contohnya tasbih
saat ruku’ dan sujud, serta selainnya. Begitu juga ada yang Sunnah, kelompok
inilah yang terbanyak dari yang sebelumnya.
Menyebut Nama-Nama Allah Ta‘ala Adalah Salah Satu Bentuk
Dzikir
Termasuk dalam kategori dzikir adalah menyebut Nama Allah
Subhanahu wa Ta’ala saat akan berbicara dan bekerja. Tasmiyyah (mengucapkan بِسْمِ
اللهِ) ini disunnahkan di awal setiap perkataan maupun perbuatan.[6] Artinya,
“Aku memulai dengan menyebut Nama Allah (bi tasmiyyatillaah) sebelum aku
berkata maupun aku berbuat.” Di antara hikmah dari dzikir ini adalah memperoleh
keberkahan yang bersifat ukhrawi maupun duniawi pada hal-hal tersebut, serta
menghalangi kerusakan-kerusakan dan keburukan darinya, dengan kemuliaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan pertolongan-Nya.
Setelah memberikan contoh-contoh bagi hal tersebut,
al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yang disyariatkan adalah menyebut
Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala pada saat akan melakukan hal-hal tersebut di
atas, dengan maksud untuk mengharap berkah, percaya, optimis dan berharap
sebagai penolong, agar Allah berkenan menyempur-nakannya serta menerimanya.”[7]
Dan di antara perkara-perkara yang disyariatkan bertasmiyyah (menyebut Nama
Allah) padanya adalah pada saat berkurban dan berburu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak
disebut Nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam
itu adalah suatu kefasikan...” [Al-An‘aam: 121]
Dan juga firman-Nya:
فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
عَلَيْهِ
“...Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan
sebutlah Nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya)...” [Al-Maa-idah:
4]
Serta pada saat berwudhu’, mandi, tayammum,[8] dan juga
pada saat masuk dan keluar masjid. Juga saat makan dan minum, sebagaimana yang
disebutkan dalam ash-Shahiihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), dari
‘Umar bin Abi Salamah[9] Radhiyallahu anuma berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku:
"يَا غُلاَمُ سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ!"
“Wahai pemuda sebutlah dengan Nama Allah dan makanlah
dengan tangan kananmu!”[10]
Di dalam beberapa kitab Sunan dari ‘Aisyah Radhiyallahu
anhuma berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا، فَلْيَقُلْ: بِسْمِ
اللهِ فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ."
“Jika salah seorang diantara kalian makan, maka
ucapkanlah bismillaah (dengan Nama Allah). Namun bila ia lupa, maka ucapkanlah
bismillaahi fii awwalihi wa aakhirihi (dengan Nama Allah di awal dan
akhirnya).” [11]
Dan juga di antaranya adalah tasmiyyah ketika akan masuk
dan keluar rumah, ketika akan tidur, akan jima', dan selainnya. Demikian pula
basmalah (yaitu mengucapkan بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ) disyariatkan
di saat akan membaca awal dari surat-surat dalam al-Qur-an kecuali pada surat
Bara-ah (at-Taubah).
Sebagian ulama telah menyebutkan beberapa alasan
melakukan hal tersebut, diantaranya dalam rangka bertabarruk (meng-harap
berkah) dengannya. Demikian pula telah disepakati oleh para ulama umat, agar
menuliskannya pada permulaan buku-buku maupun surat.
Shalawat Atas Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Dan termasuk pula dalam dzikir kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah, shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia
merupakan bagian dari dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ungkapan
syukur kepada-Nya, serta mengakui nikmat-Nya terhadap hamba-Nya dengan mengutus
beliau, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Shalawat atas Nabi adalah hukumnya wajib pada saat
tasyahhud akhir dalam shalat -dengan lafazh yang telah diketahui sesuai menurut
Sunnah- menurut pendapat yang lebih tepat dari dua pendapat ulama yang ada.[12]
Shalawat tersebut juga disyari’atkan dalam berbagai kondisi, sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim bahwasanya (shalawat ini) disyari’atkan
dalam 40 kondisi dengan beserta dalil-dalilnya dalam kitab beliau, Jalaa-ul
Afhaam fiish Shalaah was Salaam ‘alaa khairil Anaam.[13] Di antaranya adalah
shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disebutkan namanya,[14]
di awal-awal do’a serta akhirnya, pada hari Jum’at, dan selainnya.
Adapun dalil disyariatkannya adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepada-nya.” [Al-Ahzab: 56]
Serta hadits-hadits yang menganjurkannya, memperbanyak jumlahnya
serta mengungkapkan keutamaan-keutamaannya adalah sangat banyak sekali.[15]
Saya nukilkan di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
"مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
عَشْرًا."
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka
Allah akan bershalawat[16] padanya 10 kali.”[17]
Dan disebutkan pada dalam kitab-kitab Sunan dari Anas
Radhiyallahu anhu dengan lafazh:
"صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ
عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ."
“Niscaya Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali dan
di-hapus darinya 10 kesalahan dan diangkat baginya 10 derajat.”[18]
[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu,
Judul dalam Bahasa Indonesia Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr.
Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
DZIKIR KUNCI KEBAIKAN
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi
Tidak diragukan lagi, setiap orang ingin mendapat
kebaikan dan dijauhkan dari kemudharatan. Namun tidak semua orang menyadari dan
mau bersungguh-sungguh dalam mencapai keinginannya itu. Padahal Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah menjelaskan kunci-kunci kebaikan tersebut dalam wahyunya secara
gamblang dan tegas. Kunci kebaikan itu adalah dzikir kepada Allah (dzikrullah).
URGENSI DAN KEDUDUKAN DZIKIR
Dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang dapat
mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabb-nya. Ia merupakan kunci semua
kebaikan yang diinginkan seorang hamba di dunia dan akhirat. Kapan saja Alah
Subhanahu wa Ta'ala memberikan kunci ini kepada seorang hamba, maka Allah
Subhanahu wa Ta'ala menginginkan ia membukanya. Dan jika Allah menyesatkannya,
maka pintu kebaikan terasa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana,
bingung, pikiran kalut, depresi, lemah semangat dan keinginannya. Apabila ia
menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah, maka hatinya akan
tenang, sebagaimana firman Allah :
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ
أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. [Ar Ra’du/13 :28].
Dan ia akan mendapat keutamaan serta faidah yang sangat
banyak di dunia dan akhirat.[1]
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan
dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ
وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ
وَالصَّآئِمِينَ وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ
اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. [Al-
Ahzaab/33 :35].
Dan firmanNya:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. [Al-Ahzaab/33 :41].
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ
ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا
فِي الدُّنْيَا وَمَالَهُ فِي اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka
berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek-moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak
dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang mendo'a: "Ya, Rabb kami.
Berilah kami kebaikan di dunia," dan tiadalah baginya bahagian (yang
menyenangkan) di akhirat. [Al- Baqarah/2 :200].
Demikian juga dalam banyak hadits, Rasulullah telah
menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir bagi diri seorang
muslim, diantaranya:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا
يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Dari Abu Musa , ia berkata: Telah bersabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, ”Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah
dan yang tidak berdzikir, (ialah) seperti orang yang hidup dan mati.” [2]
Dan hadits Beliau yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ
جُمْدَانُ فَقَالَ سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ
Dari Abu Hurairah, Beliau berkata,”Al mufarridun telah
mendahului,” mereka bertanya,”Siapakah al mufarridun, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab,”Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir.” [3]
Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan
Rasulullah (adzkaar nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi
bagi seorang muslim; sehingga banyak ditulis kitab dan karya tulis yang
beraneka ragam tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan
untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari’atkannya; karena
dzikir merupakan bagian dari ibadah. Dan ibadah hanyalah dibangun di atas dasar
tauqifiyah (berdasar kepada dalil wahyu) dan ittiba’ (mencontoh Rasulullah)’
tidak menuruti hawa nafsu dan kehendak hati semata.
Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata,”Tidak diragukan lagi,
adzkaar (dzikir-dzikir) dan do’a-do’a merupakan ibadah yang utama. Sedangkan
ibadah dibangun di atas dasar tauqifiyah dan ittiba’; tidak menurut hawa nafsu
dan kebid’ahan. Sehingga do’a-do’a dan adzkar nabawiyah merupakan dzikir dan
do’a yang paling harus dicari oleh pencarinya. Pelakunya berada di jalan yang
aman dan selamat. Sedangkan faidah dan hasil yang diperoleh tidak dapat
diungkap dengan kata-kata, dan lisan tidak dapat mencakupnya. Adzkaar yang
lainnya ada kalanya diharamkan atau makruh, atau terkadang berisi kesyirikan
yang banyak tidak diketahui oleh orang bodoh. Permasalahan ini cukup panjang
penjabarannya.
Seseorang tidak diperbolehkan membuat sebuah dzikir atau
do’a yang tidak dicontohkan Rasulullah, dan menjadikannnya sebagai ibadah
ritual yang dilakukan oleh manusia secara rutin, seperti rutinitas shalat lima
waktu. Ini jelas kebid’ahan dalam agama yang dilarang Allah. Berbeda dengan
do’a yang dilakukan seseorang, kadang-kadang tidak rutin dengan tidak
menjadikannya sunnah untuk manusia; maka, jika ini tidak diketahui mengandung
makna yang haram, tidak boleh dipastikan keharamannya. Akan tetapi, terkadang ada
keharaman padanya, sedangkan manusia tidak merasakannya. Ini sebagaimana
seorang berdo’a ketika genting, dengan do’a-do’a yang ia ingat pada waktu itu.
Ini dan yang semisalnya hampir sama. Adapun mengambil wirid-wirid (ma’tsurat,
Pent.) yang tidak disyari’atkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar’i, maka
ini terlarang. Demikian do’a-do’a dan dzikir syar’i, berisi permintaan yang
agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid’ah
yang dibuat-buat, kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas.”[4]
KEUTAMAAN DAN FAIDAH DZIKIR
Keutamaan dan faidah dzikir sangatlah banyak, hingga Imam
Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitabnya Al Wabil Ash Shayyib [5], bahwa dzikir
memiliki lebih dari seratus faidah, dan menyebutkan tujuh puluh tiga faidah di
dalam kitab tersebut. Diantara keutamaan dan faidah dzikir ialah:
Pertama : Dzikir dapat mengusir syetan dan melindungi
orang yang berdzikir darinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.
وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ
كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى
حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ كَذَلِكَ الْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ
مِنْ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ اللَّهِ
Dan Aku (Yahya bin Zakaria) memerintahkan kalian untuk
banyak berdzikir kepada Allah. Permisalannya itu, seperti seseorang yang
dikejar-kejar musuh, lalu ia mendatangi benteng yang kokoh dan berlindung di
dalamnya. Demikianlah seorang hamba, tidak dapat melindungi dirinya dari
syetan, kecuali dengan dzikir kepada Allah.[6]
Ibnul Qayim memberikan komentarnya terhadap hadits ini:
“Seandainya dzikir hanya memiliki satu keutamaan ini saja, maka sudah cukup
bagi seorang hamba untuk tidak lepas lisannya dari dzikir kepada Allah, dan
senantiasa gerak berdzikir; karena ia tidak dapat melindungi dirinya dari
musuhnya, kecuali dengan dzikir kepada Allah. Para musuh hanya akan masuk
melalui pintu kelalaian dalam keadaan terus mengintainya. Jika ia lengah, maka
musuh langsung menerkam dan memangsanya. Dan jika berdzikir kepada Allah, maka
musuh Allah itu meringkuk dan merasa kecil serta melemah sehingga seperti al
wash’ (sejenis burung kecil) dan seperti lalat”.[7]
Manusia, ketika lalai dari dzikir, maka syetan langsung
menempel dan menggodanya serta menjadikannya sebagai teman yang selalu
menyertainya, sebagaimana firman Allah.
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا
فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha
Pemurah (Al Qur'an), Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), maka syetan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. [Az Zukhruf/43 :36].
Seorang hamba tidak mampu melindungi dirinya dari syetan,
kecuali dengan dzikir kepada Allah.
Kedua : Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan
dan depresi, dan dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan
hidup. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ
أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram. [Ar Ra’du/13 : 28].
Ketiga : Dzikir dapat menghidupkan hati. Bahkan, dzikir
itu sendiri pada hakikatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut. Apabila hati
kehilangan dzikir, maka seakan-akan kehilangan kehidupannya; sehingga tidaklah
hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah.
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,”Dzikir bagi hati, seperti air bagi ikan. Lalu bagaimana keadaan ikan
jika kehilangan air?”[8]
Keempat : Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari
adzab Allah; karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar, dan kebaikan
adalah untuk menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya, hal ini dapat
menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ
اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang
lebih menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.[9]
Kelima : Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan dan
karunia Allah yang tidak dihasilkan oleh selainnya, padahal sangat mudah
mengamalkannya; karena gerakan lisan lebih mudah daripada gerakan anggota tubuh
lainnya. Diantara pahala dzikir yang disebutkan Rasulullah adalah:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ
مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ
وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ
ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا
أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ
Barangsiapa mengucapkan (dzikir):
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan pahala
sepuluh budak; ditulis seratus kebaikan untuknya, dan dihapus seratus dosanya.
Juga menjadi pelindungnya dari syetan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada
satupun yang lebih utama dari amalannya, kecuali seorang yang beramal dengan
amalan yang lebih banyak dari hal itu. [10]
Ibnul Qayim berkata,”Dzikir adalah ibadah yang paling
mudah, namun paling agung dan utama; karena gerakan lisan adalah gerakan
anggota tubuh yang paling ringan dan mudah. Seandainya satu anggota tubuh
manusia sehari semalam bergerak seukuran gerakan lisannya, tentulah hal itu
sangat menyusahkannya, bahkan tidak mampu.” [11]
Keenam : Dzikir adalah tanaman syurga [12]. Ini
berlandaskan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
Abdillah bin Mas’ud yang berbunyi.
لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ
أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ
عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Aku berjumpa dengan Ibrahim pada malam isra’ dan mi’raj,
lalu ia berkata,”Wahai, Muhammad. Sampaikan salamku kepada umatmu dan
beritahulah mereka bahwa syurga memiliki tanah yang terbaik dan air yang paling
menyejukkan. Syurga itu dataran kosong (Qai’aan) dan tumbuhannya adalah
(dzikir) Subhanallahi wa la ilaha illallah wallahu Akbar.” [13]
Hal ini juga dikuatkan dengan riwayat lain dari hadits
Abu Ayub Al Anshari yang ada dalam Musnad Ahmad bin Hambal, 5/418.
Ketujuh : Dzikir menjadi cahaya penerang bagi di dunia,
di kubur dan di akhirat. Meneranginya di shirat, sehingga tidaklah hati dan
kubur memiliki cahaya, kecuali seperti cahaya dzikrullah, berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: Dan apakah orang yang sudah mati
kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang
dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya. [Al-An’am/6 : 122].
Begitulah perbandingan antara seorang mukmin dengan
lainnya. Seorang mukmin memiliki cahaya dengan sebab keimanan, kecintaan,
pengenalan dan dzikir kepada Allah, sedangkan yang lain adalah orang yang lalai
dari Allah, tidak mau berdzikir dan tidak mencintaiNya.[14]
Kedelapan : Dzikir menjadi sebab mendapatkan shalawat
dari Allah dan para malaikatNya, sebagaimana firman Allah, yang artinya: Hai
orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepadaNya pada waktu pagi dan petang.
Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikatNya (memohonkan ampunan
untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang
terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. [Al-
Ahzaab/33 : 41-43].
Kesembilan : Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang
dari kemunafikan; karena orang munafik sangat sedikit berdzikir kepada Allah,
sebagiamana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka .
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
nama Allah kecuali sedikit sekali. [An Nisa’/4:142].
Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Abad berkata, ”Bisa
jadi karena hal tersebut, Allah menutup surat Munafiqin dengan firmanNya, yang
artinya: Hai, orang-orang yang beriman. Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka
mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al Munafiquun:9). Karena terdapat padanya
peringatan dari fitnah kaum munafiqin yang lalai dari dzikrullah, lalu
terjerumus dalam kemunafikan. Wal ‘iyadzubillah.
Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Khawarij: “Apakah
mereka munafik ataukah bukan?” Beliau menjawab,”Orang munafik tidak berdzikir
kepada Allah, kecuali sedikit.” Ini merupakan isyarat, bahwa kemunafikan
hanyalah sedikit berdzikir kepada Allah. Berdasarkan hal ini, maka banyak
berdzikir merupakan penyelamat dari nifaq. [15]
Kesepuluh : Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling
suci dan paling tinggi derajatnya, sebagaimana dinyatakan Rasulullah dalam
sabdanya:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ
مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ
وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ
وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik
dan tersuci serta tertinggi pada derajat kalian? Ia lebih baik dari berinfak
emas dan perak, dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian
memenggal kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka menjawab”Ya,”
lalu Rasulullah menjawab,”Dzikrullah.” [16]
Demikian beberapa keutamaan dan faidah yang dapat
diutarakan dalam makalah singkat ini.
ADAB DALAM BERDZIKIR
Berdzikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan dan
diamalkan, diantaranya:
Pertama : Ikhlas dalam berdzikir dan mengharap ridha
Allah.
Kedua : Berdzikir dengan dzikir dan wirid yang telah
dicontohkan Rasulullah; karena dzikir adalah ibadah. Telah lalu penjelasan Ibnu
Taimiyah tentang hal tersebut.
Ketiga : Memahami makna dan maksudnya serta khusyu’ dalam
melakukannya. Ibnul Qayim berkata,”Dzikir yang paling utama dan manfaat, ialah
yang sesuai antara lisan dengan hati dan merupakan dzikir yang telah
dicontohkan Rasulullah. Serta orang yang berdzikir memahami makna dan tujuan
kandungannya.” [17]
Keempat : Memperhatikan tujuh adab yang telah dijelaskan
Allah dalam firmanNya.
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ
الْجَهْرِمِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Dan sebutlah (nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu
pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al
A’raf/7 :205].
Ayat yang mulia ini menunjukkan tujuh adab penting dalam
berdzikir, yaitu:
• Dzikir dilakukan dalam hati, karena hal itu lebih dekat
kepada ikhlas.
• Dilakukan dengan merendahkan diri, agar terwujud sikap
penyembahan yang sempurna kepada Allah.
• Dilakukan dengan rasa takut dari siksaan Allah akibat
lalai dalam beramal dan tidak diterimanya dzikir tersebut. Oleh karena itu,
Allah mensifati kaum mukminin dengan firmanNya:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ
إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka
berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka
akan kembali kepada Rabb mereka. [Al Mu’minun/23 :60].
• Dilakukan tanpa mengeraskan suara, karena hal itu lebih
dekat kepada tafakkur yang baik.
• Dilakukan dengan lisan dan hati.
• Dilakukan pada waktu pagi dan petang. Memang dua waktu
ini memiliki keistimewaan, sehingga Allah menyebutnya dalam ayat ini. Ditambah
lagi dengan keistimewaan lainnya, yaitu sebagaimana disampaikan Rasulullah
dalam sabdanya:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ
بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ
الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ
تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ
وَهُمْ يُصَلُّونَ
Bergantian pada kalian malaikat pada waktu malam dan
malaikat pada waktu siang. Mereka berjumpa di waktu shalat Fajr dan Ashr,
kemudian naiklah malaikat yang mendatangi kalian, dan Rabb mereka menanyakan
mereka, dan Allah lebih tahu dengan mereka: “Bagaimana keadaan hambaKu ketika
kamu tinggalkan?” Mereka menjawab,”Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat,
dan kami datangi mereka dalam keadaan shalat.” [18]
• Larangan lalai dari dzikrullah. [19]
Dengan ini jelaslah keutamaan dzikir sebagai kunci
kebaikan dan adabnya. Mudah-mudahan yang sedikit ini dapat bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 1/Tahun
VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647,
08157579296] (Bersambung)
No comments:
Post a Comment