Perjalanan yang belum selesai (315)
(Bagian ke tiga ratus lima belas), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 18 juli
2015, 22.11.00 WIB)
Halal Bihalal, cara dan budaya Indonesia , apakah ada dalilnya di Al Quran
dan Hadist.
Di Indonesia ada satu cara atau kebiasaan yang sudah menjadi budaya khusus
rakyat Indonesia, yaitu acara Halal Bihalal, atau acara saling memaafkan dalam
satu acara seremonial baik dilakukan pejabat pemerintah dari Presiden sampai
pejabat terendah seperti Kepala Desa atau Lurah.
Bahkan acara Halal Bihalal ini dilakukan berbagai perusahaan baik
perusahaan milik negara (BUMN) maupun swasta.
Apakah dari sisi Allah (Al Quran dan Hadist (sunnah/al-hikmah) ini
dipetintah oleh Allah.
Karena dalam hal ibadah , asalnya adalah Haram kecuali ada perintah dari
Allah, sedangkan dalam urusan dunia, asalnya Halal, kecuali ada perintah
mengharamkannya, seperti makan babi, minum arak (minuman memabukkan) atau
merorok (Fatwa Muhammadiyah di Indonesia) dan Mejelis Ulama Arab Saudi)
mengeluarkan fatwa haramnya merokok berdasarkan dalil Al Quran dan Hadist.
Maaf-Memaafkan Dalam Rangka Hari Raya Disyariatkan?
Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA
Mudah memaafkan, penyayang terhadap sesama Muslim dan lapang dada terhadap
kesalahan orang merupakan amal shaleh yang keutamaannya besar dan sangat
dianjurkan dalam Islam. Allah Azza wa Jalla berfirman.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan perbuatan baik, serta
berpisahlah dari orang-orang yang bodoh. [al-A’raf/7:199]
Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِي الْأَمْرِ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. [Ali
Imran/3:159]
Bahkan sifat ini termasuk ciri hamba Allah Azza wa Jalla yang bertakwa kepada-Nya,
sebagaimana firman-Nya.
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Orang-orang yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (hartanya) baik
di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta
(mudah) memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan. [Ali-Imran/3:134]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khsusus menggambarkan besarnya
keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan di sisi Allah Azza wa Jalla dalam
sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah Allah menambah bagi
seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan
(di dunia dan akhirat)” [1]
Arti bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf di dunia adalah dengan dia
dimuliakan dan diagungkan di hati manusian karena sifatnya yang mudah memaafkan
orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutamaan
di sisi Allah Azza wa Jalla. [2]
MAAF-MEMAAFKAN DI HARI RAYA?
Akan tetapi, amal shaleh yang agung ini, bisa berubah menjadi perbuatan
haram dan tercela jika dilakukan dengan cara-cara yang tidak ada tuntunannya
dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Misalnya , mengkhususkan perbuatan ini pada waktu dan sebab tertentu yang
tidak terdapat dalil dalam syariat tentang pengkhususan tersebut. Seperti
mengkhususkannya pada waktu dan dalam rangka hari raya Idul Fithri dan Idul
Adha.
Ini termasuk perbuatan bid’ah [3] yang jelas-jelas telah diperingatkan
keburukannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan
adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya)
dalam neraka” [4]
Kalau ada yang bertanya : mengapa ini dianggap sebagai perbuatan bid’ah
yang sesat, padahal agama Islam jelas-jelas sangat menganjurkan dan memuji
sifat mudah memaafkan kesalahan orang lain, sebagaimana telah disebutkan dalam
keterangan diatas ?
Jawabnya : Benar, Islam sangat menganjurkan hal tersebut, dengan syarat
jika tidak dikhususkan dengan waktu atau sebab tertentu, tanpa dalil
(argumentasi) yang menunjukkan kekhususan tersebut. Karena, jika dikhususkan
dengan misalnya waktu tertentu tanpa dalil khusus, maka berubah menjadi
perbuatan bid’ah yang sangat tercela dalam Islam.
Sebagai contoh shalat malam dan puasa sunnah yang sangat dianjurkan dalam
Islam. Namun, dua jenis ibadah ini jika pelaksanaannya dikhususkan pada hari
Jum’at, maka dua masalah besar tersebut menjadi tercela dan haram untuk
dilakukan [5], sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لاَ تَخْتَصُّوالَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامِ مِنْ بَيْنَ اللَّيَالِى وَلاََ
تخُصُّوايَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامِ مِنْ بَيْنِ الأَيَامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى
صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at di antara malam-malam lainnya
(melaksanakan) shalat malam, dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at di antara
har-hari lainnya dengan berpuasa, kecuali puasa yang bisa dilakukan oleh salah
seorang darimu. [6]
Inilah yang diistilahkan oleh para ulama dengan nama “bid’ah idhafiyyah”,
yaitu perbuatan yang secara umum dianjurkan dalam Islam, akan tetapi sebagian
kaum Muslimin mengkhususkan perbuatan tersebut dengan waktu, tempat, sebab,
keadaan atau tata cara tertentu yang tidak bersumber dari petunjuk Allah Azza
wa Jalla dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[7]
Contoh lain dalam masalah ini adalah shalat malam yang dikhususkan pada
bulan Rajab dan Sya’ban. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata tentang dua shalat
ini : “Shalat (malam di bulan) Rajab dan Sya’ban adalah bid’ah yang sangat
buruk dan tercela” [8]
Imam Abu Syamah rahimahullah menjelaskan kaidah penting ini dalam ucapannya:
“Tidak diperbolehkan mengkhususkan ibadah-ibadah dengan waktu-waktu (tertentu)
yang tidak dikhususkan oleh syariat, akan tetapi hendaknya semua amal kebaikan
tersebut bebas (dilakukan) di setiap waktu (tanpa ada pengkhususan). Tidak ada
keutamaan satu waktu di atas waktu yang lain, kecuali yang diutamakan oleh
syariat dan dikhsusukan dengan satu macam ibadah…. Seperti puasa di hari Arafah
dan Asyura, shalat di tengah malam, dan umrah di bulan Ramadhan…”[9]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “… Termasuk (contoh) dalam hal ini
bahwa sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan larangan
mengkhususkan bulan Rajab dengan puasa dan hari Jum’at, agar tidak dijadikan
sebagai sarana menuju perbuatan bid’ah dalam agama (yaitu) dengan pengkhususan
waktu tertentu dengan ibadah yang tidak dikhususkan oleh syarat” [10]
MENIMBANG ACARA HALAL BIL HALAL
Termasuk acara yang marak dilakukan oleh kaum Muslimin di Indonesia dalam
rangka saling memaafkan setelah hari raya Idhul Fithri adalah apa yang biasa
dikenal dengan acara Halal bil halal.
Acara ini termasuk perbuatan bid’ah yang tercela dengan alasan seperti yang
kami paparkan diatas. Acara ini tidak pernah dilakukan dan dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi terbaik umat ini, para
sahabat Radhiyallahu anhum, serta para imam ahlus sunnah yang mengikuti jalan
mereka dengan baik. Padahal mereka adalah orang-orang yang telah dipuji
pemahaman dan pengamalan Islam mereka oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar (para sahabat) dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada
Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang benar. [at-Taubah/9 : 100]
Dan dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda : Sebaik-baik umatku adalah generasi yang aku diutus di masa mereka
(para Sahabat), kemudian generasi yang datang setelah mereka, kemudian generasi
yang datang setelah mereka. [11]
Disamping itu acara ini ternyata berisi banyak kemungkaran dan pelanggaran
terhadap syariat Allah Azz wa Jalla, diantaranya :
1. Terjadinya ikhtilath (bercampur baur secara bebas) antara laki-laki
dengan perempuan tanpa ada ikatan yang dibenarkan dalam syariat. Perbuatan ini
jelas diharamkan dalam Islam, bahkan ini merupakan biang segala kerusakan di
masyarakat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku tidak meninggalkan
setelahku fitnah (keburukan/kerusakan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki
melebihi (fitnah) kaum perempuan” [12]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mejelaskan hal ini dalam ucapan beliau :
“Tidak diragukan lagi bahwa membiarkan kaum perempuan bergaul bebas dengan kaum
laki-laki adalah biang segala bencana dan kerusakan, bahkan ini termasuk
penyebab (utama) terjadinya berbagai malapetaka yang merata. Sebagaimana ini
juga termasuk penyebab (timbulnya) kerusakan dalam semua perkara yang umum
maupun yang khusus. Pergaulan bebas merupakan sebab berkembang pesatnya
perbuatan keji dan zina, yang ini termasuk sebab kebinasaan massal (umat
manusia) dan munculnya wabah penyakit-penyakit menular yang berkepanjangan”
[13]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah lebih menegaskan hal ini dalam
ucapan beiau : “Dalil-dalil (dari al-Qur’an dan hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam) secara tegas menunjukkan haramnya (laki-laki) berduaan dengan
perempuan yang tidak halal baginya, (demikian pula diharamkan) memandangnya,
dan semua sarana yang menjerumuskan (manusia) ke dalam perkara yang dilarang
oleh Allah Azza wa Jalla. Dalil-dalil tersebut sangat banyak dan kuat
(semuanya) menegaskan keharaman –ikhtilath (bercampur baur secara bebas antara
laki-laki dengan perempuan kepada perkara (kerusakan) yang sangat buruk
akibatnya” [14]
2. Bersalaman dan berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang tidak
halal baginya (bukan mahramnya).
Perbuatan ini sangat diharamkan dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk
dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang
perempuan yang tidak halal baginya” [15]
3. Kehadiran para wanita yang besolek dan berdandan seperti dandanan
wanita-wanita Jahiliyah.
Ini juga diharamkan dalam Islam, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Dan hendaklah kalian (wahai kaum perempuan Mukminah) menetap di rumah-rumah
kalian dan janganlah kalian bertabarruj (bersolek dan berhias) seperti
(kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu. [Al-Ahzab/33 : 33]
Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan
mengikutinya (menghiasinya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaannya
yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah) adalah ketika dia berada di dalam
rumahnya” [16]
PENUTUP
Demikianlah pemaparan ringkas tentang hukum saling maaf-memaafkan dalam
rangka hari raya. Wajib bagi setiap muslim untuk meyakini bahwa semua sesuatu
yang dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla semua itu telah dijelaskan dan dicontohkan dengan lengkap oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam petunjuk yang beliau bawa.
Sahabat yang mulia Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami dalam
keadaan tidak ada seekor burungpun yang mengepakkan kedua sayapnya di udara
kecuali beliu Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kami ilmu
tentang hal tersebut”. Kemudian Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
مَا بَقِيَ شَيءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَا عِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ
وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
Tidak ada (lagi) yang tertinggal sedikit pun dari (ucapan’perbuatan) yang
bisa mendekatkan (kamu) ke surga dan menjauhkan (kamu) dari neraka, kecuali
semua itu telah dijelaskan kepadamu” [17]
Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa melimpahkan taufiq-Nya kepada kita
semua untuk selalu berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah dan menjauhi segala
sesuatu yang menyimpang dari sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai
di akhir hayat kita. Amin
Ya Allah, wafatkanlah kami di atas agama Islam dan di atas sunnah
(petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [18]
Wallahu a’lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
No comments:
Post a Comment