!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, August 8, 2014

Komisi Pemilihan Umum (KPU) lakukan pelanggaran hukum buat surat edaran buka kotak suara, padahal belum ada perintah Mahkamah Konstitusi


Hatta=Prabowo
 Komisi Pemilihan Umum (KPU) lakukan pelanggaran hukum buat surat edaran buka kotak suara, padahal belum ada perintah Mahkamah Konstitusi




Esensi pelaporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bisa membuktikan adanya pelanggaran hukum yang berat di ranah penegakan demokrasi.

"Sudah sewajarnya kalau pasangan Prabowo-Hatta mengajukan persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi karena memang ada pelanggaran hukum," kata praktisi hukum Siraj El Munir, Jumat (8/8/2014).‎

Siraj melihat adanya upaya terstruktur dan sistematis KPU dalam penghitungan suara yang merugikan pasangan Prabowo-Hatta. Indikasinya dapat dilihat dengan adanya surat edaran untuk membuka kotak suara. Padahal, ‎kotak baru dapat dibuka apabila ada instruksi dari MK.

Siraj mengatakan, langkah yang ditempuh Prabowo dan Hatta untuk menarik diri sudah benar karena dari sisi hukum berarti penyelenggaraan Pilpres dianggap telah terjadi pelanggaran.

Menurut dia, penarikan diri itu sudah legitimasi karena pada saat bersamaan pasangan Prabowo Hatta juga melakukan upaya hukum, beda kiranya kalau penarikan diri dilakukan saat proses pilpres berlangsung.

"Saya melihat upaya yang ditempuh Prabowo-Hatta sudah sesuai dengan tahapan Pemilu serta dilindungi Undang-Undang," kata Siraj.

Sementara itu pada sidang MK hari ini, ‎tim hukum Prabowo-Hatta menguatkan bahwa aksi pembukaan kotak suara harus ditindak secara pidana karena alat bukti yang diajukan tak kuat. "Perbuatan membuka kotak suara merupakan pelanggaran melawan hukum, alat bukti yang diajukan terkait pembukaan kotak dinyatakan tidak sah," kata salah satu anggota Tim Hukum Prabowo-Hatta, Didi Supriyadi.

Padahal, pembukaan kotak hanya bisa dilakukan oleh KPPS sebelum pemungutan suara oleh PPS saat pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat desa atau PPK saat rekapitulasi suara. Langkah itu juga berhak dilakukan oleh PPK saat rekap di tingkat kecamatan maupun anggota KPU kabupaten/kota.

"Selain kondisi tersebut di atas, tidak ditemukan ketentuan dalam UU yang membuka ruang bagi KPU untuk membuka suara setelah penetapan Pilpres," kata Didi.

Karena itu, dia menilai perintah KPU untuk membuka kotak suara melalui surat edarannya pada 25 Juli 2014 tidak dapat dibenarkan menurut hukum, karena seluruh tahapan Pilpres telah selesai. "Seluruh kotak suara yang berisi dokumen pemilu yang tidak dapat dibuka lagi, selain perintah MK," tegas Didi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkomentar melalui akun Youtube miliknya tentang sidang gugatan pemilu presiden 2014 yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Yang menjadi persoalan saat ini, MK masih bersidang dan belum memberikan putusan atas apa yang diadukan oleh pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa," kata SBY seperti dikutip Okezone dalam akun Youtube miliknya, Jumat (8/8/2014).

Dalam video berjudul "Apa tanggapan Presiden SBY terhadap proses transisi capres terpilih" SBY menyerukan semua pihak untuk bersabar dan menunggu keputusan MK.

“Oleh karena itu saya mengulangi seruan saya beberapa saat lalu, semua pihak harus bersabar terlebih dahulu," tukas SBY dalam video berdurasi 14.49 menit ini.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menutup sidang kedua gugatan yang diajukan Prabowo-Hatta terkait sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Sidang akan dilanjutkan Senin 11 Agustus 2014, pukul 09.00 WIB dengan agenda pembuktian keterangan saksi dari termohon, pihak terkait dan pemohon.

"Sidang selanjutnya adalah pemeriksaan saksi termohon 25 orang, saksi pihak terkait 25 orang, saksi pemohon 25. 75 saksi dulu, nanti digeser lagi, kalau sudah selesai," kata Hamdan di ruang sidang Gedung MK, Jumat (8/8/2014) malam.

Dia pun mengingatkan agar seluruh pihak dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, untuk dapat menghadirkan tambahan saksi yang diperlukan. "Makin banyak pihak makin baguslah," imbuhnya.

"Dari pagi sampai sore. Mudah-mudahan tidak sampai malam seperti ini. Tadi kita layani juga sampai kapanpun, kan pengadilan melayani kapanpun," tutup Hamdan.

Ketua Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, mengkritik pembentukan tim transisi pemerintahan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Aqil menyebut hal itu tidak etis dilakukan.

"Presiden kan masih SBY sampai Oktober, hormati beliau ini agar jangan sampai merasa terganggu sebagai presiden," katanya dikantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (8/8/2014).

Apalagi, saat ini hasil rekapitulasi suara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memenangkan pasangan Jokowi-JK tengah berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, Jokowi-JK lebih disarankan lebih bersabar hingga MK memutuskan mengabulkan atau menolak gugatan yang dilayangkan pasangan Prabowo-Hatta.

"Tunggu keputusan MK," tegasnya.

Seperti Diketahui, Jokowi-JK membentuk tim transisi untuk merancang strategi menjabarkan visi misi dan janji-janji Jokowi serta menyusun sebuah kelembagaan dalam pemerintahan, mulai dari kabinet hingga kebijakan lainnya.


 Pakar hukum tata negara, Margarito Khamis, menyatakan peluang Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan tuntutan Prabowo-Hatta mengenai pemilihan suara ulang (PSU) terbuka lebar.

Berdasarkan sejumlah perbaikan materi gugatan dan keterangan saksi-saksi yang diajukan pada sidang lanjutan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden hari ini, MK punya dasar kuat untuk memerintahkan KPU melakukan PSU sebagaimana dimohonkan kubu Prabowo.

"Saya tidak dapat memprediksi persisnya apa keputusan MK nanti. Apakah menetapkan kemenangan Prabowo atau memerintahkan pemilihan ulang. Tapi peluang pemilihan suara ulang sangat terbuka," tutur Margarito saat dihubungi di Jakarta, Jumat (8/8/2014).

Margarito yang mengaku menonton jalannya persidangan sengketa Pilpres di MK, melihat kubu Prabowo bisa membuktikan sangkaan-sangkaan mereka terhadap KPU.

"Saksi-saksi satu sampai enam dari Jawa Timur hebat. Mereka bisa mengungkap secara gamblang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penyelenggara Pemilu," lanjutnya.

Pakar hukum yang selalu bicara lugas itu menambahkan, persidangan kedua sengketa Pilpres yang berlangsung hari ini membuktikan klaim kubu Prabowo tentang proses penyelenggaraan Pemilu memiliki dasar dan tidak mengada-ada. Dia berkeyakinan MK akan mengabulkan permohonan dari capres nomor urut satu itu.


Tim Advokasi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mempersoalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuka kotak suara.

Dengan diizinkan pembukaan kotak suara, kubu Prabowo-Hatta mengaku tidak akan bisa membedakan mana kotak suara yang akan dibuka dan mana kotak suara yang sudah dibuka oleh KPU sebelumnya.

Sebab, pada Juli lalu, KPU telah mengirimkan surat edaran kepada KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota, untuk membuka kotak suara. Dan beberapa daerah telah melaksanakannya.

"Kita tidak bisa bedakan mana yang sudah mereka (KPU) buka, mana yang belum, kan kita enggak tahu. Kalu andai kata mereka segel lagi, kan fakta itu ada di mereka kan. Andai kata ditaruh di rumah saya kan itu bisa saya cek. Gitu lho. Ini yang jadi persoalan," kata kuasa hukum pasangan Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (8/8/2014).

"Saya kalau mau bicara puas tidak puas, pasti tidak puas. Tapi paling tidak, MK mau mencoba menunjukkan kalau ada yang salah dari tindakan yang dilakukan KPU itu," pungkasnya.

Sekadar diketahui, Mahkamah Konstitusi mengizinkan KPU mengambil dokumen untuk kelengkapan bukti dari kotak suara yang tersegel. Hal itu tertuang ketetapan Nomor 48/PAN.MK/068/2014.

Mahkamah berpendapat, pembukaan kotak suara meski mengundang saksi, kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) untuk disaksikan.

Mengenai kasus KPU yang membuka kotak suara beberapa waktu yang lalu, MK bakal mempertimbangkan dan akan memutuskan pada sidang putusan nantinya.Okezone


No comments:

Post a Comment