John F Kennedy dan Ir Soekarno |
Perjalanan yang belum selesai
(bagian pertama, Depok,
Jawa Barat, Indonesia, 5 Agustus 2014, 21.30)
Pada tahun 1965 aku masih duduk dibangku Taman
Kanak-Kanak kelas 0 kecil, biasanya Taman Kanak-Kanak ditempuh selama dua
tahun, kelas O kecil dan kelas O besar.
Di kota Balikpapan, yang terkenal disebut kota minyak,
karena dari sejak zaman Belanda kota ini dikelilingi banyak sumur minyak dan
gas, tidak heran di kota ini sejak zaman Belanda sudah terdapat Kilang
Pengolahan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pada tahun ini Partai Komunis Indonesia (PKI) lagi naik
daun, karena dapat perlindungan dari Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno.
Pada waktu Presiden Soekarno berkunkung ke Balikpapan, seperti biasa seluruh
anak sekolah tidak terkecuali anak TK Persit Candra Kirana (yang dikelola
Ibu-ibu para Isteri Tentara) juga dikerahkan menyambut kedatangan Ir.Soekarno.
Walaupun aku tidak sempat bersalaman dengan Ir Soekarno
yang dating diatas mobil terbuka kami mengenakan baju pramuka hanya sempat
melambaikan bendera merah putih kecil, yang disambut IR. Soekarno dengan lambaian
tangan dan senyuman, Itu sudah cukup bagi terkesan Soekarno telah datang
memeluk kami.
Seperti biasa keesokan harinya kami rutin ke bangku
kelas, saya masih ingat salah seorang gurunya nampaknya anngota Gerakan Wanita
Komunis Indonesia (Gerwani) yang mencoba memberikan indoktrinasi komunis sejak
dini.
‘’ Anak –anak hari ini ibu bawa coklat untuk kalian
semua, coklat ini dari siapa dan siapa yang buat, Coklat dari Ibu Guru yang
buat pabrik coklat,’’ serentak jawab anak-anak Taman Kanak-Kanak yang rata-rata
berusia 4 tahun sampai enam tahun ini. ‘’Bisa ngak Tuhan kasih Coklat kamu
sekarang,’’. Ngak bisaa.’’ Serentak jawab Para murid.
Taman Kanak-Kanak (TK) ini letaknya disamping kiri pojok
Lapangan Sepakbola Soedirman, sedangkan aku tinggal di Asrama tentara Intendan
(sekarang Bekumdam/Komando Perbekalan TNI Angkatan Darat) di seberang lapangan
Sepak Bola Soedirman (terkenal dengan Sentosa II) bersebelahan dengan pasar
Prapatan.
Aku masih ingat di sepanjang Lapangan Soedirman itu ada
perumahan mewah (menurut ukuran zaman itu, yang banyak ditinggali para Tentara
Rusia (dulu tentara Komunis Uni Soviet) tempat ini memang dijadikan markas
tentara Rusia, karena pada masa ini banyak kapal selam dan kapal perang
berlabuh dipelabuhan Balikpapan.
Orang Utan |
Kami bersama anak-anak TK lainnya kalau pulang dari
sekolah selalu berjalan kaki dan melewati perumahan Tentara Rusia itu, kalau
ada diantara mereka muncul di depan rumah mereka selalu kita melambaikan tangan,
yang dibalas mereka dengan senyuman dan lambaian tangan juga.
Saya masih ingat ketika itu aku tidak sekolah di TK
selama dua tahun, tetapi hanya satu tahun, dari kelas o kecil langsung masuk
Sekolah Dasar Negeri 3 Jalan Lembah kelas satu, letak sekolah tidak jauh dari
TK Persit Kartika Candra Kirana. Aku pun dari rumah selalu berjalan kaki ke
sekolah, setelah dua tiga hari diantar Ayahku aku bisa jalan sendiri ke
Sekolah.
Pada masa itu saya masih ingat liburan sekolah agak
panjang biasanya setiap bulan Ramadhan kami liburan sebulan penuh plus liburan
lebaran, dan setiap liburan panjang ini pula baik sebelum aku sekolah maupun
setelah sekolah aku dijemput nenekku, Aku, kakak perempuan ku dan adikku selalu
dibawa Nenek di rumahnya di kawasan Somber (sungai Wain) dulu ke tempat ini
naik perahu kecil ditempuh dengan berdayung selama 24 jam, kalau musim hujan
karena arus balik air lebih deras ke hulu maka perjalanan bisa lebih lama.
Aku kadang membantu nenek dan dato (Kakek) mendayung
perahu. Aku masih ingat pada masa itu di teluk Balikpapan sebelum masuk Muara
Sungai Somber dan Sungai Wain kita disambut ribuan orang utan yang berloncatan
dengan riangnya dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya. Waktu itu hutan
di sekitar Teluk Balikpapan masih Belantara dan dipenuhi hutan bakau.
Pada tahun 1968 Kami sekeluarga pindah rumah dari Asrama
yang kecil ke rumah agak besar di Kampung Baru Tengah, Rumah panggung berdiri
dengan tiang rumah dari kayu ulin yang tinggi, agar kalau air pasang tidak
menenggelamkan rumah. Aku yang baru kelas 3 Sekalah Dasar pindah ke Sekolah
Dasar Negeri 1 Kampung Baru Tengah.
Aku masih ingat pantai di belakang rumahku masih bersih
dan belum tercemar, sehingga ibuku tidak usah repot-repot membeli ikan di
Pasar, cukup menanti beras natura yang kami peroleh satu karung setiap
bulannya, karena ketika itu dengan anak Sembilan, lima perempuan, empat lelaki
, dapat natura beras seluruhnya (belum dikenal Keluarga Berencana dan
pembatasan Natura Beras).
Ular Piton |
Jadi setiap pagi kalau aku sekolah masuk siang aku mincing
ikan dan menjala kepting rajungan, kalau sekolah masuk pagi dengan hanya pakai
celana dalam aku mendayung perahu kecil ke pinggiran pantai mancing ikan dan
menjala kepiting rajungan, paling sedikit aku membawa berbagai jenis ikan dan
kepiting satu baskom besar sehingga cukup untuk kesebelasan kami (anak Sembilan),
bahkan kalau ada lebih kami kasih ke tetanngga. Jadi walaupun Ayah saya masih
prajurit gaji kecil tapi sandang pangan tercukupi, apalagi Kakakku menjual
gorengan dan es plastik (dulu dikenal es Gaya Baru) di depan rumah
Nenekku ketika itu bertani lading di tengah hutan di
sekitar Sungai Wain, ketika itu setiap menelusuri sungai Wain di sepanjang
sungai itu bergelantungan ribuan Orang Utan dan Ular Pithon yang bergelantungan
melingkar di dahan pohon.
Angkatan Laut Rusia |
Herannya ketika kami mendayang ada saja ular Pithon yang
ke cebur sungai di depan perahu kami. Tapi karena sudah terbiasa kami tidak
terusik dengan bergelantungan Ular Pithon yang kadang satu meter di atas kepala
kita.
‘’Yang penting kita jangan ganggu mereka (Ular-ular Itu),
nasehat datoku suatu hari. Kalau mereka diganggu mereka akan menyerang kita.
Aku masih ingat cerita kakekku kalau dulu ada tentara yang berburu babi dan
rusa di hutan, tapi bukan Babi dan Rusa saja yang dibunuh tapi juga ular-ular
Phiton itu,’’ sehingga Tentara itu tewas ditelan ular phiton sebesar dan
sepanjang pohon kelapa.
Pada tahun 2000 ketika aku bertugas jadi Branch Manager
Perusahaan Asuransi Tugu Mandiri, aku tidak bisa menemui lagi banyak Orang Utan
dan Ular Phiton di Muara Teluk Balikpapan, maupun di sepanjang Sungai Wain kecuali
di kawasan konsevasi hutan Orang Utan di Sungai Wain.
Anak-anak di Kampung Baru Tengah pun sulit mencari ikan
dan kepiting rajungan di sepanjang pinggir pantai, kecuali harus mendayung
perahu agak ke tengah arah Laut Jawa. Pencemaran dan keserakahan manusia telah
merusak keseimbangan alam, karena kabarnya Ular Pithon banyak diburu karena
kulitnya dijual ke pualu Jawa untuk dibuat berbagai ragam pernik seperti tas
dan ikat pinggang terbuat dari kulit ular. (Bersambung)
No comments:
Post a Comment