China-Aceh Jajaki Kemitraan Investasi Migas Senilai 400 Triliun
Pekan ini otoritas pemerintah Aceh mengatakan, beberapa kemitraan investasi sektor pertambangan, minyak dan gas (migas) kembali dibahas bersama, terutama dengan sejumlah perwakilan bisnis yang berasal dari China.
Kalangan pebisnis jaringan global yang berbasis di China berkomitmen menanamkan investasinya senilai Rp 400 Triliun di bidang migas di Aceh.
Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Hukum dan Kerjasama Internasional Dr Adli Abdullah mengatakan Senin (4/8), konsep kemitraan tahap awal yang digagas dan diluncurkan salah satunya pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan alih teknologi antara pelaku usaha lokal di Aceh dengan pihak China .
Dari kerjasama tahap awal diharapkan berlanjut kepada mengembangkan proyek-proyek infrastruktur secara simultan, tambah Adli, termasuk tahap penyediaan lahan, eksplorasi, dan ketersediaan tenaga kerja.
Sekitar 60 orang usahawan China baru-baru ini bertemu Gubenur Dr Zaini Abdullah dan jajaran pejabat kunci di pemda Aceh, pertemuan membahas tiga bidang strategis terkait investasi sektor minyak dan gas (migas), dengan nilai investasi mencapai Rp 400 Triliun.
Delegasi China dijadwalkan segera membangun Kawasan industri modern terpadu setelah pemerintah menyediakan lahan seluas 500 hektar.
Para usahawan China tersebut tergabung dalam sebuah grup bisnis berjaringan global Apex Development (S) PTE LTD.
Beberapa warga Aceh berharap masuknya investasi asing akan membuka lebih banyak peluang kerja baru di Aceh.
Alumni perguruan tinggi lokal Sari Keumala (27) mengatakan, tenaga kerja lokal perlu diprioritaskan dalam berbagai bidang investasi yang akan dikembangkan di Aceh
Sementara itu pengamat sosial Anshari Hasjim mengatakan, kerjsama investasi harus lebih bermanfaat dan adil, sehingga berdampak langsung untuk meningkatkan kesejahteraan warga Aceh.
Salah seorang Koordinator Pemuda Peduli Investasi Hijau (PPIH) Aceh Maimun Saleh mengatakan, investasi yang bersifat eksploitatif dan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan ekosistem yang ada, dapat berakibat kepada bencana yang merugikan Aceh.
Selain China, investasi asing di Aceh terbesar saat ini di bidang minyak dan gas (migas) masih didominasi perusahaan-perusahaan jaringan global yang berkantor pusat di Amerika Serikat dan Kanada.
Sementara investasi sektor energi bersih di Aceh, terutama geothermal, pembangkit energi tenaga uap (PLTU), pembangkit energi tenaga air (PLTA) dan pembangkit tenaga bayu, yang tengah dirintis pembangunannya oleh sejumlah perusahaan multinasional yang berbasis di Jerman, Korea dan Jepang.
Analis mengatakan, tenaga trampil sektor industri migas dan infrastruktur di Aceh masih didatangkan dari luar Aceh. Sementara tenaga lokal (Aceh) hanya mengisi level staf biasa, staf teknik rendahan dan karyawan kontrak.
Menurut analis , Perusahaan-perusahan asing dan mitra untuk proyek gasifikasi di bekas intalasi migas terkemuka di bekas ladang gas Arun kabupaten Aceh Utara diduga hanya merekrut tenaga lokal untuk karyawan rendahan dan buruh kontrakan.
Berdasar dokumen pemerintah Aceh tahun 2012 investasi pihak swasta asing dan nasional di Aceh terus meningkat, terutama disebabkan situasi keamanan yang makin membaik, total swasta asing tertinggi yang terealisasi sampai saat ini masih berkisar Rp 5 hingga Rp 7 triliun . VOA
No comments:
Post a Comment