!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, August 6, 2014

Perjalanan yang belum selesai (4)


Andy F Noya

Perjalanan yang belum selesai (4)

(Bagian keempat, Depok, Jawa Barat, Indonesia, 7 Agustus 2014, -5.36 WIB)


Dari sejak pernah menjadi Pegawai Negeri Sipil tahun 1979, dan pindah profesi menjadi Korektor di Majalah Tempo, kemudian menjadi wartawan di berbagai media mulai dari Kantor Berita LKBN Antara, Majalah Ekonomi Prospek, koreponden Radio Singapore di Jakarta, koresponden Media Jerman, Hager International bekerja jadi wartawan di Media Indonesia saya memperoleh fasilitas menarik bersama saudara Andy F Noya saya mengkoordir para Reporter baik yang berada di Jakarta, maupun para koresponden di seluruh Indonesia.




Fasilitas itu berupa mobil dinas operasional sebagai Chief Reporter, satu lagi mobil kredit hasil barteran iklan sehingga dengan harga subsidi (murah). Belakangan mobil ini ditarik kantor karena perjanjian kredit berlangsung lima tahun, padahal mobil baru dicicil selama empat tahun, pada saat saya mengundurkan diri dari Media Indonesia. Namun beberapa bulan jalan kaki sebagai reporter dan koresponden Radio Singapore dan Hager International saya mampu lagi membeli Mobil Kijang bekas.

Sejak Majalah D&R tutup, saya mencoba bekerja dan melamar dibeberapa perusahaan, termasuk di Surya Citra Televisi dan Di Perusahaan Minyak Total Indonesia. Namun di kedua perusahaan ini saya gagal karena dianggap terkena diabetes.




Kantor Citi Bank di Jakarta

Khusus di Total Indonesia sebenarnya saya sudah lulus tes tertulis dan wawancara untuk jadi Humas untuk ditempatkan di Balikpapan, Kepala Personalia Total Indonesie ketika itu Thomas Djiadji. Karena itulah saya sempat tanda tangani kontrak penerimaan pegawai ,namun bila fit tes kesehatan di Poliklinik kantor Pertamina Pusat lulus baru saya segera ke Balikpapan.

Tapia apa daya, saya dapat surat dari Poliklinik RS Pertamina, bahwa saya Unfit (tidak sehat), karena factor diabetes itu. Jadi saya dua kali mendapat diskriminasi dari SCTV dan dari Perusahaan minyak asal Perancis Total Indonesia, padahal orang yang sudah terkena diabetes sejak lahir saja banyak yang sukses dalam kehidupan sehari-hari, ada yang jadi Dokter dan Pilot.

Khusus Pilot ini, alat suntik insulin di pasang di lengannya yang otomatis menyuntik ke tubuh bila memerlukan insulin . Ada dokter di Jakarta dari sejak lahir sudah disuntik Insulin tapi tetap hidup normal sperti biasa.

Kantor Standard Chartered Bank di Jakarta


Tapi ya sudahlah masing-masing punyak kebijakan sendiri-sendiri, ada yang mengangap Diabetes bagai penyakit menular ada yang menganggap ini bukan penyakit menular hanya gangguan genetic saja yang bisa di manage agar orang yang menderita diabetes sesuai nasehat dokter bisa hidup normal.

Itulah sebabnya ditolaknya bekerja di SCTV dan Total Indonesia ini saya dalam beberapa tahun sempat menganggur trauma membuat lamaran ke perusahaan lain karena sudah terkena diabetes pada tahun 1986.

Karena menganggur, kebetulan selama bekerja di Harian Media Indonesia saya pernah membuat Kartu Kredit Citi Bank yang saya bisa gesek membeli beras di supermarket.
Lama kelamaan karena saya belum bekerja utang kartu kredit saya di Citi Bank terus membengkak. Karena untuk membuat kartu kredit lainnya cujup foto copi Kartu Kredit Citi Bank dan KTP, untuk bayar nyicil kartu Kredit Citi Bank ini saya menggunakan cara ‘’tutup lubang gali lubang’’ dengan cara membuat kartu kredit lain, saya memulainya dengan kartu kredit HSBC, kemudian Standard Chartered Bank dan kemudian mebuat kartu Kredit ANZ Bank,



Kantor HSBC Bank di Jakarta


Jadilah terjerat utang yang bunganya terus berjalan dan saya gagal bayar. Sehingga dalam beberapa tahun para debt Collecotor (Penagih utang) bank asing ini meneror keluarga saya baik lewat telpon maupun dengan cara mendatangi langsung ke rumah.

Agar saya mampu mencicil utang-utang ini sampai rumah saya di Villa Pertiwi, Depok, Jawa Barat saya kontrakkan selama dua tahun, dan saya mengungsi ke rumah Mertua di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Tetap saja diteror dan dikejar-kejar debt collector karena uang hasil kontrakan tidak bisa melunasi lima kartu kredit yang saya miliki.

Pernah suami Ibu Sally yang mengontrak rumah saya dicekik lehernya oleh beberapa orang debt collector yang mengaku dari Citi Bank, dikira suami Ny Sally itu adalah saya, padahal ketika itu saya berada di Ambon bertugas sebagai Communication Specialiast untuk mendamaikan konflik Ambon (lihat ceritanya di Perjalanan belum selesai bagian tiga)



ANZ Bank


Teror dan intimidasi ini sempat memuat isteri saya menserita stress berat sehinga pernah dirawat di rumah sakit dan konon kabarnya isteri saya pernah mengutarakan ke kakak saya untuk mengembalikan saya ke keluarga saya (alias tidak tahan hidup bersama saya karena dililit utang Kartu Kredit dan tidak tahan hidup bersma teror setiap hari sampai badannya terus merosot (kurus).
Kini isteri saya gemuk kembali, karena sejak saya diterima kembali bekerja jadi Redaktur di Business Week dan Pemimpin Redaksi Beijing Oristar Media semua kartu kredit itu kami tutup dan lunasi dengan minta keringanan pembayarannya.

Namun baru beberapa bulan merintis media baru Beijing Oristar Media dan merakan gaji lumayan, saya terkena stroke ketika di atas kereta api baru sampai di stasiun Cikini ketika mau berangkat kerja di kantor di kawasan Jalan Sudirman. Akhirnya karena stroke saya diangap tidak mampu lagi bekerja saya di putuskan hubungan kerja saya (PHK). Padahal saya ketika itu masih membutuhkan biaya untuk membiyai sekolah anak kedua saya yang masih sekolah di SMA Negeri 3, Depok.

Anak pertama saya waktu itu bekerja di Media Asuransi yang kantornya di dekat stasiun cikini, sehingga ketika saya terkena stroke anak saya inilah yang bergegas lari ke Musholla stasiun Cikini, kemudian dengan taksi saya dilarikan ke rumah sakit Sentra Medika, Depok.




PTBA di Tanjung Enim


Untunglah pada waktu itu isteri saya tengah merinis menjual kue singkong dan berbagai macam kue bolu, dan bila menjelang lebaran bayak menerima order mulai dari kue nastar, black forest bolu, kue keju, kastengol dan lain-lain, sehinnga anak saya bisa menyelesikan sekalanya di SMA 3 dan menyelesikan kuliah jurusan Matematik (Major) dan Ekonomi Pertanian (Minor) di Institut Pertanian Bogor . sebenarnya anak kedua saya ini (bungsu) diterima juga di Univeritas Padjadjaran (Unpad) tapi karena biaya kuliah dan kos di Unpad mahal , maka saya anjurkan ke anak saya kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) saja, Alhamdulilah selama kuliah di IPB dia dapat beasiswa dari pemerintah juga dapat beasiswa pribadi Bapak Nada Desa (Nandes) sebesar Rp 500. Ribu perbulan , mudah-mudahan Bapak Nandes mendapat balasan dari Allah SWT atas jasanya itu, dan semoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya (Bapak Nandes belum lama meninggal karena kanker lidah setelah lama berobat di Rumah Sakit Mount Elisabeth, Singapura.

Kini anak bungsu saya ini menjadi rekanan PT Sucofindo bertugas sebagai Risk Management Consultan (Konsultan manajemen resiko) kliennya antara lain PT Batubara Bukit Asam (PTBA Persero) di Tanjung Enim , Sumatera Selatan dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Anak pertama setelah keluar dari Bank Panin kini tengah merintis kerja di tempat lain. (Bersambung)



No comments:

Post a Comment