Perjalanan yang belum selesai (169)
(Bagian ke seratus enam puluh Sembilan, Depok, Jawa
Barat, Indonesia, 27 Desember 2014, 01.43 WIB)
Keliling dunia, tapi belum ke mekah dan madinah
Pada waktu kecil, apalagi masa kanak-kanak saya terutama
liburan sekolah, yang biasanya jatuh pada bulan Ramadhan, tahun 1965-1970 saya
lebih banyak di hutan bersama nenek dan kakek saya di hutan hulu sungai Wain,
Balikpapan , Kalimantan Timur.
Ketika itu pada masa liburan kadang saya ikut nenek
berladang padi dan jagung, sambil sekali-kali ikut berburu kijang dan kancil ke
hutan.
Kadang saya memancing ikan di sungai Wain yang terletak
di samping rumah Nenek, air sungai Wain ketika itu bersih dan banyak ikannya.
Jadi, saya ketika itu karena asyiknya bermain dan
bersenda gurau dengan lingkungan yang masih hutan perawan, yang masih banyak
terdapat ular phyton yang jinak bergelantungan di atas dahan pohon, dan tentu
saja maih terdapat banyak buah rambutan dan durian hutan (orang Kalimantan
disebut Elai) yang kita petik saja dari hutan, karena tidak ada pemiliknya,
memang sudah ada sejak ratusan tahun sebelumnya.
Pokoknya kami tidak akan kelaparan, tidak perlu ada uang
banyak untuk membeli buah-buahan, atau makan daging (kijang), seperti orang
kota. Jadi karena asyik dengan kesibukan ini tidak ada pikiran atau terbesit di
pikiran akan cita-cita melihat kota atau desa lain atau perge ke negeri lainnya
selain Indonesia.
Pertama kali saya ke luar negeri terjadi pada awal tahun
1982 lalu, setelah saya berhenti sebagai pegawai negeri di Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1982), saya berniat melanjutkan kuliah di
California State University, Fresno,USA, setelah melalui transfer kredit selama
tiga tahun kuliah dari Universitas Nasional (UNAS).
Saya diantar kedua orang tua dan seluruh keluarga kakak
dan adik naik pesawat Japan Air Lines (JAL) dari Bandara Halim Perdakusumah,
Jakarta Timur.
Inilah langkah pertama saya merasakan melihat negeri
orang, dari Jakarta memang saya singgah di Singapura, namun saya hanya singgah
di bandara selama tiga jam , sebelum ganti pesawat JAL lainnya yang akan
membawa saya ke Tokyo, sebelum berangkat lagi ke San Francisco, California.
Setelah melihat suasana Bandara Changi, Singapura , itulah
saya mulai tertegun betapa ketika itu Negara lain sudah begitu maju
meninggalkan Indonesia, Changi yang besar dan serba berteknologi canggih dan
banyak bertaburan toko-toko di dalamnya tentu saja meninggalkan Bandara Halim
Perdana Kusuma yang tidak ada apa-apa. Ketika itu Halim Perdana Kusumah adalah
Bandara Internasional di Jakarta, sedangkan bandara Kemayoran adalah bandara
domestik
Setelah tiga jam di Bandara Changi dan puas melihat
toko-toko di Bandara, saya kemudian terbang ke Tokyo, setelah beberapa jam saya
sampai di bandara Narita, Jepang.
Karena harus menungu enam jam ganti pesawat JAL lainnya
menuju San Francisco, kami diistrahatkan di Hotel Nikko Narita, dekat Bandara.
Rupanya setiap penumpang JAL yang transit ke Negara lain dibebaskan tinggal
(tanpa dipungut bayaran) menginap di Nikko Narita maksimal tiga hari. Maka saya
putuskan untuk menunda keberangkatan saya ke San Francisco, agar saya bisa
menikmati kota Tokyo.
Bulan Januari rupanya masih musim dingin di Jepang,
makanya untung saya sudah bawa jaket untuk musim dingin dan sarung tangan,
sehingga saya bisa menikmati keliling kota Tokyo, terutama kawasan wisatawan
sepuasnya.
Disinilah kedua kalinya setelah melihat bandara Changi
saya melihat kecanggihan dan kebersihan dan gedung-gedung pencakar langit di
kota Tokyo, yang tentu saja ketika itu sudah jauh meninggalkan Indonesia
(Jakarta) yang ketika itu kotor dan belum banyak pencakar langit dan mal-mal.
Setelah tiga hari di Jepang saya melanjutkan penerbangan
ke San Francisco, setibanya di bandara San Francisco, saya ganti pesawat Air
California, yang membawa saya ke kota Fresno, di Bandara ini saya sudah
dijemput Mrs Dee dan Mr Bob Stump, forster Parent , Keluarga Di Fresno, yang
akan menampung saya semacam rumah kos, selama saya kuliah di Fresno. Di rimah
Bob Stump ini saya satu kamar dengan Noboru Furuya, pelajar asal Kyoto, Jepang
yang mengambil jurusan Cinematografi di California State University, Fresno.
Satu lagi Abdul Latief pelajar asal Kuwait , yang katanya akan mengambil
sekolah pilot. Latief kemudian terbang ke London, Inggris untuk mengmbil
sekolah pilot disana.
Nah, kuliah di Fresno biasanya terbagi dalam empat
semester, dua semester rutin, satu semester pendek (musim dingin) dan semester
musim Panas.
Pada saat semester musim panas ini kebanyakan mahasiswa
memanfaatkannya untuk berlibur. Begitu juga saya. Dengan membeli tiket bis Grey
Hound, tiket terusan yang berlaku selama dua bulan seharga sekitar US$ 200
(ketika itu kurs masih Rp 500 per 1 US$), saya keliling mengunjungi kota-kota
di Amerika Serikat.
Saya awali dari Kota Fresno menuju Los Angeles, di kota
Los Angeles, saya menyempatkan diri ke Disney Land, setelah puas di Los
Angeles, saya berangkat lagi kekota Phoenic dan Tucson di Arizona, dari sini
saya berangkat ke kota Albuqueque, New Mexico, dan turun ke kota El Paso, dari
kota perbatasan dengan Mexico ini saya masuk ke kota Jiudad Juaraez, Mexico,
memang kota di Mexico ini suasanya agak berbeda dibandingkan Amerika Serikat,
di Mexico agak lebih kumuh.
Dari El Paso saya ke Texas, mampir ke kota Dallas, dan
sempat melihat museum saat Presiden Kennedy di tembak di kota ini, sebelum
melanjutkan ke kota Houston.
Dari Houston saya menuju Oklahoma city, Oklahoma sebelum
melanjutkan kebeberapa kota lain antara lain kota Memphis, Tennesse, singgah
dan mengunjungi Graceland, tempat kediaman penyanyi Elvis Presley, kemudian ke
Ibukota Amerika Serikat , Washington DC.
Puas melihat berbagai lokasi wisatawan di Washington DC,
seperti Minumen Nasional (seperti Monas di Jakarta), saya melanjutkan ke
Philadelphia, ibukota pertama di Amerika Serikat, dan sempat singgah Ke Temple
University dan melihat lonceng kemerdekaan di kota ini.
Dari sini saya berangkat ke New York, dan disinilah saya
baru tidur (menginap) di Youths Hotel, satu kamar bisa sepuluh orang, paki
dipan, hotel khusus pelajar ini semalam ketika itu US$10. Tapi tempatnya bersih
dank arena satu kamar dihuni para pemuda dari manca Negara, maka kita
menitipkan barang berharga di front office.
Selama perjalanan terakhir saya selalu tidur di dalam bis
atau kalau mau mandi , mandi di setiap stasiun bis, yang memiliki locker
(tempat penyimpanan barang) yang ada kuncinya, kita bayar pakai koin, dan kamar
mandinya juga bersih.
Setelah beberapa hari, sudah melihat patung Libery,
ketika itu kami bisa sampai ke puncak (kepala patung Liberty), dan juga
menhunjungi World Trade Centre (WTC) yang ketika itu masih utuh, dan menjadi
objek wisatawan.
Dari New York, saya melalui Negara bagian di Utara, dari
mulai Indiana Polis, Chicagho, Settle, Washington, baru kembali turun ke
Fresno, setelah beberapa hari singgah di San Fancisco, menikmati Golden Gate
dan makan kepiting di kuliner kota itu di pinggir pantai.
Dari kota San Francisco ke kota Los Angeles kalau kita
mengendarai mobil pribadi kita bisa menikmati keindahan pantai dan tebingnya di
sepanjang perjalanan.
Akhir tahun 1983, kembali ke Indonesia, saya juga
mengulangi rute yang sama kembali naik JAL, juga singgah di Tokyo selama tiga
hari, ketika itu saya ke Jakarta masih ke bandara Halim Perda Kusumah.
.
Namun setelah beberapa bulan ada lowongan di Kantor
Berita Antara menjadi reporter (wartawan), tahun 1984, dan setelah inilah saya
terus bergulat selama 30 tahun menjadi reporter (editor), mulai dari Antara,
Majalah Ekonomi Prospek, Harian Media Indonesia, Majalah D&R, Business
Week, Radio Singapore Internasional (RSI), Beijing Oristar Media, Koran bahasa
Inggris The Point sampai media online Asatunews, itulah saya meliput berbagai
tempat si Indonesia dari Aceh sampai Papua, dari Benua Amerika, Australia,
Asia, Jepang, Thailand, Singapura, Malaysia, Timur Tengah , Oman, sampai Benua
Eropa, antara lain Austria, Belanda, Jerman, Hongaria, serta Spanyol
Secara duniawi, saya bersyukur Pada Allah maha pencipta,
saya diberi kesempatan melihat kondisi bangsa sendiri dan bangsa lain, namun
seperti kata sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik perjalanan adalah
mengunjungi kota Madinah dan Mekah, Arab Saudi (ber Umrah dan naik Haji).
Inilah yang belum saya rasakan pengalamannya, walaupun
ketika sya ke Muscat, Oman, saya sudah siap membawa baju ihrom (peninggalan
mertua lelaki) dan dapat visa Umroh gratis dari kedutaan besar Arab Saudi di
Jakarta, namun ketika itu saya kekurangan uang US$ 100 dolar, agar saya bisa
terbang dari Muscat – Jeddah PP. Memang belum rezeki saya rupanya.
No comments:
Post a Comment