Tujuh jenazah Air Asia QZ 8501 telah dievakuasi, Dua mulai diidentifikasi
Dua jenazah tiba di Lanud Juanda Sidoarjo Jawa Timur pada
Rabu (31/12)
Dua jenazah korban pesawat AirAsia QZ 8501 telah tiba di
RS Bhayangkara Surabaya Jawa Timur, Rabu (31/12) sore.
Uji pasca-kematian atau Post-mortem terhadap para jenazah
mulai dilakukan oleh tim Disaster Victim Identification DVI.
Sebelumnya Tim DVI Mabes Polri telah mengambil sampel DNA
dari keluarga korban.
RS Bhayangkara juga menyiapkan 150 lemari pendingin, untuk
menyimpan jenazah penumpang dan kru pesawat yang berjumlah 162 orang.
Jenazah diterbangkan ke Lanud Juanda Sidoardjo dari Lanud
Iskandar Pangkalan Bun dengan menggunakan pesawat Boeing 737 milik TNI AU, pada
Rabu Sore.
Supriadi mengatakan empat jenazah masih berada di KRI
Bung Tomo dan kapal lainnya yang berada di perairan selat Karimata, tetapi
tidak dapat dievakuasi melalui udara karena cuaca buruk.
Supriyadi mengatakan evakuasi dengan menggunakan
helikopter telah dihentikan pada Rabu sore.
Upacara peringatan akan dilakukan di Surabaya pada Rabu
malam, dan Gubernur Jawa Timur mengatakan kepada BBC telah membatalkan seluruh
perayaan pergantian tahun.
Penyebab kecelakaan pesawat yang hilang kontak pada
Minggu (28/12) pagi itu, belum diketahui. Komunikasi terakhir pilot meminta
untuk menaikkan ketinggian pesawat demi menghindari cuaca buruk. Tetapi ketika
ijin diberikan, pilot tidak memberi jawaban.
Tiga hari setelah pencarian dilakukan, puing dan jenazah
ditemukan di perairan Selat Karimata, di dekat Pangkalan Bun, Kalimantan
Tengah.
Bagaimanakah situasi di lokasi evakuasi AirAsia?
Para penyelam mempersiapkan alat-alat untuk evakuasi
korban
Sejumlah kapal dan pesawat serta helikopter yang ikut
dalam pencarin korban pesawat Air Asia QZ8501 menghadapi hambatan besar, yaitu
cuaca buruk.
Kapal SAR 224 yang membawa sejumlah penyelam dan juga
wartawan ke lokasi evakuasi korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501, terpaksa
kembali ke arah Pelabuhan Muara Sungai Kumai, di Pangkalan Bun Kalimantan
Selatan.
Hujan deras dan gelombang setinggi tiga meter memaksa
kapal SAR 224 kembali ke arah Pelabuhan Kumai di Pangkalan Bun, seperti
disampaikan kapten kapal SAR 224 Ahmad.
“Cuacanya buruk sekali. Ombak mencapai dua hingga tiga
meter, bahkan beberapa kali mengenai kaca anjungan kapal. Adapun jarak pandang
hanya 20 meter. Atas dasar itu, saya memutuskan untuk kembali ke Pelabuhan
Kumai di Pangkalan Bun,” kata Ahmad, kapten kapal SAR 224, kepada wartawan
harian Borneo News, Budi Baskoro.
Keputusan Ahmad memutar haluan diambil ketika kapal telah
bertolak selama dua jam dari pelabuhan. Dia memperkirakan jarak antara
Pelabuhan Kumai ke lokasi pencarian korban dapat ditempuh dalam lima jam
perjalanan.
Kondisi cuaca juga menjadi faktor penyebab mengapa hanya
ada dua jenazah dari tujuh jenazah yang bisa diterbangkan dari lokasi pencarian
di perairan Selat Karimata ke Lanud Iskandar, Pangkalan Bun.
“Kami meminta kapal-kapal yang membawa lima jenazah
lainnya untuk segera merapat ke Pangkalan Bun agar helikopter bisa mendekat.
Kalau kapal di tengah lautan, dalam cuaca seperti ini, helikopter tidak mampu
menjangkau,” kata Kepala Operasional Basarnas di Lanud Iskandar, Supriyadi.
SAR Bangka Belitung juga menyatakan cuaca buruk
menghambat keberangkatan kapal yang akan menuju lokasi pencarian jenazah korban
kecelakaan pesawat Air Asia dari Manggar Belitung.
Dua jenazah korban pesawat AirAsia QZ 8501 diterbangkan
dari Lanud Iskandar Pangkalan Bun ke Bandara Juanda Sidoarjo Jawa Timur, pada
Rabu (31/12) sore.
Direktur Operasional Basarnas di Pangkalan Bun Supriyadi
mengatakan dua jenazah tersebut sebelumnya tiba di Pangkalan Bun dengan
helikopter dari KRI Bung Tomo.
"Dua jenazah itu telah dimandikan di RS Sultan
Imanuddin, dan segera diterbangkan dari Pangkalan Bun, " jelas Supriadi
kepada Wartawan BBC Indonesia, Sri Lestari.
Jenazah berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Jenazah diterbangkan ke Surabaya dengan menggunakan
pesawat Boeing 737 milik TNI AU, dan akan diidentifikasi oleh tim Disaster
Victim Identification DVI.
Seorang petugas di RS Sultan Imanuddin mengatakan jenazah
tiba sekitar pukul 13.30.
Cuaca menghambat
Supriadi mengatakan empat jenazah masih berada di KRI
Bung Tomo dan kapal lainnya yang berada di perairan selat Karimata, tetapi
tidak dapat dievakuasi melalui udara karena cuaca buruk.
"Tidak memungkinkan untuk mengevakuasi dengan
helikopter, karena cuaca buruk sekali, sedangkan perjalanan ke lokasi butuh
satu jam," kata Supriadi, "Jadi sekarang KRI Bung Tomo tengah menuju
Pelabuhan Muara Sungai Kumai, Pangkalan Bun."
Supriyadi mengatakan evakuasi dengan menggunakan
helikopter telah dihentikan pada Rabu sore.
Kepala Basarnas Bambang Soelistyo mengatakan cuaca buruk
di lokasi menghambat proses evakuasi.
Basarnas dan TNI telah menyiapkan 67 orang penyelam untuk
membantu proses evakuasi di bawah permukaan laut pada, Rabu (31/12).
Apakah cuaca buruk penyebab kecelakaan pesawat?
Pesawat AirAsia Penerbangan QZ8501 dilaporkan terbang
disekitar awan petir sebelum hilang, dan disebutkan kapten pilot telah meminta
ijin untuk menaikkan posisi terbang.
Menurut Gloria Kulesa dari Federal Aviation
Administration, mengatakan hanya 23% kasus kecelakaan pesawat - fatal dan kecil
- di seluruh dunia, yang penyebab utamanya adalah kondisi cuaca.
Spekulasi mengenai cuaca sebagai penyebab atau
mempengaruhi kecelakaan pesawat, ketika ada pesawat hilang.
Sebagai contoh, Pesawat Air Algerie 5017 yang mengalami
kecelakaan di Gurun Sahara pada Juli, menewaskan 118 orang penumpang dan kru,
dilaporkan disebabkan cuaca buruk, meski belum dapat ada bukti yang kuat.
Tetapi para ahli penerbangan menyebutkan sangat jarang
kasus kecelakaan pesawat hanya disebabkan karena faktor cuaca.
Sylvia Wrigley, pilot pesawat terbang ringan dan penulis
buku Why Planes Crash, mengatakan bagaimana pilot dan kru mengoperasikan
pesawat akan mempengaruhi apakah kecelakaan yang terjadi menjadi fatal atau
tidak.
"Saya tidak berpikir tentang kejadian dimana cuaca
menjadi satu-satunya penyebab," kata dia. "Tetapi dapat juga terjadi
situasi dimana cuaca membuat pesawat berada dalam risiko tertinggi."
Tim pencari pesawat hilang Air Asia terhambat cuaca buruk
Seperti badai yang sangat kuat dapat menyebabkan
kerusakan pada sayap pada sebuah pesawat kecil tetapi biasanya, para pilot dan
petugas pengawas lalu lintas udara dapat melakukan upaya yang baik untuk
menghindarinya.
Para kru akan terbang setidaknya 10 mil atau 16 km di
sekitar badai. Teknologi radar juga memudahkan untuk mendeteksi kondisi cuaca
buruk.
Kecelakaan lain dimana cuaca diuji sebagai salah satu
faktor hilangnya pesawat Air France di lautan Atlantik 2009.
Setelah mengalami turbulensi, pilot gagal untuk
mendiskusikan peringatan bahaya dan pilot tidak terlatih untuk menghadapi
situasi ini, menurut temuan dalam penyelidikan.
Penumpukan es di bagian sayap dan ekor dapat menyebabkan
kecelakaan pesawat, tetapi pilot yang terlatih dapat menghindari ini. Selain
itu, sayap pesawat juga dilengkapi dengan "sumbu statis", yang dapat
menghilangkan arus listrik yang berasal dari petir.
Hujan deras atau hujan es juga dapat menyebabkan
"kebakaran". Mesin dapat kembali dinyalakan tetapi tidak selalu
berhasil.
Sebuah pesawat Garuda Indonesia Airways 737 pernah
mengalami kebakaran pada mesin ganda ketika hujan deras di Jawa pada 2002 lalu.
Meski pilot telah dapat menyalakan kembali mesin mereka
memutuskan untuk mendarat dengan selamat di atas Sungai Bengawan Solo.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ICAO
mengatakan lebih dari separuh dari kasus kecelakan yang terjadi sepanjang
2006-2011 berkaitan dengan keamanan landasan.
Tujuh korban AirAsia telah dievakuasi
Cuaca buruk hambat evakuasi jenazah korban kecelakaan Air
Asia
Basarnas menyatakan satu jenazah telah dievakuasi oleh
Tim SAR gabungan sehingga total jenazah yang sudah dievakuasi mencapai tujuh
jasad.
Kepala Basarnas, Bambang Soelistyo, mengatakan semua
jenazah masih berada di dalam kapal dan kondisinya utuh.
"Enam jenazah ada di KRI dan sisanya ada di Kapal
Angkatan Laut Malaysia KD Lekir," jelas Bambang dalam keterangan pers di
kantor Basarnas Jakarta, Rabu (31/12).
Jenis kelamin jenazah yang ditemukan ialah empat pria dan
tiga perempuan. Salah satu jenazah perempuan disebut menggunakan seragam
pramugari.
Bambang mengatakan jenazah para korban AirAsia QZ 8501
belum dapat dibawa ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, karena cuaca buruk.
Kondisi itu pula yang menyebabkan sejumlah helikopter
yang akan mengangkut jenazah dari kapal terpaksa kembali ke Pangkalan Bun.
(BBC)
No comments:
Post a Comment