TNI AL Keluhkan Luas Laut dan Biaya
KRI Sutanto. Foto: dok.JPNN
JAKARTA - Panglima
TNI Jenderal Moeldoko memastikan TNI tidak akan main mata atau main-main dalam
menjaga laut Indonesia. Hanya saja, memang ada hambatan terbesar untuk
penangkapan kapal pencuri ikan, yakni biaya yang sangat mahal.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebutkan, TNI tidak ada
pandang bulu dalam penanganan kapal pencuri ikan. Siapapun yang melanggar,
tentu akan ditindak. "Walau, memang ada sejumlah hambatan," tegasnya
di Mabes TNI kemarin.
Hambatan terbesar dalam penangkapan kapal illegal fishing
memang terkait anggaran yang besar, setiap operasional satu kapal patroli
membutuhkan biaya Rp 900 juta per jam. Anggaran tersebut paling besar digunakan
untuk bahan bakar minyak (BBM). "Bukan karena yang lainnya," tuturnya.
Hambatan lain yang juga kerap terjadi, misalnya kapal
asing pencuri ikan itu memiliki teknologi yang lebih canggih dari milik TNI AL.
Misalnya, radar mereka lebih modern dan
kecepatan kapal lebih tinggi. "Jadi, saat terdeteksi, upaya
menangkap kapal itu sangat sulit," ujarnya.
Saat diketahui, adanya kapal asing dan kemudian
tertangkap bukan berarti bisa untuk langsung ditenggelamkan. Ada aturan
internasional yang harus dipatuhi, yakni dengan proses hukum. "Kita bukan
tinggal diruang hampa yang tidak memiliki aturan," paparnya.
Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana
Marsetio menjelaskan, penangkapan sebuah kapal itu memiliki standard operating
procedure (SOP), tidak bisa dilakukan tanpa aturan.
Misalnya, saat kapal diberhentikan, kemudian harus ada
pemeriksaan kelengkapan surat-surat izin. "Begitu jelas kapal itu tanpa
izin alias bodong, proses penegakan hukum dimulai," paparnya.
Hambatan lainnya, minimnya jumlah kapal dengan luas
lautan yang luar biasa juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, kalau ada
pencurian ikan di Laut Aru, Maluku. Posisi Radar dan dan pelabuhan berada di
Ambon, untuk mencapai Laut Aru sebuah kapal patrol membutuhkan waktu sekitar
dua hari hingga tiga hari.
"Kalau terjadi kebocoran informasi, tentunya
kapal-kapal pencuri ikan itu sudah kabur duluan," paparnya.
Karena itu, untuk menangkap kapal pencuri ikan itu juga
dibutuhkan pesawat, tentu saja yang memiliki kemampuan khusus untuk mendarat di
lautan. "Ini sudah direncanakan," paparnya ditemui di Mabes TNI
Cilangkap.
Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida
Bagus Putu Dunia menjelaskan, ada rencana pembelian jet amfibi yang memiliki
kemampuan untuk mendarat di lautan. Jet tersebut bisa difungsikan untuk patrol
laut dan udara. "Sehingga, kapal asing pencuri ikan tidak bisa kabur
terlebih dahulu," paparnya.
Jet amfibi buatan Rusia jenis BE 200 itu biasanya
digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan atau untuk penyelamatan korban
kecelakaan atau bencana. "Rencana ini sudah kami sampaikan ke Presiden
Jokowi," terangnya.
Dia memastikan pencurian ikan akan lebih mudah ditindak
dengan kombinasi penanganan antara kapal dengan pesawat amfibi. "Semoga
semua itu bisa dipenuhi," terang Ida Bagus. (JPNN)
No comments:
Post a Comment