Aktivis ProFauna Indonesia |
ProFauna Indonesia Tolak Rencana Pembangunan Smelter
Nikel di Baluran
Pabrik pengolahan Nikel atas nama PT Situbondo Metalindo
ini dikhawatirkan akan mengancam masa depan ekosistem Baluran, yang menjadi
habitat berbagai satwa liar yang dilindungi.
Aktivis ProFauna Indonesia Chapter Surabaya melakukan
aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Timur, di halaman Tugu Pahlawan,
Surabaya, 23 Oktober 2014 (Foto: VOA/Petrus).
SURABAYA, JAWA TIMUR—
ProFauna Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan
kantor Gubernur Jawa Timur, di jalan Pahlawan, Surabaya, Kamis (23/10),
mendesak pembatalan rencana pembangunan pabrik pengolahan Nikel di dekat kawasan
Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Keberadaan smelter Nikel dikhawatirkan akan merusak
ekosistem di sekitar taman nasional, serta mengganggu satwa serta manusia yang
tinggal di sekitar kawasan taman nasional.
Aksi unjuk rasa yang dikemas dalam bentuk teaterikal dan
aksi diam itu, dilakukan aktivis ProFauna Indonesia Chapter Surabaya di depan
kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, sebagai bentuk protes dan penolakan
atas rencana pembangunan pabrik pengolahan atau smelter Nikel, di kawasan yang
berdekatan dengan Taman Nasional Baluran, di wilayah Kabupaten Situbondo.
Pabrik pengolahan Nikel atas nama PT Situbondo Metalindo
ini dikhawatirkan akan mengancam masa depan ekosistem Baluran, yang menjadi
habitat berbagai satwa liar yang dilindungi.
ProFauna Indonesia Tolak Rencana Pembangunan Smelter
Nikel di Baluran
Daftar PutarUnduh
Juru Kampanye ProFauna Indonesia, Swasti Prawidya Mukti
mengatakan upaya pembangunan smelter Nikel di dekat taman nasional telah
dimulai dengan pembukaan lahan untuk akses jalan, yang itu dapat mengganggu
mobilitas serta kelestarian satwa yang ada di Taman Nasional Baluran.
“Seharusnya memang taman nasional itu, peruntukannya
tidak untuk itu, dan itu adalah sebuah pelanggaran hukum kalau kita kaji dari
segi hukum karena taman nasional itu sebuah area konservasi yang sangat
dilindungi, dan satwa-satwa yang disitu pun secara langsung ternacam oleh
aktivitas pembukaan jalan atau pembangunan itu, karena kan banyak kendaraan
yang lalu lalang, kemudian tidak ada batas fisik antara kawasan taman nasional
dengan pabrik itu," kata Swasti Prawidya Mukti.
Selain terganggunya ruang gerak satwa, pembangunan
smelter menurut Swasti Prawidya akan berdampak pada kerusakan alam khususnya
ekosistem di Baluran, akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas
smelter.
“Limbahnya dari proses pemurnian Nikel itu salah satunya
adalah zat SO2 yang mengandung belerang, ketika zat ini menguap ke udara kontak
dengan atmosfir kita itu bisa memicu terjadinya hujan asam. Jadi di area itu
sangat mungkin terjadi hujan asam yang secara langsung akan mencemari tanah,
air dan udara, tidak lama kemudian pasti akan merusak jaringan-jaringan
tumbuhan," ujarnya.
Menurut Swasti, tumbuhan akan cepat sekali terdampak oleh
terjadinya hujan asam yang diakibatkan oleh smelter ini. "Kalau
tumbuhan-tumbuhan itu sudah rusak, sudah mati, nah pasti tidak lama kemudian
satwa-satwa yang disitu pun juga akan menyusul, termasuk juga manusianya,”
jelas Swasti.
Aksi penolakan ini kata Swasti, juga merupakan desakan
pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menghentikan atau membatalkan rencana
pembangunan smelter di dekat Taman Nasional Baluran.
ProFauna Indonesia kata Swasti, juga menagih tindak
lanjut surat keberatan yang ditujukan pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa
Timur, yang selanjutnya ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk
mengkaji ulang rencana pemberian ijin itu.
“Dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dari Badan
Lingkungan Hidup (BLH) sudah mengeluarkan surat tanggapan atas protes ProFauna,
jadi sudah ada surat dari BLH. Surat ini ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten
Situbondo agar meninjau ulang ijin dari pendirian pabrik itu. Apakah sudah
betul-betul ijin sudah keluar atau belum, Pemkab Situbondo harusnya sudah
memberikan respon kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bagaimana hasil
tinjauan mereka,” tambah Swasti.
Anggota Tim Kajian Smelting Kementerian Kehutanan,
Satyawan kepada VOA mengungkapkan, dari hasil pemantauan dan pertemuan dengan
pihak perusahaan, pihaknya masih belum dapat menyimpulkan mengenai kesiapan
perusahaan untuk membangun smelter. Beberapa data yang dibutuhkan tim, hingga
kini belum dipenuhi oleh perusahaan, sebagai dasar kesimpulan maupun
rekomendasi pemberian ijin dari Kementerian Kehutanan.
“Sampai saat ini ternyata data-data yang kita butuhkan
itu belum semuanya diberi oleh perusahaan, jadi kita belum bisa memberikan
kesimpulan terhadap permohonan tersebut. Kita masih nunggu data-data yang lebih
lengkap, ya itu yang belum ada, site plan belum ada misalnya, penggunaan air
bagaimana, penggunaan energi bagaimana, penanganan limbah yang detil bagaimana,
penanganan polusi suara bagaimana, itu sebabnya kan kita belum tahu, bentuk
pagarnya seperti apa,” kata Satyawan.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kabupaten Situbondo
Saifullah, saat dikonfirmasi VOA mengenai tindak lanjut rencana pembangunan
smelter di dekat kawasan Taman Nasional Baluran, hingga kini belum bersedia memberikan
keterangan yang ditanyakan. (VOA)
No comments:
Post a Comment