Perjalanan yang belum selesai (160)
(Bagian ke seratus enam puluh (160), Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 11 Desember 2014, 16.56 WIB)
Bali |
Kita alihkan dari industry sex ke industry perikanan
(pariwisata halal)
Pada tahun 1987 lalu saya ditugaskan Lembaga Kantor
Berita Antara ke Muscat, Kerajaan Oman. Atas undangan Raja sultan Al-Qabus.
Sepulang dari Muscat, Oman penerbangan Muscat, Oman, via
Bangkok, lalu ke Jakarta. Dari Muscat pesawat saya di dominasi warga arab
(oman) yang hendak belibur ke Bangkok, Thailand.
Saya Tanya teman sebelah bangku saya di pesawat. ‘’Mau
berlibur kemana,’’ jawab penumpang itu, dia dan serombongan teman-temannya
ingin berlibur ke Bangkok. Dari Bangkok, apa ada keinginan berlibur ke
Indonesia,’’ Tanya saya lagi. ‘’tidak ada,’’ karena di Indonesia tidak tersedia
cewek (perempuan tuna susila/wts) jawab pria arab ini tegas (mantab).
Kini di tahun 2014 ini semakin banyak pria asal Oman dan
Negara-negara arab (Timur Tengah) ini yang berkunjung ke berbagai lokasi wisata
di Indonesia, antara lain sekadar hiburan ‘’kawin kontrak’’ dengan wanita
lokal, maupun berkencan dengan wts asal arab (maroko) yang terdapat di
Indonesia, antara lain di Puncak, Cipanas, Jawa Barat, Indonesia.
Kalau kita lihat pengalaman Thailand dalam mengembangkan
industry sex sebagai daya tarik wisata, maka upaya ini tidak perlu di contoh,
kini Thailand di pusingkan dengan meraja lelanya (menyebarnya) penyakit HIV
AIDS diantara penduduknya, terutama yang banyak menjangkiti kelompok WTS dan
pria hidung belang (pria dan wanita yang suka ganti pasangan).
Indonesia cukup mengembangkan indusri pariwisatanya yang
lebih cantik dan berkah serta halal.
Lihat saja Raja Ampat di Papua, betapa cantiknya turumbu
karang di kawasan ini, belum lagi keindahan alam di Pulau Bali, Pulau Derawan
di Kalimantan Timur, Penangkaran Orang Utan di sungai Wain, Balikpapan,
Kalimantan Timur, penangkaran buaya di teritip,Manggar, Balikpapan, Pantai
Bunaken, dengan tutumbu karangnya di Manado, Sulawesi Utara.
Tanah Toraja di Sulawesi Selatan, Danau Toba di Sumatera
Utara, Bukit Tinggi, Sumatera Barat, Pantai Natsepa di Ambon, Maluku, kota
Bandung, Yogyakarta dan banyak tempat wisata menarik lainnya seperti Taman Mini
Indonesia Indah (TMMI) dan pantai Jaya Ancol, Taman Safari di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat, kecuali jembatan ‘’golden gate’’ nya kota Tengarong, Kutai
Kertanegara, yang kini ambruk (rubuh), padahal kota Tengarong dengan sungai
Mahakam dan ikan pesutnya sangat berpotensi mengundang para wisatawan baik dalam
negeri maupun turis asing.
Lalu selain industry pariwisata yang halal, juga industry
kelautan (perikanan), daripada ikan kita dicuri (sampai Rp 300 trilun) per
tahun oleh nelayan Malaysia, Papua New Gini, Filipina, Cina, Taiwan, Thailand
an nelayan Vietnam, Kembangkan saja industry kapal penangkap ikan yang cangih
nantinya di kreditkan (dipinjamkan) pada nelayan Indonesia, coba saja lihat
super market di Amerika Serikat (California) yang dimiliki etnis asal Asia,
seperti Filipina, Vietnam dan Thailand, banyak ikan asin dan buah-buahan dalam
kaleng banyak diimpor dari Thailand. Kapan ikan asin dan buah-buahan itu
diimpor dari hasil pertanian (agro industry) Indonesia.
Jadi, tambahan APBN (anggaran Negara, )bukan hanya untuk
militer angkatan laut (TNI AL) Indonesia agar memiliki lebih banyak kapal
perang (patroli) dan biaya operasional yang cukup untuk menangkap dan mengusir
5400 kapal nelayan asing yang mencuri (beroperasi ) di Indonesia, juga
insentif, tambahan modal juga perlu diberikan pada PT PAL Indonesia , agar bisa
lebih banyak memproduksi selain kapal perang, kapal niaga (penumpang) juga
kapal pencari ikan (nelayan).
Juga kita diberi karunia (berkah) dari Allah SWT berupa
kekayaan alam, seperti energy batu bara yang melimpah. Juga kita dikenal sebagai
produsen kelapa sawit terbesar di dunia, yang tidak semua Negara bisa rumbuh.
Minyak kelapa sawit selain untuk minyak goreng yang sehat (non –kholesterol)
juga bisa diolah jadi bahan bakar kendaraan bio-diesel.
Kita pun bepotensi tidak akan kehabisan bahan bakar untuk
energy listrik rumah tangga dan industry. Lihat saja cadangan dan potensi
energy panas bumi di Indonesia adalah nomer satu di Dunia, tapi baru
dimanfaatkan secara maksimal oleh Filipina dan Amerika Serikat.
Belum lagi energy surya (Matahari), bukankah Indonesia
dari Sabang, Daerah Istimewa Aceh sampai Mereuke, Papua, dilalui oleh
Khatulistiwa (perputaran Surya) sehingga sepanjang tahun tidak akan kekurangan
energy surya untuk mengalirkan tenaga listrik di rumah-rumah tangga, industi
dan jalan-jalan raya di Indonesia, namun sayang kita kalah dibandingkan Cina,
yang sudah memaksimalkan potensi sumber daya surya ini untuk energi rumah dan
industri mereka.
Jangan lagi di lupakan Karena kita terdiri dari ribuan
pulau , maka tidak heran perlu jembatan udara dan laut yang banyak berupa kapal
terbang (pesawat) dan kapal penumpang(Pelni), maka perlu dipercepat juga
produksi dan pengembangan industry Perkapalan (PT PAL) industry Pesawat Terbang
Nusantara (IPTN), dan kereta api (PJKA) jangan mengimpor terus dari Amerika
Serikat (Boeing) dan Jerman (Airbus ) dan dari Negara lain.
No comments:
Post a Comment