Peta korupsi |
Situs 'Unmask the Corrupt' Sebut Tommy Soeharto
Selain merilis Laporan Indeks Persepsi Korupsi 2014
Selasa (2/12), Transparansi Internasional juga menggagas inisiatif baru “Unmask
the Corrupt” atau “Singkap Pelaku Korupsi” yang menyebut beberapa nama orang
terkenal di dunia, termasuk Tommy Soeharto.
WASHINGTON DC—
Transparansi Internasional, badan dunia yang berupaya
menghentikan tindak korupsi, mendorong adanya transparansi, meningkatkan
akuntabilitas dan integritas di semua lapisan masyarakat, hari Selasa malam
(2/12) mengeluarkan laporan tahunan Indeks Persepsi Korupsi 2014.
Laporan tahunan yang merupakan evaluasi atas tindak
korupsi di sektor pemerintah ini biasanya menjadi semacam peringatan bagi
negara-negara yang termasuk dalam peringkat negara terkorup di dunia, terkait
keseriusan mereka memberantas korupsi.
Indeks Persepsi Korupsi tahun ini menyatakan Denmark,
Selandia Baru, Finlandia, Swedia, Norwegia, Swiss sebagai negara yang paling
bebas korupsi. Amerika – bersama Hong Kong, Irlandia dan Barbados – ada di
urutan ke 17. Sementara Singapura adalah satu-satunya negara di kawasan Asia
yang masuk kategori 10 besar negara paling bebas korupsi. Lalu bagaimana dengan
Indonesia?.
Dalam Indeks Persepsi Korupsi 2014, Indonesia ada pada
urutan ke 107. Sedikit membaik dibanding tahun lalu, di mana Indonesia ada di
urutan ke 114.
Direktur Senior Transparansi Internasional bidang
Kebijakan dan Akuntabilitas Pemerintahan Daniel Dudis memuji upaya pemerintah
Indonesia memberantas korupsi. Ia menilai sejak awal pemerintah baru di bawah
Joko Widodo telah menunjukkan keseriusan pemberantasan korupsi dengan
melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK untuk mengevaluasi calon-calon
menteri kabinetnya.
“Saya kira terpilihnya Joko Widodo merupakan suatu
langkah positif. Sewaktu ia menjadi gubernur Jakarta, ia telah menjadikan
anti-korupsi sebagai isu utamanya, dan tentu saja kami berharap ia akan
melanjutkan hal itu sekarang. Terbukti ketika ia akan menunjuk kabinetnya, ia
melibatkan KPK untuk memastikan agar orang-orang yang ditunjuknya tidak
terlibat kasus korupsi. Beberapa orang ditolak KPK dan Joko Widodo kemudian
memilih orang-orang baru. Saya kira Joko Widodo benar-benar menunjukkan
komitmennya untuk memberantas korupsi,” kata Daniel.
Namun, Daniel Dudis juga buru-buru menambahkan bahwa
sesungguhnya masih banyak yang bisa dilakukan Indonesia untuk meningkatkan
upaya pemberantasan korupsi. Meski tidak menunjuk nama atau badan tertentu,
badan ini juga menggagas inisiatif baru “Unmask the Corrupt” atau “Singkap
Pelaku Korupsi”.
Inisiatif baru ini mengajak setiap negara untuk mengambil
langkah hukum terhadap koruptor yang datang ke suatu negara, membuka perusahaan
siluman dan kemudian melakukan pencucian uang atau tindak pidana korupsi
lainnya. Langkah hukum yang bisa dilakukan antara lain menolak pemberian visa,
menolak pembukaan akun bank, dan melaporkan kepada badan hukum setempat.
“Singkap Pelaku Korupsi” adalah inisiatif baru yang
dimulai musim gugur lalu, merujuk pada sistem perbankan internasional dan
pengakuan bahwa korupsi adalah masalah dunia. Kita tidak bisa hanya mengeritik
satu negara. Kita harus mengeritiknya secara global. “Singkap Pelaku Korupsi”
adalah inisiatif Transparansi Internasional untuk melawan kleptokrasi.
Sederhananya kita ingin mendorong pencatatan kekayaan di seluruh dunia. Jadi
kita tahu siapa di balik perusahaan tertentu, melakukan pelacakan aset dan
mengidentifikasi aset yang dicuri oleh pejabat-pejabat pemerintah. Transparansi
Internasional mendorong suatu negara untuk menolak pemberian visa. Kita bisa
melihat bagaimana para kleptokrat atau pencuri uang rakyat sering bepergian ke
Paris dan untuk berbelanja, atau pergi ke Amerika dan membeli properti. Kami
ingin mengatakan “hei kalian tidak bisa melakukan hal itu lagi. Kalian tidak
bisa datang ke negara kami dan melakukan hal itu?”. Faktanya pemerintah Amerika
baru-baru ini memberitahu enam pejabat Hongaria bahwa mereka tidak bisa datang
ke Amerika karena diduga terlibat korupsi. Kami ingin melihat lebih banyak
negara melakukan hal seperti ini,” tambah Daniel.
Transparansi Internasional juga mencontohkan adanya
sebuah gedung di Delaware yang menjadi alamat bagi 285 ribu perusahaan siluman.
Berbekal alamat tersebut, orang yang mengaku sebagai “pelaku bisnis” itu
kemudian bisa membuka akun bank, menerima dan mengeluarkan uang atau membeli
properti dan barang-barang mewah lain seperti kapal pesiar dan mobil.
Dalam situs “Unmask the Corrupt” atau “Singkap Pelaku
Korupsi”, tokoh pertama yang menjadi contoh “pelaku bisnis” seperti itu adalah
putra mantan presiden Soeharto – Hutomo Mandala Putra. “Tommy” demikian
panggilannya, diduga terlibat kasus korupsi bernilai 800 juta dolar dan bisa
dengan leluasa menghabiskannya di luar negeri.
Berkat teman-temannya di Bahama dan Virgin Island – dua
tempat dimana seseorang bisa membuka perusahaan tanpa memberikan alamat atau
menyebutkan nama pemilik perusahaan – Tommy tanpa kesulitan apapun bisa
mendirikan perusahaan siluman. Menurut situs “Unmask the Corrupt” yang dikelola
Transparansi Internasional itu, hingga tahun 1998 saja Tommy memiliki tempat
perburuan bernilai empat juta dolar di Selandia Baru, menguasai 75% saham
sebuah pengelola lapangan golf terkenal di Inggris dan terdaftar sebagai
pemilik saham pabrik mobil Lamborghini senilai 40 juta dolar.
Menurut Transparansi Internasional, Soeharto bisa saja
sudah tersingkir dari kekuasaan pada Mei 1998, tetapi hanya satu bulan setelah
pengunduran dirinya itu ada akun bank yang dibuka di sebuah bank Inggris di
Pulau Guernsey atas nama Tommy Soeharto. Akun itu tetap dibuka meski Tommy
divonis bersalah melakukan korupsi 11 juta dolar beberapa tahun kemudian,
keputusan yang diubah di tingkat pengadilan banding. Hanya setelah Tommy
dipenjara karena terbukti bersalah memerintahkan pembunuhan hakim agung Syafiuddin
Kartasasmita pada tahun 2000, bank di Inggris itu menolak mencairkan dana
sebesar 40 juta dolar dari akun Tommy.
Tommy memang menyangkal memiliki akun yang kini telah
dibekukan itu. Ia juga membantah memiliki perusahaan siluman di Bahama dan
Virgin Islands, pemilikan saham di tempat perburuan di Selandia Baru, saham
lapangan golf di Inggris atau saham di pabrik mobil Lamborghini. Tetapi
kecurigaan tetap ada dan hanya sedikit uang hasil korupsi yang benar-benar
dikembalikan pada pemerintah Indonesia.
Selain menyebut Tommy Soeharto, situs “Unmask the
Corrupt” atau “Singkap Pelaku Korupsi” juga menyebut beberapa nama lain,
seperti mantan gubernur negara bagian Delta di Nigeria – James Ibori, mantan
pemimpin Tunisia – Zine Al Abidin Ben Ali dan keluarganya, serta mantan
walikota Sao Paolo – Paulo Maluf.
Transparansi Internasional yang berkantor di Berlin
mengajak seluruh pihak melakukan upaya serius memberantas korupsi yang dinilai
tidak saja merugikan rakyat tetapi juga melumpuhkan pemerintahan. (VOA)
No comments:
Post a Comment