Perjalanan yang belum selesai (190)
(Bagian ke seratus Sembilan puluh, Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 23 Januari 2015, 18.51 WIB)
Keisha dan Alisa, kedua cucu saya |
Kawin: Rezeki dan Jodoh sudah diatur Allah.
Tanggal 8 Maret 1986 saya menikah di rumah mertua saya di
Cempaka Putih, Jakarta Timur, pada usia 26 tahun, sedangkan isteri saya berusia
21 tahun, saya pun baru dua tahun menjadi Wartawan di Kantor Berita Nasional
Antara.
Kata, para Ustad, kalau kita memiliki niat baik, apalagi
menikah yang merupakan sunnah Rasulullah, pasti Allah akan memberi kemudahan
dan rezeki yang datangnya tidak disangka-sangka.
Saya dengan gaji Rp 125.000 per bulan ketika itu
sebenarnya belum siap secara financial untuk menikah, atau untuk membiayai
pernikahan.
Namun, karena niat baik saya, saya terpaksa menjual
sepeda motor vespa saya, yang sehari-hari saya gunakan untuk meliput.
Vespa itu adalah saya beli sisa uang saya hasil bekerja
sebagai pencuci piring di restaurant Cina, King Restaurant di Fresno,
California ketika saya kuliah di negeri itu. Ketika itu hasil kerja cuci piring
saya mampu beli mobil baru sedan Dodge Colt, ketika saya pulang mobil itu saya
jual, dan ke Indonesia uangnya hanya dapa beli Vespa.
Vespa laku Rp 900.000, saya setorkan semua ke Mertua
untuk bantu biaya pesta resepsi perkawinan.
Teman kantor saya undang, termasuk pimpinan (Ketua) Unit
Wartawan Walikota Jakarta Timur Kamsul Hasan (kini Redaktur senior Pos Kota).
Pada waktu acara resepsi Kamsul Hasan sebagai Ketua Unit
Wartawan Walikota Jakarta Timur bersama Sekretaris Unit Syamsurizal (wartawan
Harian Pelita) dan beberapa rekan wartawan memewaliki teman-teman wartawan
datang ke acara resepsi.
Pada waktu salaman Kamsul Hasan member Amplop yang
ditaruh jas saya , katanya amplop ini adalah hasil sumbangan rekan-rekan
wartawan dan yang mengenal saya di wilayah Jakarta Timur.
Esoknya ketika saya buka amplop itu ternyata berisi uang
Rp 1.250.000. Uang itu kemudian saya beli vespa baru, sehingga saya kembali
bekerja dan bisa meliput dengan mudah karena mau kawin jual vespa bekas, usai
kawin malah kebeli vespa baru.
Intinya, rezeki itu sudah diatur oleh Allah SWT, Allah
akan memberikan rezeki pada kita yang datangnya kadang kita tidak
sangka-sangka.
Jangan sampai kita belum mau kawin, kalau belum punya
uang cukup, belum punya rumah. Saya punya kenalan tetap membujang sampai dia pensiun,
dulu banyak pertimbangan kalau mau kawin, mau punya rumah dulu lah, punya uang
cukup dan banyak pertimbangan.
Padahal rezeki itu bisa datang setelah kawin. Saya ketika
mau mengawinkan anak pertama saya dalam kondisi tidak memiliki uang sepeser
pun, karena tidak bekerja (diputuskan hubungan kerja akibat saya terkena
Stroke, dari Beijing Oristar Media), dengan berbekal bantuan biaya dari calon
mantu, dan bantuan berupa pinjaman dari tetangga (seluruhnya lunas usai resepsi),
Allahamdulilah resepsi perkawinan berjalan lancar.
Bukan kah rezeki, jodoh dan kematian itu sudah diatur
Allah, sudah ditentukan di dalam kitab
"Lauh Mahfuzh" jadi kenapa kita takut Kawin.
Memang yang namanya rezeki itu tidak harus berbentuk
uang, tapi bisa dalam bentuk kemudahan dan badan sehat. Dam kebahagiaan
perkawinan juga tidak semata ditentukan banyaknya uang, namun rezeki itu bisa
berbentuk keharmonisan kebahagiaan
keluarga.
Saya punya teman, suaminya pengusaha sukses, punya mobil
banyak, dan rumah banyak, tetapi isterinya dari sejak awal perkawinan selalu
mengeluh terus tidak punya uang.
Ternyata kini baru ketahuan kenapa suaminya terkesan
pelit, rupanya sudah belasan tahun suaminya punya isteri lagi (isteri
kedua/simpanan/nikah siri). Kepergok punya isteri lagi rumah tangga ini hidup
seperti neraka , bertengkar terus antara suami istri.
Ini menunjukkan para lelaki, kaya sedikit saja kawin lagi
(punya istreri lebih dari satu), padahal punya isteri lebih dari satu tidak
mudah, dia harus adil dengan para isterinya. Allah di dalam hadist
memperingatkan para lelaki yang tidak adil dengan para isteri mereka, di
akherat bakal seperti orang sroke, berjalan miring badan mati sebelah.
Benarkan punya isteri dua itu bisa membahagiakan:
‘’Kamu jangan seperti saya, punya istri dua bisa bikin
stress, isteri tua ngiri pada yang muda dan sebaliknya,’’ kata salah seorang
paman saya mantan lurah di Kelurahan Teritip, Gunung Tembak, Balikpapan, kepada
saya tahun 2000 lalu.
Saya punya teman usianya sudah 70 tahun, masih sehat dan
masih bekerja, sudah punya dua cucu dari dua anak, dan punya istri cantik.
Tetapi di usia yang sudah senja ini dia tergiur nafsu kawin lagi dengan janda
muda beranak satu. Akibatnya dia dicerai oleh isterinya, semua anak dan cucunya
pun mengucilkannya, tidak pernah mengunjungi dia lagi. Kasihan di usia senja
itu kini dia banyak melamun , kesepian, kalau isteri baru nya Ini lagi pulang
kampung. Jadi hati-hati dengan bujuk rayu syaitan yang terus berupaya menggoda
manusia dan terus berupaya menceraikan pasangan suami isteri.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Konsep Islam tentang Perkawinan
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
MUQADIMAH
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual
dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya
menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh
suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga
ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq
yang luhur dan sentral.
Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan
tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan
kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adamlah yang
memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Illahi sebagai khalifah di muka
bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui". [Al-Baqarah : 30].
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi
merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai
suatu perjanjian yang kokoh dan suci (mitsaqon gholidhoo), sebagaiman firman
Allah Ta'ala.
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami
istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang
kuat". [An-Nisaa' : 21].
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di
dalamnya, khusunya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sunguh-sungguh
dan penuh tanggung jawab.
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan
rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih
pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak,
serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai
dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan
detail.
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang
perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur'an dan
As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen), dengan
rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun
beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di
masyarakat kita.
Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan
dalam tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang :
Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan
Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan
Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala
menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fitrahnya.
Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari itu
Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah
(naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah
yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak
menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Ar-Ruum :
30].
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah
berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi
tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga
yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin
Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah
melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
memelihara yang separuhnya lagi". [Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim]
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin
Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan
larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan
penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku dihadapan para
Nabi kelak di hari kiamat". [Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh
Ibnu Hibban]
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya
kepada istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan
beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan
peribadatan mereka. Salah seorang berkata : Adapun saya, akan puasa sepanjang
masa tanpa putus. Dan yang lain berkata : Adapun saya akan menjauhi wanita,
saya tidak akan kawin selamanya .... Ketika hal itu di dengar oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
"Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan
begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di
antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku
juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golongannku".[Hadits Riwayat
Bukhari dan Muslim].
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau
menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh
Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang
kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu
kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya
ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin
terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk
dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora,
hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam
pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan,
namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan
melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan
membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau
perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam
hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagian
hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya,
namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem kerahiban karena sistem tersebut bertentangan
dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan
kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi mahluknya. Sikap enggan membina
rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua
rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia
tidak bisa menteorikan rezeki yang diakaruniakan Allah, misalnya ia berkata :
"Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak
cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena
bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir
pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu
pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya :
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui". [An-Nur : 32]
.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji
Allah itu dengan sabdanya :
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak
Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang
menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin
memelihara kehormatannya". [Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i,
Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu
Hurairah radliyallahu 'anhu].
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan
mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata :
"Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah
daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan". [Ihya
Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20].
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
[1]. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu kami sebutkan bahwa perkawinan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat
kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang
dan diharamkan oleh Islam.
[2]. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur.
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam
Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan
kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang
luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat
dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara
kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
[3]. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya
Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalan ayat berikut :
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali,
setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara
yang bail. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". [Al-Baqarah : 229].
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at
Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup
menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat
Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya
(sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga
dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan
istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, diternagkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui ".
[Al-Baqarah : 230]
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami
istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu setiap
muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal,
yaitu: Harus Kafa'ah dan Shalihah.
[a]. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua.
Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di
dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan
kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama
kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur
lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau
sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya
kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam
hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, status
sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik
itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari
keduanya melainkan derajat taqwanya [Al-Hujurat : 13]
"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal". [Al-Hujurat : 13].
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi
mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan
pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahanakan adat istiadat wajib
mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang
Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan celaka". [Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123,
Muslim 4:175]
[b]. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihan
dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur'an wanita yang
shalihah ialah :
"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada
Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah
memelihara (mereka)". [An-Nisaa : 34]
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara
ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai
jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan
(tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan
laki-laki yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at
kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang
Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak (banyak keturunannya) dan
penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
[4]. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah
kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini,
rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di
samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi
istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri
kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan
dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu
birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
"Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi :
"Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang
halal), mereka akan memperoleh pahala !". [Hadits Shahih Riwayat Muslim
3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih].
[5]. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan
dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
"Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri
kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu,
anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?".
[An-Nahl : 72]
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya
sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena
banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak
Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq
Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri
bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan
yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga
memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata
cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan
pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan
jelaskan seperlunya :
[1]. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah
hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang di pinang
oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah
disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).
[2]. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang
harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah
terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
[3]. Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang
orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam
walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan
orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan
walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". [Hadits Shahih
Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah]
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu
orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam :
"Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan
orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang
taqwa". [Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad
3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri].
SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG
WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN.
[1]. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan
biasanya "Berpacaran" terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap
sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau di anggap sebagai
perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus
bersama antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu
yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang
salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari
berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan
terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut
syari'at Islam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki
bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama
mahramnya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim].
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran
dan berpacaran hukumnya haram.
[2]. Tukar Cincin.
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda
ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zifaf, Syaikh
Nashiruddin Al-AlBani)
[3]. Menuntut Mahar Yang Tinggi.
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan
mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam
menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin
Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat
itu sangat lemah. [Lihat Irwa'ul Ghalil 6, hal. 347-348].
[4]. Mengikuti Upacara Adat.
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari
segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan
Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan
selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan
dan padamkan.
Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih
menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka
belum yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin ?". [Al-Maaidah : 50]
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara
selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat
mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". [Ali-Imran : 85].
[5]. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah.
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa' Wal
Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal
Banin (semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.
Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan
seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan
jahiliyah : Birafa' Wal Banin. 'Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya
berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah
shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan demikian". Para tamu bertanya
:"Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?". 'Aqil
menjelaskan :
"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka
'Alaiykum" (Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan
atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam". [Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah,
Darimi 2:134, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain].
Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
ucapkan kepada seorang mempelai ialah:
"Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa jama'a
baiynakumaa fii khoir"
Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah:
"Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai,
beliau mengucapkan do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a
baiynakuma fii khoir) Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan
Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu
berdua dalam kebaikan". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi,
Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148].
[6]. Adanya Ikhtilath.
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga
terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan
wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah,
sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.
[7]. Pelanggaran Lain.
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di
antaranya adalah musik yang hingar bingar.
KHATIMAH
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah
tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan
Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di antaramu (suami,
istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".[Ar-Ruum : 21].
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri
harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak
dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsiya masing-masing yang harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah
tangga yang mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat
kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara
ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang
pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda
"kemelut" perselisihan dan percekcokan.
Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang
disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal,
maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan
secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib
meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan
dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala [Ali-Imran : 19]
"Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam
bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al-Furqan : 140].
Amiin.
Wallahu a'alam bish shawab.
No comments:
Post a Comment