Dewi Sandra |
MUI tegaskan Jilboobs haram
Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas telah
mengeluarkan fatwa haram terhadap pemakaian busana muslimah yang masih
memperlihatkan lekuk tubuh. Hal ini termasuk bagi wanita pengguna jilbab, namun
tetap mengenakan busana seksi yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang kini
dikenal dengan istilah jilboobs.
“Sudah ada fatwa MUI soal pornografi. Termasuk itu tidak
boleh memperlihatkan bentuk-bentuk tubuh, pakai jilbab tapi berpakaian ketat.
MUI secara tegas melarang itu,” ujar Wakil Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Jakarta,
Kamis (7/8/2014), seperti diberitakan Liputan6.com.
Menurut Kiai Ma’ruf, pihaknya mengharamkan hal tersebut
lantaran aurat yang ditutup oleh muslimah tersebut tidak sesuai dengan apa yang
menjadi syariat Islam mengenai cara berpakaian.
“Kalau begitu kan sebagian menutup aurat, sebagian masi
memperlihatkan bentuk-bentuk yang sensual, itu yang dilarang,” tegasnya.
Dengan begitu, MUI pun mengimbau agar setiap muslimah
yang sudah mengenakan jilbab untuk lebih memperhatikan cara berpakaiannya.
“Pertama kita menghargai mereka sudah mau berjilbab. Tapi
kalau sudah pakai jilbab pakaiannya jangan seronok lagi,” pungkas Ma’ruf Amin.
Sebagaimana telah diberitakan Fatwakan haram “jilboobs”!
di situs ini pada awal april 2014 lalu. Fenomena Jilboobs telah berlangsung di
Facebook sejak awal tahun 2014, dimana seorang pengguna media sosial merilis
sebuah fanpage bertajuk jolboobs. Akun itu memuat sejumlah foto wanita
mengenakan jilbab yang mini. Hal yang meresahkan dari gaya busana semua wanita
berjilbab di foto-foto itu adalah ukuran pakaian yang ketat sehingga bagian
boobs (payudara) wanita-wanita itu terekspos. Dari kata ‘Jilbab’ dan ‘Boobs’
lalu dibuatlah akronim ‘Jilboobs’
Dapat dipastikan, “jilboobs” tengah menjadi demonologi
Islam (penyetanan Islam-red). Ia menjadikan Islam tampil dalam bentuk yang
nista. Muslimah disuguhkan sebagai bahan tertawaan sekaligus pelecehan seksual
para komentator dan blogwalker yang didominasi pria Indonesia dan Malaysia.
Tabarruj, Dandanan Ala Jahiliyah Wanita Modern
Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim Al-Buthoni, MA
Istilah “jilbab gaul”, “jilbab modis” atau “jilbab
keren”…tentu tidak asing di telinga kita, karena nama-nama ini sangat populer
dan ngetrend di kalangan para wanita muslimah. Bahkan kebanyakan dari mereka
merasa bangga dengan mengenakan jilbab model ini dan beranggapan ini lebih
sesuai dengan situasi dan kondisi di jaman sekarang. Ironisnya lagi, sebagian
dari mereka justru menganggap jilbab yang sesuai dengan syariat adalah kuno,
kaku dan tidak sesuai dengan tuntutan jaman.
Padahal, bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
mensyariatkan hukum-hukum dalam Islam lebih mengetahui segala sesuatu yang
mendatangkan kebaikan bagi hamba-hamba-Nya dan Dialah yang mensyariatkan bagi
mereka hukum-hukum agama yang sangat sesuai dengan kondisi mereka di setiap
jaman dan tempat? Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta
isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha
Mengetahui” [al-Mulk:14]
Dan bukankah Allah Jalaa Jalaaluh maha sempurna
pengetahuan-Nya sehingga tidak ada satu kebaikanpun yang luput dari
pengetahuan-Nya dan tidak mungkin ada satu keutamaanpun yang lupa
disyariatkan-Nya dalam agama-Nya?
Maha suci Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman:
لا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنْسَى
“Rabb-ku (Allah Azza wa Jalla) tidak akan salah dan tidak
(pula) lupa” [Thaahaa: 52].
Dalam ayat lain, Dia Jalaa Jalaaluh berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا
“Dan Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) tidak mungkin
lupa” [Maryam: 64].
Dan maha benar Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepadamu) untuk
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” [an-Nahl:90].
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa semua perkara yang
dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dalam Islam pasti membawa kepada keburukan
dan kerusakan, sebagaimana semua perkara yang diperintahkan-Nya pasti membawa
kepada kebaikan dan kemaslahatan [1]
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati imam ‘Izzuddin
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdis Salam yang memaparkan keindahan agama Islam ini dalam
ucapan beliau: “…Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para
hamba-Nya melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan segala
kebaikan dan kemaslahatan, serta melarang mereka dari segala dosa dan
permusuhan…
Demikian pula Dia Jalaa Jalaaluh memerintahkan kepada
mereka untuk meraih segala kebaikan (dengan) memenuhi (perintah) dan
mentaati-Nya, serta menjauhi segala keburukan (dengan) berbuat maksiat dan
mendurhakai-Nya, sebagai kebaikan dan anugerah (dari-Nya) kepada mereka, karena
Dia maha kaya (dan tidak butuh) kepada ketaatan dan ibadah mereka.
Maka Dia Azza wa Jalla menyampaikan kepada mereka (dalam Islam)
hal-hal yang membawa segala kebaikan dan petunjuk bagi mereka agar mereka
mengerjakannya, serta hal-hal yang membawa segala keburukan dan kesesatan bagi
mereka agar mereka menjauhinya.
Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan kepada mereka
bahwa Syaithan adalah musuh bagi mereka agar mereka memusuhi dan tidak
menurutinya. Maka Dia Jalaa Jalaaluh menjadikan segala kebaikan di dunia dan
akhirat hanya dicapai dengan mentaati perintah(-Nya) dan menjauhi perbuatan
maksiat (kepada)-Nya” [2]
Antara Jilbab Syar’i Dan Jilbab Gaul
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap muslim yang
beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kebenaran agama-Nya wajib meyakini
bahwa semua aturan yang Allah Jalaa Jalaaluh tetapkan dalam Islam tentang
pakaian dan perhiasan bagi wanita muslimah adalah untuk kemaslahatan/kebaikan
serta penjagaan bagi kesucian diri dan kehormatan mereka.
Lihatlah misalnya pensyariatan jilbab (pakaian yang
menutupi semua aurat secara sempurna [3]) bagi wanita ketika berada di luar
rumah dan hijab/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang
bukan mahramnya. Keduanya bertujuan sangat mulia, yaitu untuk kebaikan dan
menjaga kesucian bagi kaum perempuan.
Allah Jalaa Jalaaluh berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ
فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan
jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [al-Ahzaab: 59]
Dalam ayat ini Allah menjelaskan kewajiban memakai jilbab
bagi wanita dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu: “supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti”.
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di berkata: “Ini menunjukkan
bahwa gangguan (bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk) akan timbul
jika wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai dengan syariat). Hal ini
dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka
bahwa dia bukan wanita yang 'afifah (terjaga kehormatannya), sehingga orang
yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita
tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya… Maka dengan memakai jilbab
(yang sesuai dengan syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan
(buruk) terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk” [4]
Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” [al-Ahzaab:53]
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh berkata:
“(Dalam ayat ini) Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian bagi hati
orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan, karena mata manusia kalau
tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi hijab/tabir)
maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk). Oleh karena itu, dalam kondisi ini
hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah
(kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah
(timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit
(dalam) hatinya” [5]
Sebagaimana wajib diyakini bahwa semua perbuatan yang
menyelisihi ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala ini akan menimbulkan berbagai
kerusakan dan keburukan bagi kaum perempuan bahkan kaum muslimin secara
keseluruhan.
Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang
keras perbuatan tabarruj (menampakkan kecantikan dan perhiasan ketika berada di
luar rumah [6]) bagi kaum perempuan dan menyerupakannya dengan perbuatan wanita
di jaman Jahiliyah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di
rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan
berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang
dahulu” [al-Ahzaab:33].
Arti Tabarruj Dan Penjabarannya
Secara bahasa tabarruj berarti menampakkan perhiasan bagi
orang-orang asing (yang bukan mahram). [7]
Imam asy-Syaukani berkata: “at-Tabarruj adalah dengan seorang
wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya yang (seharusnya)
wajib untuk ditutupinya, yang ini dapat memancing syahwat (hasrat) laki-laki”
[8]
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat di
atas, beliau berkata: “Arti ayat ini: Janganlah kalian (wahai para wanita)
sering keluar rumah dengan berhias atau memakai wewangian, sebagaimana
kebiasaan wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, mereka tidak memiliki
pengetahuan (agama) dan iman. Semua ini dalam rangka mencegah keburukan (bagi
kaum wanita) dan sebab-sebabnya”. [9]
Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “Ketika Allah Azza wa Jalla
memerintahkan kaum perempuan untuk menetap di rumah-rumah mereka maka Allah
Azza wa Jalla melarang mereka dari (perbuatan) tabarruj wanita-wanita Jahiliyah,
(yaitu) dengan sering keluar rumah atau keluar rumah dengan berhias, memakai
wewangian, menampakkan wajah serta memperlihatkan kecantikan dan perhiasan
mereka yang Allah perintahkan untuk disembunyikan.
Tabarruj (secara bahasa) diambil dari (kata) al-burj
(bintang, sesuatu yang terang dan tampak), di antara (makna)nya adalah
berlebihan dalam menampakkan perhiasan dan kecantikan, seperti kepala, wajah,
leher, dada, lengan, betis dan anggota tubuh lainnya, atau menampakkan
perhiasan tambahan.
Hal ini dikarenakan seringnya (para wanita) keluar rumah
atau keluar dengan menampakkan (perhiasan dan kecantikan mereka) akan
menimbulkan fitnah dan kerusakan yang besar (bagi diri mereka dan masyarakat)”
[10]
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa penjabaran
makna tabarruj meliputi dua hal, yaitu:
1. Seringnya seorang wanita keluar rumah, karena ini
merupakan sebab terjadinya fitnah dan kerusakan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar
(rumah) Syaithan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi
laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah Azza wa
Jalla) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”. [11]
Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau
berkata: “Makna ayat ini adalah perintah (bagi kaum perempuan) untuk menetapi
rumah-rumah mereka. Meskipun (asalnya) ini ditujukan kepada istri-istri Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi secara makna
(wanita-wanita) selain mereka (juga) termasuk dalam perintah tersebut. Ini
seandainya tidak ada dalil yang khusus (mencakup) semua wanita. Padahal
(dalil-dalil dalam) syariat Islam penuh dengan (perintah) bagi kaum wanita
untuk menetapi rumah-rumah mereka dan tidak keluar rumah kecuali karena darurat
(terpaksa)” [12]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan bagi seorang wanita untuk menetap di rumahnya dan tidak
keluar rumah kecuali untuk kebutuhan yang mubah (diperbolehkan dalm Islam)
dengan menetapi adab-adab yang disyariatkan (dalam Islam). Sungguh Allah telah
menamakan (perbuatan) menetapnya seorang wanita di rumahnya dengan “qaraar”
(tetap, stabil, tenang), ini mengandung arti yang sangat tinggi dan mulia.
Karena dengan ini jiwanya akan tenang, hatinya akan damai dan dadanya akan
lapang. Maka dengan keluar rumah akan menyebabkan keguncangan jiwanya,
kegalauan hatinya dan kesempitan dadanya, serta membawanya kepada keadaan yang
akan berakibat keburukan baginya” [13]
Di tempat lain, beliau berkata: “Allah Azza wa Jalla
memerintahkan para wanita untuk menetapi rumah-rumah mereka, karena keluarnya
mereka dari rumah sering menjadi sebab (timbulnya) fitnah. Dan sungguh
dalil-dalil syariat menunjukkan bolehnya mereka keluar rumah jika ada keperluan
(yang sesuai syariat), dengan memakai hijab (yang benar) dan menghindari
memakai perhiasan, akan tetapi menetapnya mereka di rumah adalah (hukum) asal
dan itu lebih baik bagi mereka serta lebih jauh dari fitnah” [14]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: “(Hukum)
asalnya seorang wanita tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali kalau ada
keperluan (yang sesuai dengan syariat), sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits shahih (riwayat) imam al-Bukhari (no. 4517) ketika turun firman Allah
Azza wa Jalla:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di
rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan
berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang
dahulu” [al-Ahzaab:33]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh Allah telah mengizinkan kalian (para wanita) untuk keluar (rumah) jika
(ada) keperluan kalian (yang dibolehkan dalam syariat)” [15]
Bahkan menetapnya wanita di rumah merupakan ‘aziimatun
syar’iyyah (hukum asal yang dikuatkan dalam syariat Islam), sehingga kebolehan
mereka keluar rumah merupakan rukhshah (keringanan) yang hanya diperbolehkan
dalam keadaan darurat atau jika ada keperluan. Oleh karena itulah, Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam tiga ayat al-Qur’an [16] menisbatkan/menggandengkan
rumah-rumah kepada para wanita, padahal jelas rumah-rumah yang mereka tempati
adalah milik para suami atau wali mereka, ini semua menunjukkan bahwa selalu
menetap dan berada di rumah adalah keadaan yang sesuai dan pantas bagi mereka.
[17]
2. Keluar rumah dengan menampakkan kecantikan dan
perhiasan yang seharusnya disembunyikan di hadapan laki-laki yang bukan
mahramnya..
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan kaum perempuan untuk menetapi rumah-rumah mereka dan
melarang mereka dari perbuatan tabarruj (ala) jahiliyyah, yaitu menampakkan
perhiasan dan kecantikan, seperti kepala, wajah, leher, dada, lengan, betis dan
perhiasan (keindahan wanita) lainnya, karena ini akan (menimbulkan) fitnah dan
kerusakan yang besar, serta mengundang diri kaum lelaki untuk melakukan
sebab-sebab (yang membawa kepada) perbuatan zina…” .[18]
Allah Azza wa Jalla memerintahkan kaum wanita untuk
menyembunyikan perhiasan dan kecantikan mereka dalam firman-Nya:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخْفِيْنَ
مِنْ زِيْنَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka (para wanita) memukulkan kaki
mereka agar orang mengetahui perhiasan yang mereka sembunyikan”. [an-Nuur: 31]
.
Perhiasan yang dilarang untuk ditampakkan dalam ayat ini
mencakup semua jenis perhiasan, baik yang berupa anggota badan mereka maupun
perhiasan tambahan yang menghiasi fisik mereka.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Perhiasan wanita
yang dilarang untuk ditampakkan adalah segala sesuatu yang disukai oleh
laki-laki dari seorang wanita dan mengundangnya untuk melihat kepadanya, baik
itu perhiasan/keindahan asal (anggota badan mereka) ataupun perhiasan yang bisa
diusahakan (perhiasan tambahan yang menghiasi fisik mereka), yaitu semua yang
ditambahkan pada fisik wanita untuk mempercantik dan menghiasi dirinya” [19].
Ancaman Keras Dan Keburukan Tabarruj
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan ada di akhir
umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas kepala
mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena (memang)
mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala)”.
Dalam hadits lain ada tambahan: “Mereka tidak akan masuk
Surga dan tidak dapat mencium bau (wangi)nya, padahal sungguh wanginya dapat
dicium dari jarak sekian dan sekian” [20]
Dalam hadits ini terdapat ancaman keras yang menunjukkan
bahwa perbuatan tabarruj termasuk dosa besar, karena dosa besar adalah semua
dosa yang diancam oleh Allah dengan Neraka, kemurkaan-Nya, laknat-Nya,
azab-Nya, atau terhalang masuk Surga. Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin
bersepakat menyatakan haramnya tabarruj, sebagaimana penjelasan imam
ash-Shan’ani [21].
Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi memasukkan perbuatan
tabarruj ke dalam dosa-dosa besar berdasarkan hadits di atas, dalam kitab
beliau “al-Mu’lim syarhu shahiihi Muslim” (1/243).
Ancaman dan keburukan tabarruj lainnya yang disebutkan
dalam dalil-dalil yang shahih adalah sebagai berikut [22]:
1. Tabarruj adalah sunnah Jahiliyah, sebagaimana dalam
firman Allah:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di
rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan
berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang
dahulu” [al-Ahzaab:33].
2. Tabarruj digandengakan dengan syirik, zina, mencuri
dan dosa-dosa besar lainnya, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjadikan salah satu syarat untuk membai’at para wanita muslimah dengan
meninggalkan tabarruj. Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu,
beliau berkata: Umaimah bintu Ruqaiqah datang menemui Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk membai’at beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas
agama Islam. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku
membai’at kamu atas (dasar) kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak berbuat dusta yang
kamu ada-adakan antara kedua tangan dan kakimu, tidak meratapi mayat, dan tidak
melakukan tabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku)
seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu” [23]
3. Ancaman keras dengan kebinasan bagi wanita yang
melakukan tabarruj. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada
tiga golongan manusia yang jangan kamu tanyakan tentang mereka (karena mereka
akan ditimpa kebinasaan besar): orang yang meninggalkan jamaah (kaum muslimin)
dan memberontak kepada imamnya (penguasa/pemerintah) lalu dia mati dalam
keadaan itu, budak wanita atau laki-laki yang lari (dari majikannya) lalu dia
mati (dalam keadaan itu), dan seorang wanita yang (ketika) suaminya tidak
berada di rumah (dalam keadaan) telah dicukupkan keperluan dunianya (hidupnya),
lalu dia melakukan tabarruj setelah itu, maka jangan tanyakan tentang mereka
ini” [24]
4. Imam adz-Dzahabi menjadikan perbuatan tabarruj yang
dilakukan oleh banyak wanita termasuk sebab yang menjadikan mayoritas mereka termasuk
penghuni Neraka [25], na’uudzu billahi min dzaalik. Ucapan beliau akan kami
nukil secara lengkap dalam makalah ini, insya Allah.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh [26]
menjelaskan secara khusus keburukan-keburukan perbuatan tabarruj berdasarkan
dalil-dali dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
di antaranya sebagai berikut:
- Tabarruj adalah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalil-dalil yang telah kami
sebutkan.
- Tabarruj akan membawa laknat dan dijauhkan dari rahmat
Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan ada di
akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas
kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena
(memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala)” [27].
- Tabarruj termasuk sifat wanita penghuni Nereka,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ada dua golongan
termasuk penghuni Neraka yang aku belum melihat mereka: (pertama) orang-orang
yang memegang cambuk seperti ekor sapi, (digunakan) untuk memukul/menyiksa
manusia, (kedua) Wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang…” [28]
- Tabarruj adalah kesuraman dan kegelapan pada hari
kiamat. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh di sini berdalil dengan
sebuah hadits yang lemah tapi maknanya benar.
- Tabarruj adalah perbuatan fahisyah (keji). Karena
wanita adalah aurat, maka menampakkan aurat termasuk perbuatan keji dan
dimurkai oleh Allah, Syaithanlah yang menyuruh manusia melakukan perbuatan
keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا
عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون
“Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat
buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak
kamu ketahui” [al-Baqarah:169].
- Tabarruj adalah sunnah dari Iblis. Karena dia berusaha
keras untuk membuka aurat dan menyingkap hijab mereka, maka tabarruj merupakan
target utama (tipu daya) Iblis. Allah Jalaa Jalaaluh berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ لا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ
أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنزعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu
oleh Syaitan sebagaimana dia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu (Adam dan
Hawa) dari Surga, dia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya” [al-A’raaf: 27]
- Tabarruj adalah metode penyesatan orang-orang Yahudi.
Karena mereka mempunyai peranan besar dalam upaya merusak kehidupan manusia
melalui cara memperlihatkan fitnah dan kecantikan wanita, dan mereka sangat
berpengalaman dalam bidang ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Takutlah kalian kepada (fitnah) dunia, dan takutlah kepada (fitnah)
wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama yang melanda Bani Israil adalah
tentang wanita” [29].
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 447).
[2]. Kitab “Qawa-‘idul ahkaam” (hal. 2).
[3]. Lihat kitab “Hiraasatul fadhiilah” (hal. 53).
[4]. Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 489).
[5]. Kitab “al-Hijaabu wa fadha-iluhu” (hal. 3).
[6]. Juga termasuk di dalam rumah jika ada laki-laki yang
bukan mahram wanita tersebut.
[7]. Lihat kitab “an-Nihaayatu fi gariibil hadiitsi wal
atsar” (1/289) dan “al-Qaamuushul muhiith” (hal. 231).
[8]. Kitab “Fathul Qadiir” (4/395).
[9]. Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 663).
[10]. Kitab “Hiraasatul fadhiilah” (hal. 44 - 45).
[11]. HR Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu Hibban (no.
5599) dan at-Thabrani dalam “al-Mu'jamul ausath” (no. 2890), dinyatakan shahih
oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Mundziri dan syikh al-Albani dalam
"Silsilatul ahaaditsish shahiihah" (no. 2688).
[12]. Kitab “al-Jaami’ liahkaamil Qur-an” (14/174).
[13]. Kitab “at-Tabarruju wa khatharuhu” (hal. 22).
[14]. Kitab “Majmuu’ul fataawa syaikh Bin Baz” (4/308).
[15]. Al-Fataawa al-imaaraatiyyah.
[16]. Yaitu QS al-Ahzaab: 33, 34 dan ath-Thalaaq:1.
[17]. Lihat kitab “Hiraasatul fadhiilah” (hal. 87).
[18]. Kitab “at-Tabarruju wa khatharuhu” (hal. 6-7).
[19]. Kitab “Majmuu’ul fataawa syaikh Bin Baz” (5/227).
[20]. Hadits pertama riwayat ath-Thabrani dalam
“al-Mu’jamush shagiir” (hal. 232) dinyatakan shahih sanadnya oleh syaikh
al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 125), dan hadits
kedua riwayat imam Muslim (no. 2128).
[21]. Lihat kitab “Hiraasatul fadhiilah” (hal. 107-108).
[22]. Lihat kitab “al-Hijaabu wa fadha-iluhu” (hal. 4-6)
dan “al-‘Ajabul ‘ujaab fi asykaalil hijaab” (hal. 79-80).
[23]. HR Ahmad (2/196) dan dinyatakan hasan oleh syaikh
al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 121).
[24]. HR Ahmad (6/19) dan al-Hakim (1/206), dinyatakan
shahih oleh imam al-Hakim, adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani dalam kitab
“Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 119).
[25]. Lihat keterangan syaikh al-Albani dalam kitab
“Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 232).
[26]. Dalam kitab beliau “al-Hijaabu wa fadha-iluhu”
(hal. 4-6).
[27]. HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamush shagiir” (hal.
232) dinyatakan shahih sanadnya oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul
mar-atil muslimah” (hal. 125).
[28]. HSR Muslim (no. 2128).
[29]. HSR Muslim (no. 2742).
seharusnya bukan jilboobs yang di haraMkan,,
ReplyDeletetetapi muslim yang gak pake jilbab,,,
para jilboobs itu hanya orang yang memiliki pemahaman yang belum sempurna ttg hijab,,karena untuk mencapai sempurna itu butuh proses yang berbeda-beda stiap individu,, bisa cepat atau lambat,,
sedangkan ,muslim yang gak pake jilbab,, itu gak haram ya,, hahaha aneh yang bikin peraturan,, kasian lah para jilboobs,, bisa2 bukannya memperpanjang hijab,, malah melepasnya,,, AYO HARAMAN MANA??