Perjalanan yang belum selesai (360)
(Bagian ke tiga ratus enam puluh), Depok, Jawa Barat,
Indonnesia, 31 Agustus 2015, 06.16 WIB).
Mengapa Iblis (syaitan) menjadi musuh nomer satu manusia
?
Allah dalam firmannya di Surah Shaad Ayat 71-88 memperingatkan
manusia bahwa syaitan (iblis) adalah musuh nomer satu, karena sumpah Iblis akan
menyesatkan manusia mengikuti bujukannya agar menemani iblis masuk neraka.
Satu-satu jalan bagi manusia agar terhindar dari godaan
iblis, adalah meminta pertolongan dan perlindungan dari Allah agar kita termasuk
orang-orang yang selamat, memperoleh rahmat dan hidayah dari Allah agar selamat
dalam kehidupan didunia yang merupakan penuh dengan ujian dan dimasukkan Allah
ke surga yang abadi dan luasnya seluas antara langit dan bumi.
Tafsir Shaad Ayat 71-88
Ayat 71-88: Penjelasan tentang penciptaan Adam ‘alaihis
salam, kesombongan Iblis, peringatan terhadap godaan setan, tugas Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menerangkan tentang ancaman bagi orang-orang
kafir .
Terjemah Surat Shaad Ayat 71-88
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ
طِينٍ (٧١) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
(٧٢) فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ (٧٣) إِلا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ
وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (٧٤)قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا
خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (٧٥) قَالَ أَنَا
خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (٧٦)قَالَ فَاخْرُجْ
مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (٧٧) وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
(٧٨) قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (٧٩)قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ
الْمُنْظَرِينَ (٨٠) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (٨١) قَالَ فَبِعِزَّتِكَ
لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٨٢) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٨٣)قَالَ
فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ (٨٤) لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ
مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ (٨٥) قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا
مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ (٨٦) إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ (٨٧) وَلَتَعْلَمُنَّ
نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ (٨٨)
71. [1](Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah[2].”
72. Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya
dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya[3]; maka tunduklah kamu dengan
bersujud[4] kepadanya[5].”
73. Lalu para malaikat itu bersujud semuanya,
74. kecuali Iblis; ia menyombongkan diri[6] dan ia
termasuk golongan yang kafir[7].
75. Allah berfirman[8], "Wahai Iblis, apakah yang
menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua
Tangan-Ku[9]. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk
golongan yang (lebih) tinggi?"
76. (Iblis) berkata[10], "Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan
dari tanah[11].”
77. Allah berfirman, "Kalau begitu keluarlah kamu
dari surga[12]! Sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk[13],
78. Dan sungguh, kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari
pembalasan.”
79. Iblis berkata, "Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku
sampai pada hari mereka dibangkitkan[14].”
80. Allah berfirman[15], "Maka sesungguhnya kamu
termasuk golongan yang diberi penangguhan,
81. sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya (hari
Kiamat).”
82. (Iblis) menjawab[16], "Demi kemuliaan-Mu[17],
pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya,
83. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara
mereka[18].
84. Allah berfirman, "Maka yang benar (adalah
sumpah-Ku), dan hanya kebenaran itulah yang Aku katakan[19].
85. [20]Sungguh, Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan
kamu dan dengan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya.
86. [21]Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak meminta
imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku) dan aku bukanlah termasuk orang
yang mengada-ada[22].
87. Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi
seluruh alam[23].
88. Dan sungguh, kamu akan mengetahui (kebenaran)
beritanya (Al Qur’an) setelah beberapa waktu lagi[24].”
[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan
tentang perbantahan para malaikat, lihat pula surah Al Baqarah: 30.
[2] Yaitu Adam ‘alaihis salam bapak manusia.
[3] Sehingga menjadi hidup. Disandarkan ruh kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala adalah sebagai pemuliaan kepada Adam alaihis salam,
sebagaimana disandarkannya kata bait (rumah) kepada Allah sehingga menjadi
Baitullah (rumah Allah), yang menunjukkan keistimewaan rumah tersebut.
[4] Yakni sujud penghormatan, bukan sujud ibadah.
[5] Maka para malaikat mempersiapkan diri mereka untuk
itu karena mengikuti perintah Tuhan mereka dan sebagai penghormatan kepada Adam
‘alaihis salam. Ketika penciptaannya telah selesai baik badan maupun ruhnya dan
Allah hendak menguji kepandaian Adam dan malaikat dalam hal ilmu, maka tampak
jelaslah kepandaian Adam daripada malaikat, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan para malaikat untuk sujud.
[6] Terhadap perintah Tuhannya dan terhadap Adam alaihis
salam.
[7] Dalam ilmu Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[8] Mencela Iblis.
[9] Yani yang telah Aku muliakan dan istimewakan dengan
menciptakannya dengan kedua Tangan-Ku, di mana hal ini mengharuskan kamu untuk
tidak sombong terhadapnya.
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai
kepada Mujahid, di mana ia menceritakan dari Ibnu Umar, bahwa ia berkata:
خَلَقَ اللهُ أَرْبَعَةً بِيَدِهِ: الْعَرْشَ، وَعَدْنَ، وَالْقَلَمَ،
وآدَمَ ثُمَّ قَالَ لِكُلِّ شَيْءٍ كُنْ فَكَانَ
“Allah menciptakan empat makhluk dengan Tangan-Nya,
yaitu: Arsy, surga ‘Adn, Qalam (pena), dan Adam. Kemudian Dia berfirman kepada
segala sesuatu, “Jadilah!” Maka jadilah ia.”
[10] Menentang Tuhannya.
[11] Ia menyangka bahwa api lebih baik daripada tanah.
Ini adalah qiyas yang fasid (rusak), karena api adalah materi yang buruk,
rusak, tinggi, tidak terarah, dan ringan. Sedangkan tanah adalah materi yang
tenang, tawadhu’, menumbuhkan tumbuhan, dan ia mengalahkan api dan
memadamkannya, sedangkan api butuh kepada materi yang menegakkannya, adapun
tanah berdiri sendiri.
[12] Ada pula yang mengatakan, dari langit dan dari
tempat yang mulia.
[13] Yakni terusir.
[14] Hal ini karena kedengkiannya dan kerasnya
permusuhannya kepada Adam dan keturunannya agar ia dapat menyesatkan manusia
yang telah ditaqdirkan Allah akan sesat.
[15] Mengabulkan permohonan-Nya karena sesuai dengan
kebijaksanaan-Nya.
[16] Setelah Iblis mengetahui bahwa dirinya diberi
penangguhan, maka ia memperlihatkan sikapnya yang buruk kepada Tuhannya karena
permusuhannya kepada Allah, kepada Adam dan kepada keturunannya.
[17] Huruf ba’ di ayat ini bisa berarti qasam (sumpah),
yakni Iblis bersumpah dengan keperkasaan Allah untuk menyesatkan manusia. Bisa
juga untuk istianah (minta bantuan), yakni karena Iblis mengetahui bahwa
dirinya lemah dari berbagai sisi, dan bahwa dia tidak dapat menyesatkan seorang
pun kecuali jika dikehendaki Allah Ta’ala, maka dia meminta bantuan dengan
keperkasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala untuk menyesatkan keturunan Adam itu.
Ya Allah, kami adalah keturunan Adam yang sedang dicari
kesempatan oleh Iblis dan tentaranya agar dia dapat menyesatkan kami, kami
meminta tolong dengan keperkasaan-Mu dan kekuasaan-Mu yang besar serta
rahmat-Mu yang luas agar Engkau membantu kami memeranginya, selamat dari tipu
dayanya, dan kami berbaik sangka kepada-Mu bahwa Engkau akan mengabulkan
permohonan kami dan kami beriman kepada janji-Mu bahwa Engkau akan mengabulkan
permohonan orang yang berdoa kepada-Mu, dan kami telah berdoa kepada-Mu
sebagaimana Engkau memerintahkan kami, maka kabulkanlah permohonan kami,
sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji.
[18] Yang dimaksud dengan mukhlas di sini ialah
orang-orang yang telah diberi taufiq untuk menaati segala petunjuk dan perintah
Allah Subhaanahu wa Ta'aala, yaitu orang-orang mukmin. Ya Allah, jadikanlah
kami termasuk orang-orang yang mukhlas itu.
[19] Menurut Syaikh As Sa’diy, bahwa maksud firman Allah
itu adalah, bahwa kebenaran adalah sifat-Ku dan kebenaran adalah ucapan-Ku.
[20] Ini adalah jawabul qasam (jawaban dari sumpah di
ayat sebelumnya).
[21] Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menerangkan dalilnya dan menjelaskan jalan yang lurus kepada mereka, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menyuruh Rasul-Nya untuk mengatakan seperti yang
disebutkan dalam ayat di atas.
[22] Yakni aku bukanlah orang yang mengaku memiliki
sesuatu yang tidak aku miliki, dan aku tidak mengatakan sesuatu yang tidak aku
ketahui, demikian pula aku tidak mengikuti selain yang telah diwahyukan kepadaku.
Masruq pernah berkata, “Kami datang kepada Abdullah bin
Mas’ud, lalu ia berkata, “Wahai manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu
maka katakanlah, namun barang siapa yang tidak mengetahui, ucapkanlah “Allahu
a’lam” (Allah lebih mengetahui). Karena termasuk ilmu seseorang mengatakan
terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya, “Allahu a’lam”, Allah Azza wa Jalla
berfirman kepada Nabi kalian, “Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak meminta
upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
takalluf (membebani diri).”
[23] Yakni Al Qur’an merupakan pengingat terhadap sesuatu
yang bermanfaat bagi mereka baik yang terkait dengan maslahat dunia maupun
agama, sehingga Al Quran merupakan peninggi keadaan alam semesta dan sebagai
hujjah bagi mereka yang tetap menentang padahal mengetahui.
[24] Kebenaran berita-berita Al Quran itu ada yang
terlaksana di dunia dan ada pula yang terlaksana di akhirat; yang terlaksana di
dunia seperti kebenaran janji Allah kepada orang-orang mukmin bahwa mereka akan
menang dalam peperangan dengan kaum musyrikin, dan yang terlaksana di akhirat
seperti kebenaran janji Allah tentang balasan atau perhitungan yang akan
dilakukan terhadap manusia.
Syaikh As Sa’diy berkata, “Surat yang agung ini
mengandung peringatan yang bijaksana, berita yang besar, penegakkan hujjah dan
dalil bagi orang-orang yang mendustakan Al Qur’an dan menentangnya, serta
mendustakan orang yang membawanya, sekaligus pemberitahuan tentang hamba-hamba
Allah yang mukhlas, balasan bagi orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
durhaka. Oleh karena itu Allah bersumpah di awalnya, bahwa ia mengandung
peringatan dan di akhirnya Allah menyifatinya bahwa ia peringatan bagi alam
semesta. Demikian pula Allah Subhaanahu wa Ta'aala memperbanyak peringatan di
antara awal dan akhir surat, seperti firman-Nya, “Wadzkur ‘abdnaa”, “Wadz kur
ibaadanaa”, “Rahmatan min indinaa wa dzikraa”, dan “Haadzaa dzikr.” Ya Allah,
ajarilah kami darinya sesuatu yang tidak kami ketahui, ingatkanlah kami sesuatu
yang kami lupa, baik lupa dalam arti lalai maupun meninggalkannya.”
JIHAD MELAWAN SYAITHAN
Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari
Sadarkah kita, bahwa setiap diri ini memiliki musuh besar
? Musuh yang sangat menginginkan kita sesat dan celaka. Musuh yang tidak
terlihat, tapi memiliki banyak tipu-daya dan cara untuk mencapai tujuannya.
Itulah syaithan (setan).
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan manusia agar
tidak tergoda olehnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ
أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu
oleh syaitan sebagaimana ia telah berhasil mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari
surga. [al-A’râf/7: 27]
Oleh karena itu, dengan rahmat-Nya, Allâh Azza wa Jalla
memerintahkan manusia untuk menjadikan syaithan sebagai musuh. karena memang
sebenarnya, syaithan musuh bagi manusia. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ
إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh nyata bagimu, maka
jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.
[Fâthir/35:6]
Bagaimana sepak terjang musuh terhadap lawannya ? Semua
orang sudah tahu jawabannya yaitu berusaha sekuat tenaga agar lawannya ditimpa
segala keburukan dan terlepas dari semua kebaikan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengomentari ayat di atas,
“Perintah Allâh untuk menjadikan syaithan sebagai musuh ini sebagai peringatan
agar (manusia) mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi dan melawannya.
Sehingga syaithan itu seolah-olah musuh yang tidak pernah berhenti dan tidak
pernah lalai”. [Zâdul Ma’âd, III/6]
Dalam menjalankan aksinya menyesatkan dan membinasakan
manusia, syaithan memiliki dua senjata yaitu syubhat dan syahwat. Oleh karena
itu, orang yang ingin selamat harus berjihad melawan syaithan dengan
bersenjatakan ilmu dan mentazkiyah (membersihkan) jiwanya. Ilmu nafi’ (yang
yang bermanfaat) akan membuahkan rasa yakin, yang akan menolak syubhat.
Sedangkan tazkiyatun nafs akan melahirkan ketakwaan dan kesabaran, yang
membuatnya mampu mengendalikan syahwat.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jihad melawan
syaithan memiliki dua tingkatan : Pertama, menolak syubhat dan keraguan yang
dilemparkan syaithan kepada hamba; Kedua, menolak syahwat dan
keinginan-keinginan jelek yang dilemparkan syaithan kepada hamba. Jihad yang
pertama akan diakhiri dengan keyakinan, sedangkan jihad yang kedua akan
diakhiri dengan kesabaran. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا
صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami. [as-Sajdah/32:24]
Allâh Azza wa Jalla memberitakan bahwa kepemimpinan agama
hanya bisa diraih dengan kesabaran (dan keyakinaan), kesabaran akan menolak
syahwat dan keinginan-keinginan jelek, dan keyakinan akan menolak keraguan dan
syubhat.” [Zâdul Ma’âd III/10]
Jadi senjata manusia untuk melawan syaithan adalah ilmu
dan kesabaran. Ilmu yang bersumber dari kitabullâh dan sunnah Rasul-Nya.
Kemudian mengamalkan ilmu tersebut sehingga jiwa menjadi bersih dan suci, dan
menumbuhkan kesabaran.
Itulah cara menghadapi tipu daya syaitan secara global,
sedangkan secara rinci adalah sebagai berikut :
1. Beriman Dan Mentauhidkan Allâh Dengan Benar
Sesungguhnya seluruh kekuatan, kekuasaan, kesempurnaan
hanyalah milik Allâh Azza wa Jalla. Oleh karena itu, seorang hamba yang
ditolong dan dilindungi oleh Allâh, tidak akan ada yang mampu mencelakainya.
Inilah senjata pertama dan utama seorang mukmin dalam menghadapi syaithan yaitu
beriman dengan benar kepada Allâh, beribadah dengan ikhlas kepada-Nya,
bertawakkal hanya kepadaNya dan beramal shalih sesuai aturan-Nya. Allâh Azza wa
Jalla memberitakan bahwa syaithan tidak memiliki daya terhadap hamba-hamba Allâh
yang beriman dan mentauhidkan-Nya. Allâh berfirman.
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada memliki kekuasaan
atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. [an-Nahl/16: 99]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Ketika Iblis tahu
bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas, dia
mengecualikan mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan
membinasakan (manusia). Iblis mengatakan,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ﴿٨٢﴾إِلَّا
عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlash [Shâd/38: 82-83]
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلاَّ مَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu
(Iblis) terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti-mu, yaitu
orang-orang yang sesat. [al-Hijr/15:42]
Maka ikhlas adalah jalan kebebasan, islam adalah
kendaraan keselamatan, dan iman adalah penutup keamanan. [al-‘Ilmu, Fadhluhu Wa
Syarafuhu, hlm. 72-74, tansiq: Syeikh Ali bin Hasan Al-Halabi]
2. Berpegang Teguh Kepada Al-Kitab Dan As-Sunnah Dengan
Pemahaman As-Salafush Shalih
Ketika Allâh Azza wa Jalla menurunkan manusia di muka
bumi, sesungguhnya Dia menyertakan petunjuk untuk mereka. Sehingga manusia
hidup di dunia ini tidak dibiarkan begitu saja, tanpa bimbingan, perintah dan
larangan. Allâh Azza wa Jalla menurunkan kitab suci dan mengutus para Rasul
yang membawa peringatan, penjelasan dan bukti-bukti. Barangsiapa berpaling dari
peringatan Allâh, maka dia akan menjadi mangsa syaithan dan dijerumuskan ke
dalam kecelakaan abadi. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا
فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang
Maha Pemurah (al-Qur’ân), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka
syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. [az-Zukhruf/43: 36]
Oleh karena itu, jalan selamat dari tipu daya syaithan
adalah dengan mengikuti jalan Allâh, mengikuti al-Kitab dan as-Sunnah dengan
pemahaman as-salafush shâlih. Allâh Azza wa Jalla berfirman
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ
الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ
جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran
baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min (yaitu jalan
para sahabat), Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali. [an-Nisâ’/4: 115]
3. Berlindung Kepada Allâh Dari Gangguan Syaithan.
Inilah sebaik-baik jalan untuk menyelamatkan diri dari
syaithan dan tentaranya, memohon perlindungan kepada Allâh Azza wa Jalla ,
karena Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Makna “aku
berlindung kepada Allâh dari syaithan yang dilaknat” yaitu aku meminta
perlindungan kepada Allâh dari syaithan yang dilaknat yang menggangguku pada
agamaku atau pada duniaku, atau menghalangiku dari melakukan sesuatu yang
diperintahkan (Allah Azza wa Jalla) kepadaku, atau mendorongku melakukan apa
terlarang bagiku. Karena tidak ada yang bisa mencegah syaithan dari manusia
kecuali Allâh.
Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk
mengambil hati dan bersikap lembut kepada syaithan manusia, dengan melakukan
kebaikan kepadanya, agar tabi’atnya (yang baik) menolaknya dari gangguan (yang
dia lakukan).
Dan Allâh memerintahkan agar (manusia) berlindung
kepada-Nya dari syaithan jin, karena dia tidak menerima suap dan perbuatan
kebaikan tidak akan mempengaruhinya, karena dia memiliki tabi’at yang jahat,
dan tidak akan mencegahnya darimu kecuali Yang telah menciptakannya.” [Tafsir
Ibnu Katsir, 1/14, penerbit: Darul Jiil, Beirut, tanpa tahun]
Memohon perlindungan ini dilakukan secara umum pada
setiap waktu, pada setiap diganggu oleh syaithan, dan juga dilakukan pada
waktu-waktu tertentu yang dituntunkan oleh Allâh dan Rasul-Nya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ
بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah
kepada Allâh. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[al-A’râf/7:200]
Adapun waktu-waktu tertentu yang dituntunkan untuk
beristi’adzah antara lain yaitu saat diganggu syaithan; adanya bisikan jahat;
gangguan dalam shalat; saat marah; mimpi buruk; akan membaca al-Qur’an; akan
masuk masjid; akan masuk tempat buang hajat; saat mendengar lolongan anjing dan
ringkikan keledai; ketika akan berjima’; waktu pagi dan petang; isti’adzah
untuk anak-anak dan keluarga; ketika singgah di suatu tempat; ketika akan
tidur; dan lain-lain. Perincian dalil-dalil ini semua terdapat di dalam
hadits-hadits yang shahih.
4. Membaca Al-Qur’an
Sesungguhnya syaithan akan lari menjauh dengan sebab
bacaan Al-Qur’an, sebagaimana di dalam hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: Janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kuburan,
sesungguhnya syaithan lari dari rumah yang dibacakan surat Al-Baqarah di
dalamnya”. [HR. Muslim, no: 780]
Syaithan telah membukakan salah satu rahasianya ini
kepada Abu Hurairah, yang hal itu dibenarkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Syaithan mengatakan:
إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ
( اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ
فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ
حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ
“Jika engkau menempati tempat tidurmu, maka bacalah ayat
kursi (Allohu laa ilaaha illa huwal hayyul qayyuum) sampai engkau menyelesaikan
ayat tersebut, maka sesungguhnya akan selalu ada padamu seorang penjaga dari
Allâh, dan syaithan tidak akan mendekatimu sampai engkau masuk waktu pagi”.
[HR. Bukhari]
5. Memperbanyak Dzikrulloh.
Dzikrullah adalah benteng yang sangat kokoh untuk
melindungi diri dari gangguan syaithan. Hal ini diketahui dari pemberitaan
Allâh Subhanahu wa Ta’alaewat para RasulNya, antara lain lewat lisan Nabi Yahya
Alaihissallam, sebagaimana hadits di bawah ini:
عَنْ الْحَارِثِ الْأَشْعَرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ
أَنْ يَعْمَلَ بِهَا وَيَأْمُرَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يَعْمَلُوا بِهَا...وَآمُرُكُمْ
أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ
فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ
مِنْهُمْ كَذَلِكَ الْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ
اللَّهِ
Dari Al-Harits Al-Asy’ari, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allâh memerintahkan Yahya bin Zakaria q
dengan lima kalimat, agar beliau mengamalkannya dan memerintahkan Bani Israil
agar mereka mengamalkannya (di antaranya)…”Aku perintahkan kamu untuk
dzikrullah (mengingat/menyebut Allâh). Sesungguhnya perumpamaan itu seperti
perumpamaan seorang laki-laki yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sehingga
apabila dia telah mendatangi benteng yang kokoh, kemudian dia menyelamatkan
dirinya dari mereka (dengan berlindung di dalam benteng tersebut). Demikianlah
seorang hamba tidak akan dapat melindungi dirinya dari syaithan kecuali dengan
dzikrullah”. [HR.Ahmad]
Maka jika anda ingin selamat dari tipu-daya dan gangguan
syaithan, hendaklah selalu membasahi lidah anda dengan dzikrullah disertai
konsentrasi dengan hati.
6. Tetap Bersama Jama’ah umat Muslimin
Bergabung dengan jama’ah umat Islam dalam melaksanakan
berbagai ibadah yang dituntunkan dengan berjama’ah, merupakan salah satu cara
menyelamatkan diri dari incaran syaithan. Karena sesungguhnya syaithan
merupakan serigala yang akan menerkam manusia, sebagaimana serigala akan
menerkam domba yang menyempal dari kelompoknya.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ
لَا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ
بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ قَالَ زَائِدَةُ قَالَ
السَّائِبُ يَعْنِي بِالْجَمَاعَةِ الصَّلَاةَ فِي الْجَمَاعَةِ
Dari Abu Darda’, dia berkata: “Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada tiga orang di
suatu desa atau padang, tidak didirikan shalat jama’ah pada mereka, kecuali
syaithan menguasai mereka. Maka bergabunglah dengan jama’ah, karena
sesungguhnya srigala itu akan memakan kambing yang menyendiri”. [HR. Abu Dawud,
no: 547]
7. Mengetahui Tipu-Daya Syaithan Sehingga Mewaspadainya.
Syaithan itu sangat berantusias menyesatkan manusia, ia
habiskan waktunya dan segala kemampuannya dikerahkan untuk merusak manusia.
Allâh Azza wa Jalla memperingatkan hamba-hambaNya yang beriman dari musuh
bebuyutan tersebut dengan firmanNya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah- langkah syaitan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah syaitan, maka
sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. [An-Nuur/24: 21]
Salah satu cara menghindari tipu daya syaithan yaitu
mengetahui dan membongkar tipu-daya itu sehingga dapat dihindari. Karena orang
yang tidak mengetahui keburukan, dia akan mudah terjerumus dalam keburukan
tersebut tanpa disadari.
8. Menyelisihi Syaithan Dan Menjauhi Sarana-Sarananya
Untuk Menyesatkan Manusia.
Syaithan adalah musuh manusia. Oleh karena itu, kita
wajib memposisikannya sebagai musuh. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَيَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغُرُورُ
Hai manusia, sesungguhnya janji Allâh adalah benar, maka
sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali
janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allâh. [
Fathir: 5]
Diantara realisasi dari hal diatas yaitu dengan
menyelisihi perbuatan syaithan. Misalnya:
• Syaithan makan dan minum dengan tangan kiri, maka
selisihi dia dengan makan dan minum dengan tangan kanan.
• Syaithan tidak melakukan qoilulah (istirahat di tengah
hari), maka kita selisihi dengan melakukan qoilulah.
• Tidak boros (tabdziir) karena orang yang berbuat
tabdziir adalah saudarasyaithan.
• Melakukan sesuatu dengan tenang dan hati-hati, karena
sikap tergesa-gesa dari syaithan.
• Hendaklah kita berusaha sekuat tenaga agar tidak
menguap, karena itu dari syaithan.
Dalil-dalil yang kami sebutkan ini, terdapat di dalam
hadits-hadits yang shahih.
Diantara realisasi sikap permusuhan terhadap syaithan
adalah adalah menjauhi sarana-sarana yang digunakan oleh syaithan untuk
menyesatkan manusia, seperti: musik, lagu dan khamer.
9. Yakin Bahwa Tipu Daya Syaithan Itu Lemah
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.
[An-Nisa’: 76]
Bagaimanapun lihainya syaithan dalam menebarkan
perangkap-perangkapnya, kita harus yakin bahwa sebenarnya tipu daya syaithan
itu lemah. Asalkan kita selalu mentaati Allâh Yang Maha Perkasa. Di antara
kelemahan syaithan yaitu :
• Dia tidak bisa membuka pintu yang dikunci dengan
disertai doa (menyebut nama Allâh).
• Dia juga tidak dapat makan bersama orang yang
mengucapkan bismillah ketika hendak makan.
• Juga tidak dapat bermalam di rumah yang dimasuki oleh
penghuninya sambil membaca doa
10. Taubat Dan Istighfar.
Selama masih hidup, manusia senantiasa perlu bertaubat
dan istighfar kepada Allah Azza wa Jalla, diriwayatkan dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ إِبْلِيسَ قَالَ لِرَبِّهِ بِعِزَّتِكَ
وَجَلَالِكَ لَا أَبْرَحُ أُغْوِي بَنِي آدَمَ مَا دَامَتِ الْأَرْوَاحُ فِيهِمْ فَقَالَ
اللَّهُ فَبِعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا أَبْرَحُ أَغْفِرُ لَهُمْ مَا اسْتَغْفَرُونِي
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Iblis berkata kepada Robbnya: “Demi
kemuliaan dan keagunganMu, aku senantiasa akan menyesatkan anak-anak Adam
selama ruh masih ada pada mereka”. Maka Allâh berfirman: “Demi kemuliaan dan
keagunganMu, Aku senantiasa akan mengampuni mereka selama mereka mohon ampun
kepadaKu”. [HR. Ahmad]
Inilah sedikit keterangan tentang syaithan dan
tipu-dayanya, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Wallahul Musta’an.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XV/1432H/2011.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196].
No comments:
Post a Comment