Munir |
'Pollycarpus bebas? Itulah kenyataan hukum negara ini!'
MERDEKA.COM. Kebebasan Pollycarpus Budihari Priyanto,
terpidana kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir, mengundang
kekecewaan banyak kalangan. Kendati yang terjadi sudah sesuai dengan prosedur
hukum, namun rasa keadilan belum diberikan oleh pemerintah dalam hal ini
penegak hokum.
Aktivis Omah Munir, Salma Safitri Rahayaan prihatin
dengan keadaan yang sejak awal proses hukum dijalankan sudah syarat keganjilan.
Pengadilan Pollycarpus dibuktikan bersalah, tapi tidak mau membuka bukti lebih
banyak untuk memenjarakan intelektual brother dari pembunuhan tersebut. Padahal
saat itu banyak sekali bukti, tinggal pengadilan mau atau tidak membukanya.
"Terhadap Pollycarpus ya, dia sudah dibebaskan, mau
diapain lagi? Enggak bisa diapa-apain. Tidak bisa lagi diproses hukum, kita kan
ada asas tidak mungkin orang dihukum dua kali kan. Bahwa kalau dia dihukum
ringan, 14 tahun, lalu dapat remisi 11 kali total 3 tahun 6 bulan. Itulah
kenyataan hukum negara ini," kata Salma di Museum Omah Munir, Minggu
(30/11).
Pollycarpus baru menjalani 8 tahun hukuman dari total
hukuman yang dikenakan. Dalam pendekatan aturan memang setelah menjalani 2/3
hukumannya, seseorang boleh mengajukan pembebasan bersyarat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Belum lagi dikurangi dengan remisi-remisi karena
berperilaku baik dan lain sebagainya.
Kasus Munir, kata Salma, bukan hanya di ranah hukum,
tetapi juga di ranah politik. Butuh keseriusan pemerintah untuk menegakkan
hukum dengan memastikan mereka yang bersalah dan menskenariokan pembunuhan juga
dihukum.
"Kami prihatin, karena pelaku pembunuh Munir,
pembunuhan berencana dan pembunuhan sistemik. Dia bukan pembunuhan biasa karena
pembunuhan politis. Ada sebuah skenario yang dirancang di BIN (Badan Intelijen
Negara) sebelum beberapa waktu dibunuh, ini ada isyarat untuk mati. Dia (Munir)
memang mau dibunuh," katanya.
Salma menyesalkan tidak ada cara pandang berbeda terhadap
kasus pembunuhan Munir, sehingga dia mendapatkan remisi sebagaimana tahanan
lain. Seharusnya yang berlaku pada sebuah extraordinary crime (kejahatan luar
biasa) itu tidak boleh mendapatkan remisi. Kejahatan politik, korupsi,
narkotika adalah kejahatan khusus yang seharusnya tidak mendapat remisi seperti
kasus biasa.
"Dalam kasus Munir, Pollycarpus menerima remisi
setahun 2 kali, saat 17 Agustus dan Natal. Jadi buat kami negara ini
menunjukkan pemerintah tidak memiliki keseriusan. Yang jelas SBY telah
mengingkari janjinya dalam menyelesaikan kasus Munir. Karena ini bagian dari
proses pemerintahan sebelum sekarang ini," imbuh Salam menutup
pembicaraan.
No comments:
Post a Comment