Aung San Suu Kyi |
Suu Kyi: Oposisi Myanmar akan Dorong Amandemen Konstitusi
Pasal-pasal dalam konstitusi Myanmar yang berlaku
sekarang, melarang Aung San Suu Kyi bertarung dalam pemilu presiden tahun
depan.
Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi terancam tidak
bisa mengikuti pilpres Myanmar tahun 2015 (foto: dok).
Pemimpin kelompok oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi
mengatakan ia dan para pendukungnya akan tetap mendorong untuk melakukan
amandemen atas pasal-pasal dalam konstitusi yang melarangnya bertarung dalam
pemilu presiden Myanmar tahun depan.
Dalam wawancara ekskusif dengan VOA hari Minggu (23/11),
pemenang anugerah Nobel Perdamaian itu mengatakan penting bagi dirinya dan para
pendukungnya untuk terus melakukan lobby demi perubahan.
“Kita tidak pernah
berharap hal ini akan berlangsung mudah tetapi yakin bahwa hal ini mungkin
dilakukan. Pertanyaannya adalah kapan? Jika kita bisa mengubah konstitusi ini
lebih awal, akan lebih baik bagi negara ini. Kita membutuhkan keberanian dan
kemampuan untuk mengubah apa yang dibutuhkan guna kondisi negara yang lebih
baik,” ujar Suu Kyi.
Suu Kyi juga mengatakan partainya, Liga Nasional Untuk
Demokrasi (NLD), juga siap mewakili
seluruh warga Myanmar untuk bersuara tentang hal ini.
“Mengapa kita tidak menyelenggarakan referendum di
seluruh negara? Kita sangat siap untuk itu. Dengan cara demikian, kita bisa
mengetahui pandangan-pandangan pihak lain juga,” tambah Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi menanggapi pernyataan Panglima Militer
Myanmar Aung Hlaing yang meremehkan upaya NLD untuk mengumpulkan lima juta
tanda tangan guna melakukan amandemen konstitusi.
Dalam wawancara eksklusif dengan VOA hari Sabtu (22/11),
Jenderal Myanmar itu mengatakan pasal-pasal konstitusi yang dipertanyakan tidak
ditujukan pada Aung San Suu Kyi.
“Pembatasan ini tidak ditujukan pada satu individu atau
kelompok atau kelompok etnis tertentu, tetapi mencakup seluruh negara. Masalah
lain adalah kita harus mempertimbangkan situasi yang ada sejak periode
pra-kemerdekaan, dan kita punya begitu banyak masalah imigrasi karena kita
adalah negara yang memiliki penduduk sangat padat,” kata Jenderal Hlaing.
Pasal yang dipertanyakan adalah larangan bagi siapapun
untuk menjadi presiden jika mereka memiliki pasangan (suami atau istri) atau
anak yang merupakan warga negara asing. Aung San Suu Kyi dilarang karena kedua
putranya adalah warga negara Inggris. Mendiang suaminya juga warga negara Inggris.
Ketika ditanya apakah ia mungkin mengadakan pertemuan
empat mata dengan Aung San Suu Kyi, Jendral Aung Hlaing mengatakan pembicaraan
semacam itu dengan pemimpin NLD tersebut “sulit dilakukan”, dengan mengatakan
niat politiknya mungkin tidak sama. Tetapi ia menambahkan bahwa ia tidak
mengesampingkan kemungkinan pertemuan itu, dengan mengatakan pertemuan itu
mungkin diselenggarakan jika diperlukan.
Untuk pertama kalinya panglima angkatan bersenjata yang
sangat berpengaruh itu dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan Aung San Suu
Kyi bulan lalu dalam suatu pembicaraan yang tidak pernah terjadi sebelumnya
dengan 14 pesaing politik dan pemimpin militer Myanmar. Pembicaraan itu telah
memicu tekad untuk membahas reformasi politik dan perundingan damai.
Tetapi banyak tokoh oposisi mengecam pertemuan itu
menghindari dialog yang bermakna.
Aung San Suu Kyi kemudian menuntut pertemuan empat pihak
dengan Presiden Thein Sein, Jendral Hlaing dan Ketua DPR. Tetapi Presiden Thein
Sein tampaknya menampik gagasan ini dalam wawancara dengan VOA hari Kamis
(20/11) di kediamannya.
“Pembicaraan adalah cara yang baik untuk menemukan solusi
politik tetapi jika hanya dilakukan oleh kami berempat, tidak cukup inklusif”,
ujar Presiden Thein Sein.
Thein Sein – mantan purnawirawan jendral berusia 69 tahun
– telah menjadi presiden Myanmar sejak tahun 2011, pasca menjabat sebagai
perdana menteri selama empat tahun. Sebelumnya Myanmar benar-benar berada di
bawah kekuasaan militer selama hampir lima puluh tahun – yaitu dari tahun 1962
hingga 2010.
Thein Sein mengatakan kepada VOA, ia belum memutuskan
apakah akan kembali bertarung untuk masa jabatan kedua atau tidak. (VOA)
No comments:
Post a Comment