Ratu Kecantikan Muslimah |
'World Muslimah Award' Ingin Tandingi Kontes Kecantikan
Barat
Pihak penyelenggara berharap menampilkan panutan positif
bagi perempuan Muslim di seluruh dunia.
Para peserta ajang ratu kecantikan Muslimah Dunia ke-3 di
Jakarta, 2013. (Reuters/Beawiharta)
PRAMBANAN—
Beragam perempuan dari seluruh dunia berkompetisi dalam
final lomba khusus Muslimah di Indonesia, Jumat lalu (21/11), yang dianggap
sebagai tandingan kontes kecantikan Barat.
Perempuan-perempuan tersebut, termasuk seorang dokter dan
ilmuwan komputer, berjalan di panggung dengan gaun gemerlap dengan latar
belakang Candi Prambanan yang megah untuk kontes tersebut.
Ke-18 finalis wajib mengenakan jilbab dan dinilai tidak
hanya berdasarkan penampilan, namun juga kemampuan mereka membaca Quran dan
pandangan mereka tentang Islam di dunia modern.
"Kami ingin melihat apakah mereka memahami segalanya
tentang cara hidup Islami -- dari cara makan, berpakaian, bagaimana mereka
menjalani hidup," ujar Jameyah Sheriff, salah satu penyelenggara.
Pemenang malam itu adalah ilmuwan komputer berusia 25
tahun dari Tunisia, Fatma Ben Guefrache, dengan hadiah termasuk jam emas, uang
dinar emas dan umrah ke Makkah.
"Semoga Allah menolong saya dalam misi ini, dan
membebaskan Palestina. Tolong, tolong bebaskan Palestina dan orang-orang
Suriah," ujarnya dalam pidato kemenangan sambil berurai airmata.
World Muslimah Award pertama kali menarik perhatian
global pada 2013 ketika penyelenggara menampilkannya sebagai protes damai atas
ajang Miss World, yang diselenggarakan hampir bersamaan di Bali.
Meski tetap populer di beberapa negara, Miss World yang
dikelola Inggris sering menghadapi tuduhan bahwa ajang itu merendahkan
perempuan, dan sesi lomba dimana para kontestan berpose dengan bikini telah
menjadi pusat kritikan.
Dalam upaya meredakan kelompok garis keras, penyelenggara
Miss World telah menghapuskan sesi bikini untuk edisi Bali, namun acara itu
masih memicu demonstrasi dari para radikal yang menyebutnya "kontes
pelacur."
Jilbab Tidak Menakutkan
Kontestan dari Inggris, Dina Torkia mengatakan, ia
berharap World Muslimah tahun ini tidak hanya memperlihatkan kontras dengan
kontes kecantikan Barat, namun juga menghapus prasangka terhadap Islam.
"Saya kira hal terpenting adalah untuk
memperlihatkan bahwa kami adalah perempuan-perempuan normal, kami tidak menikah
dengan teroris. Kerudung di kepala saya ini tidak menakutkan," ujarnya.
Namun lomba pada tahun ini menghadapi beberapa tantangan,
seperti mundurnya tujuh finalis dan yang lainnya kesulitan mendapatkan visa
akibat birokrasi yang kompleks di Indonesia. Sebagian besar yang mundur adalah
karena keluarga mereka tidak ingin mereka bepergian seorang diri, ujar Sheriff.
Kontestan India ketinggalan pesawat pertama karena ia
diinterogasi pihak berwenang yang curiga melihat seorang perempuan bepergian
seorang diri dan memakai jilbab, meski ia kemudian berhasil naik pesawat
berikutnya.
Kontestan-kontestan lain melakukan pengorbanan untuk
ambil bagian dalam acara yang sudah empat kali diadakan ini, seperti Masturah
Jamil yang keluar dari pekerjaannya sebagai guru di Singapura karena atasannya
tidak memberikan hari libur untuk berpartisipasi dalam lomba.
Pihak penyelenggara berharap menampilkan panutan positif
bagi perempuan Muslim di seluruh dunia dan para kontestan, berusia antara 18
dan 27, termasuk ilmuwan dari Tunisia dan dokter dari Bangladesh.
Tapi tidak semua menikmati putaran-putaran final itu,
yang menurut Torkia mengecewakan.
"Saya datang ke kompetisi ini dengan harapan dapat
meningkatkan iman saya, tapi sejauh ini kebanyakan tentang promosi dan media
dan terlihat cantik," ujarnya.
Acara final menutup proses yang panjang, termasuk audisi
daring yang diikuti dengan acara-acara selama dua minggu di Indonesia. Selama
di sini, para kontestan mengunjungi panti asuhan dan rumah jompo, dan difoto di
Borobudur.
Acara puncak diselenggarakan di candi Hindu Prambanan,
untuk memperlihatkan bahwa Muslim menerima agama-agama lain, menurut
penyelenggara. (AFP)/VOA
No comments:
Post a Comment