!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, November 28, 2014

Poligami: ‘’tidak adil : mati dalam keadaan stroke’’.

Perjalanan yang belum selesai (154)

(Bagian ke seratus lima puluh empat, Depok, Jawa Barat, Indonesia, 28 November 2014, 19.36 WIB)


Poligami: ‘’tidak adil : mati dalam keadaan stroke’’.

Pada waktu aku bertugas sebagai Branch Manager (Kepala Cabang) PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri di Balikpapan, Kalimantan Timur, tahun 2000 lalu salah satu agen marketing freelance adalah dua pamanku, salah satu paman adala pensiunan PT Badak NGL, Bontang, salah satu lainnya adalah pensiunan lurah (kepala desa) di Gunung Tembak, Teritip, Balikpapan
Paman yang Kepala Desa ini kini hidup di Gunung Tembak hidup dengan dua istri , atau berpoligami, di dua rumah yang terpisah hanya beberapa ratus meter.
Di dalam mobil, ketika saya bertandang ke rumahnya saya iseng-iseng bertanya kepada salah satu paman yang poligami ini. ‘’Memangnya enak hidup dua istri,’’ Tanya saya pada dia. ‘’Cukup saya saja (paman mu ini) saja yang berpoligami, kamu jangan ikuti sikap saya ini, nanti kamu hidup dalam kesulitan dan stress. Yang istri muda cemburu pada isteri tua, begitu pula sebaliknya, setiap hari hidup kalau begini saja saya bisa gila, dan menderita,’’ keluhnya.
Saya terdiam saja mendengar celotehan paman saya itu.
Pagi ini supir taxiku yang membawa saya dari Depok ke Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (UKI) curhat (bercerita) selama dalam perjalanan pengalamannya selama tiga bulan bersama kedua pamannya di Balikpapan tahun 2013 lalu.
Kata supir taksi ini, kedua pamannya sudah pension sekitar 60 an tahun tapi hidup berkecukupan , karema uang pensiunan yang diperoleh bisa buka usaha Hotel (Guest House).
‘’Tapi hidup mereka kurang harmonis, istri kurang melayani istri di masa tua paman saya itu, mungkin istrinya itu dendam pada suami yang masa mudanya doyan kawin ,’’ cerita si supir tadi.

Saya mau ambil kesimpulan Poligami di sini nampaknya tidak seindah yang bisa kita bayangkan.

Barusan saya mendengar ceramah seorang Ustad (ulama) di Radio Rodja/Rodja TV, bahwa kata dia, Al-Quran dan Hadist menyebutkan kita dibolehkan memiliki lebih dari satu istri (Poligami), syaratnya : kalau kita bisa berlaku adil pada istri-istri kita. ‘’Kalau kita tidak bisa adil, kata Ustad itu, kita di akherat dalam keadaan badan mati sebelah (seperti orang terkena sakit stroke).
Jawaban Ustad ini diuatarakan karena ada satu pertanyaan dari salah satu pemirsa yang bertanya kenapa Nabi Muhammad SAW memiliki istri sebelas (11) orang.
Ustad ini menjawab Nabi Muhammad SAW memiliki istri sampai 11 orang, karena memiliki misi khusus dari Allah Maha Kuasa, diantaranya ingin mempersatukan dan mengembangkan Islam yang baru tumbuh, lagi pula dari sebelas istri-istri nabi itu hanya satu yang perawan dan muda, yang lainnya para janda dan usia tua. Lagi pula Nabi Muhammad memperoleh muzizat dan kekuatan serta kemampuan khusus dari ALLah Maha pencipta dan penentu takdir dan qadar sehingga berlaku adil baik nafkah lahir maupun batin pada semua istrinya, sedangkan kita sebagai manusia biasa tanpa mukzizat apa-apa tentu sulit berperilaku adil. Jadi,kata Ustad itu , kalau kita tidak bisa berlaku adil, sebaiknya hanya punya satu istri saja. Dengan panjang lebar Ustad itu menjelaskan kenapa Allah mebolehkan lelaki berpoligami lebih dari satu istri (maksimal empat)

Memilih Isteri Dan Berbagai Kriterianya (1)

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq


Terdapat banyak kriteria yang dituntut dari diri wanita, dan dianjurkan menikahi wanita yang memiliki berbagai kriteria tersebut. Kita cukupkan dengan menyebut kriteria-kriteria terpenting.

Pertama:
MENTAATI AGAMA DAN SANGAT MENCINTAI-NYA.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu...” [Al-Hujuraat/49: 13].

Dia berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

“… Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)...” [An-Nisaa’/4: 34].

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

"Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung."[1]

Wahai saudaraku, ini bukan berarti bahwa kecantikan itu tidak diperlukan. Tetapi yang dimaksud ialah jangan membatasi pada kecantikan, karena itu bukan prinsip bagi kita dalam memilih isteri. Pilihlah karena agamanya; dan jika tidak, maka engkau tidak akan bahagia. Yakni, berlumuran dengan tanah berupa aib yang bakal terjadi padamu setelah itu disebabkan isteri tidak mempunyai agama.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr secara marfu’, ia mengatakan: "Jangan menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi kecantikannya itu akan memburukkannya; dan jangan menikahi wanita karena hartanya, bisa jadi hartanya membuatnya melampui batas. Tetapi, nikahilah wanita atas perkara agamanya. Sungguh hamba sahaya wanita yang sebagian hidungnya terpotong lagi berkulit hitam tapi taat beragama adalah lebih baik."[2]

Syaikh al-‘Azhim Abad berkata: "Makna ‘fazhfar bidzaatid diin (ambillah yang mempunyai agama)’ bahwa yang pantas bagi orang yang mempunyai agama dan adab yang baik ialah agar agama menjadi pertimbagannya dalam segala sesuatu, terutama berkenaan dengan pendamping hidup. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah-kan supaya mencari wanita beragama yang merupakan puncak pencarian. Taribat yadaaka, yakni menempel dengan tanah."[3]

Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ، إِنْ أَمَرَهَـا أَطَاعَتْهُ، وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ، وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ.

"Seorang mukmin tidak mengambil manfaat sesudah takwa kepada Allah, yang lebih baik dibandingkan wanita yang shalihah: Jika memerintahnya, ia mentaatinya; jika memandang kepadanya, ia membuatnya senang; jika bersumpah terhadapnya, ia memenuhi sumpahnya; jika bepergian meninggalkannya, maka ia tulus kepadanya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya."[4]

Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مِنْ سَعَـادَةِ ابْنُ آدَمَ ثَلاَثَةٌ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْـكَنُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ، وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنُ آدَمَ: اَلْمَرْأَةُ السُّوْءُ، وَالْمَسْكَنُ السُّوْءُ، وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ.

"Kebahagiaan manusia ada tiga: Wanita yang shalihah, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Sedangkan ke-sengsaraan manusia ialah: Wanita yang buruk (perangainya), tempat tinggal yang buruk, dan kendaraan yang buruk."[5]

Ibnu Majah meriwayatkan dari Tsauban, ia mengatakan: "Ketika turun (ayat al-Qur-an) mengenai perak dan emas, mereka bertanya: 'Lalu harta apakah yang harus digunakan?' ‘Umar berkata: 'Aku akan memberitahu kepadamu mengenai hal itu.' Lalu dia mengendarai untanya hingga menyusul Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan aku mengikutinya dari belakang. Lalu dia bertanya: 'Wahai Rasulullah, harta apakah yang akan kita gunakan?' Beliau menjawab: 'Hendaklah salah seorang dari kalian mempunyai hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir, dan isteri beriman yang dapat mendukung (me-motivasi) salah seorang dari kalian atas perkara akhirat.'"[6]

Ini Adalah Perumpamaan Hidup Tentang Wanita Yang Taat Beragama, Dan Banyak Bertanya Tentangnya (Juru Bicara Kaum Wanita).
Dari Asma' binti Yazid al-Anshariyyah, ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau berada di tengah-tengah Sahabatnya seraya mengatakan: "Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Aku utusan para wanita kepadamu. Ketahuilah -diriku sebagai tebusanmu- bahwa tidak seorang wanita pun yang berada di timur dan barat yang mendengar kepergianku ini melainkan dia sependapat denganku. Sesungguhnya Allah mengutusmu dengan kebenaran kepada kaum pria dan wanita, lalu kami beriman kepadamu dan kepada Rabb-mu yang mengutusmu. Kami kaum wanita dibatasi; tinggal di rumah-rumah kalian, tempat pelampiasan syahwat kalian, dan mengandung anak-anak kalian. Sementara kalian, kaum pria, dilebihkan atas kami dengan shalat Jum’at dan berjama’ah, men-jenguk orang sakit, menyaksikan jenazah, haji demi haji, dan lebih utama dari itu ialah jihad fii sabiilillaah. Jika seorang pria dari kalian keluar untuk berhaji, berumrah atau berjihad, maka kami memelihara harta kalian, membersihkan pakaian kalian, dan merawat anak-anak kalian. Lalu apa yang bisa membuat kami mendapatkan pahala seperti apa yang kalian dapatkan, wahai Rasulullah?" Mendengar hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para Sahabatnya, kemudian bertanya: "Apakah kalian pernah mendengar perkataan seorang wanita yang lebih baik daripada wanita ini dalam pertanyaannya tentang urusan agamanya?" Mereka menjawab: "Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka ada seorang wanita yang men-dapat petunjuk seperti ini." Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepadanya seraya berkata kepadanya: "Pergilah wahai wanita, dan beritahukan kepada kaum wanita di belakangmu bahwa apabila salah seorang dari kalian berbuat baik kepada suaminya, mencari ridhanya dan menyelarasinya, maka pahalanya menyerupai semua itu." Kemudian wanita ini berpaling dengan bertahlil dan bertakbir karena gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[7]

Ilustrasi Mengenai Wanita Yang Rasa Malunya Tidak Menghalanginya Untuk Bertanya Tentang Agamanya.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan: “Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Allah tidak malu dalam hal kebenaran. Apakah wanita wajib mandi jika bermimpi?' Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jika dia melihat air.’” Ummu Salamah menutupi wajahnya dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah wanita bermimpi?" Beliau menjawab: "Ya, semoga engkau beruntung, lantas dari mana anaknya dapat mirip dengannya?"[8]

Mereka Adalah Kaum Wanita Yang Mengetahui Keutamaan Ilmu Dan Mencarinya.
Al-Bukhari meriwayatkan bahwa ketika kaum wanita merasakan keutamaan ilmu, mereka pergi kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau suatu majelis yang khusus untuk mereka. Abu Sa’id menuturkan: "Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan: 'Wahai Rasulullah, kaum pria pergi dengan membawa haditsmu, maka berikan untuk kami sehari dari waktumu di mana kami datang kepadamu pada hari itu agar engkau mengajarkan kepada kami dari apa yang Allah ajarkan kepadamu.' Beliau bersabda: 'Berkumpullah kalian pada hari ini dan hari itu di tempat demikian dan demikian.' Mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada mereka untuk mengajarkan kepada mereka apa yang Allah ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau bersabda: 'Tidaklah seorang wanita dari kalian mendahulukan tiga perkara dari anaknya, melainkan itu menjadi hijab baginya dari api Neraka.' Maka seorang wanita dari mereka berkata: 'Wahai Rasulullah, dua?' Ia mengulanginya dua kali. Kemudian beliau bersabda: 'Dua, dua, dua.'"[9]

Dalam riwayat an-Nasa-i disebutkan: "Dikatakan kepada mereka: 'Masuklah ke dalam Surga.' Mereka mengatakan: 'Hingga bapak-bapak kami masuk.' Maka diperintahkan: 'Masuklah kalian beserta ayah-ayah kalian.'"

Kedua:
TIDAK MENGENAL KATA-KATA YANG TERCELA.
Ditanyakan kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma: "Siapakah wanita yang paling utama?" Ia menjawab: "Yaitu wanita yang tidak mengenal kata-kata yang tercela dan tidak berfikir untuk menipu suami, serta hatinya kosong kecuali berhias untuk suaminya dan untuk tetap memelihara keluarganya."

Seorang Arab mengabarkan kepada kita tentang wanita yang sebaiknya dijauhi, ketika berfikir untuk menikah.

Ia mengatakan: "Jangan menikahi enam jenis wanita, yaitu yang annanah, mannanah, hannanah, dan jangan pula menikahi haddaqah, barraqah, dan syaddaqah."

Annanah ialah wanita yang banyak merintih, mengeluh serta memegang kepalanya setiap saat. Sebab, menikah dengan orang yang sakit atau pura-pura sakit tidak ada manfaatnya.

Mannanah ialah wanita yang suka mengungkit-ungkit (kebaikan) di hadapan suaminya, dengan mengatakan: "Aku telah melakukan demikian dan demikian karenamu."

Hannanah ialah wanita yang senantiasa rindu kepada suaminya yang lain (yang terdahulu) atau anaknya dari suami yang lain. Ini pun termasuk jenis yang harus dijauhi.

Haddaqah ialah wanita yang memanah segala sesuatu dengan kedua matanya lalu menyukainya dan membebani suami untuk membelinya.

Barraqah mengandung dua makna:
1. Wanita yang sepanjang hari merias wajahnya agar wajahnya menjadi berkilau yang diperoleh dengan cara meriasnya.

2. Marah terhadap makanan. Ia tidak makan kecuali sendirian dan menguasai bagiannya dari segala sesuatu. Ini bahasa Yaman. Mereka mengatakan: “Bariqat al-Mar-ah wa Bariqa ash-Shabiyy ath-Tha’aam,” jika marah pada makanan itu.
Dan syaddaqah ialah wanita yang banyak bicara.[10]

Ketiga:
DI ANTARA SIFATNYA IALAH BERSABAR DAN TIDAK BERSEDIH.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia menuturkan: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُوْدَ وَشَقَّ الْجُيُوْبَ وَدَعَـا بَدُعَـاءِ الْجَـاهِلِيَّةِ.

'Bukan termasuk golonganku orang yang menampar pipi dan merobek saku baju serta berseru dengan seruan Jahiliyyah (ketika mendapat musibah).'"[11]

Seruan Jahiliyah, sebagaimana kata al-Qadhi: "Ialah meratapi mayit dengan mengutuk."

Dalam kitab ash-Shahiihain, dari Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata: "Abu Musa sakit keras, lalu dia pingsan dan kepalanya berada di pangkuan salah seorang isterinya, maka isterinya berteriak dan Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikit pun. Ketika siuman, dia berkata: 'Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri shaliqah, haliqah, dan syaqqah.[12] '"[13]

Abu Dawud meriwayatkan dari seorang wanita yang turut membai’at Rasulullah, ia mengatakan: "Di antara isi janji yang diambil oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kami di dalam kebaikan yang mana kami tidak boleh melanggarnya ialah: ‘Kami tidak boleh mencakar-cakar wajah, tidak boleh mengutuk, tidak boleh merobek-robek baju, dan tidak boleh mengacak-acak rambut.’"[14]

Muslim meriwayatkan dalam Shahiihnya dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan: "Ketika Abu Salamah meninggal, aku mengatakan: 'Ia asing dan di bumi asing.' Sungguh aku akan menangisinya dengan tangisan yang akan terus dibicarakan orang. Aku telah siap untuk menangisinya. Tiba-tiba datang seorang wanita dari dataran tinggi bermaksud menyertaiku (dalam tangisan). Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadangnya seraya bertanya: 'Apakah engkau ingin memasukkan syaitan ke dalam rumah yang telah Allah bebaskan darinya?' Diucapkannya dua kali. Lalu aku menahan tangisan, sehingga aku tidak menangis."[15]

Keempat:
DIA TIDAK MEREMEHKAN DOSA.
Ahmad meriwayatkan dari Suhail bin Sa’ad, ia mengatakan: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوْبِ، كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَـاءَ ذَا بِعُوْدٍ، حَتَّـى انْضَجُوْا خُبْزَتَهُمْ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوْبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكُهُ.

'Janganlah kalian meremehkan dosa-dosa kecil, seperti kaum yang berada di perut lembah lalu masing-masing orang membawa sepotong kayu sehingga dapat menanak roti mereka. Sesungguhnya bila dosa-dosa kecil itu pelakunya dihukum, maka dosa-dosa tersebut akan mencelakakannya.'"[16]

Kelima:
IA BERAKHLAK MULIA.
Inilah wanita yang senantiasa mempergauli suaminya dengan akhlak mulianya.
Ibnu Ja’dabah berkata: “Di tengah kaum Quraisy ada seorang pria yang berakhlak buruk. Tetapi tangannya suka berderma, dan dia orang yang berharta. Bila dia menikahi wanita, dipastikan dia akan menceraikannya karena akhlaknya yang buruk dan kurang-nya ketabahan isterinya. Kemudian dia meminang seorang wanita Quraisy yang berkedudukan mulia. Ia telah mendapatkan kabar tentang keburukan akhlaknya. Ketika mahar diputuskan di antara keduanya, pria ini berkata: ‘Wahai wanita, sesungguhnya pada diriku terdapat akhlak yang buruk dan itu tergantung pada ketabahan, jika engkau bersabar terhadapku (maka kita lanjutkan pernikahan ini), namun jika tidak, maka aku tidak ingin memperdayamu terhadapku.’ Wanita ini mengatakan: ‘Sesungguhnya orang yang akhlaknya lebih buruk darimu ialah orang yang membawamu kepada akhlak yang buruk.’ Akhirnya wanita ini menikah dengannya, dan tidak pernah terjadi di antara keduanya kata-kata (cerai) hingga kematian memisahkan di antara keduanya."[17]

Keenam:
DI ANTARA SIFATNYA IALAH TIDAK MENCERITAKAN TENTANG WANITA LAINNYA KEPADA SUAMINYA.
Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

لاَ تُبَاشِرُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا، كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا.

"Janganlah wanita bergaul dengan wanita lainnya lalu menceritakannya kepada suaminya, seolah-olah suaminya melihatnya."[18]

Ketujuh:
IA TIDAK MEMAKAI PARFUM (MINYAK WANGI) KETIKA KELUAR DARI RUMAHNYA DAN MEMELIHARA HIJABNYA.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menutur-kan: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُوْرًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ اْلآخِرَ.

'Siapa pun wanita yang mengasapi dirinya dengan pedupaan (sebagai parfum), maka janganlah ia mengikuti shalat 'Isya' yang terakhir bersama kami.'"[19]

Hal ini dalam hubungannya dengan shalat; maka bagaimana halnya dengan wanita yang keluar rumah dengan berhias serta memakai parfum untuk selain shalat?!

Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita bahwa shalatnya ini tidak diterima, sekiranya dia pergi ke masjid dengan keadaan seperti ini. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa dia bertemu seorang wanita yang memakai parfum hendak menuju ke masjid, maka dia berkata: "Wahai hamba Allah Yang Mahaperkasa, engkau hendak ke mana?" Ia menjawab: "Ke masjid." Abu Hurairah bertanya: "Untuk ke masjid engkau memakai parfum?" Ia menjawab: "Ya." Abu Hurairah berkata: "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَـا امْرَأَةٍ تَطَيَبَّتْ ثُمَّ خَرَجَتْ إِلَى الْمَسْجِدِ لَمْ تُقْبَلْ لَهَا صَلاَةٌ حَتَّى تَغْتَسِلَ.

'Wanita mana saja yang memakai parfum kemudian keluar menuju masjid, maka tidak diterima shalatnya hingga ia mandi.'"[20]

Dalam riwayat Ahmad:

فَتَغْتَسِلُ مِنْ غَسْلِهَا مِنَ الْجَنَابَةِ.

"Maka dia harus mandi seperti dia mandi dari janabah."

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa jika wanita memakai wewangian di rumahnya lalu keluar sehingga orang-orang mencium aromanya, maka dia adalah pezina. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لَيَجِدُوْا مِنْ رِيْحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ.

"Wanita mana saja yang memakai parfum lalu melintas di hadapan orang-orang agar mereka mencium aromanya, maka dia adalah pezina."[21]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir - Bogor]

Memilih Isteri Dan Berbagai Kriterianya (2)

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq


Kedelapan:
DI ANTARA SIFATNYA IALAH DIA TIDAK MELIHAT AURAT WANITA LAINNYA.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dari ayahnya bahwa beliau bersabda:

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ.

"Janganlah seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan jangan pula wanita melihat aurat wanita lainnya. Seorang pria tidak boleh bersama pria lainnya dalam satu kain, dan tidak boleh pula wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain."

Dalam sebuah riwayat:

وَلاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عُرْيَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَـى عُرْيَةِ الْمَرأَةِ.

"Tidak boleh seseorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya."[22]

Kesembilan:
DI ANTARA SIFATNYA IALAH DIA MENTAATI SUAMINYA.
Jika wanita mentaati suaminya selain kemaksiatan kepada Allah, maka ia termasuk penghuni Surga, insya Allah.

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang kaum pria kalian yang berada di Surga?" Kami menjawab: "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Nabi berada di Surga, ash-Shiddiq berada di Surga, orang yang mengunjungi saudaranya di sudut negeri hanya semata-mata karena Allah berada di Surga. Maukah aku kabarkan tentang kaum wanita kalian yang berada di Surga?" Kami menjawab: "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Wanita yang pengasih dan subur (banyak anak) -yakni sayang kepada suaminya dan mentaatinya serta banyak melahirkan anak-. Jika suaminya marah atau dibuat kesal olehnya, maka ia mengatakan: 'Ini tanganku di tanganmu, aku tidak akan tidur sampai engkau ridha.'"[23]

Kesepuluh:
ISTERI YANG BERIMAN TIDAK MEMINTA CERAI KEPADA SUAMINYA.
Jika seorang isteri bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia tidak akan meminta cerai kepada suaminya selamanya, hingga seandainya orang tuanya memerintahkan demikian kepadanya.

Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu anhu, bahwa dia menuturkan, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَـا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.

'Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka dia diharamkan mendapatkan aroma Surga.'"[24]

An-Nasa-i meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu secara marfu’:

اَلْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ.

"Wanita-wanita yang meminta cerai, mereka adalah wanita-wanita munafik."[25]

Al-Muntazi’aat ialah wanita yang menceraikan dirinya sendiri dengan hartanya dari pelukan suaminya tanpa kerelaannya.

Dengan demikian, seandainya dia mentaati kedua orang tuanya untuk meminta cerai dari suaminya, maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Semestinya mereka mengetahui bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِبَشَرٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ.

"Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam berbuat maksiat kepada Allah. Ketaatan itu hanyalah dalam hal yang ma’ruf."[26]

Kesebelas:
IA TIDAK MELEPAS PAKAIANNYA DI SELAIN RUMAHNYA, DAN IA SENANTIASA MEMELIHARA HIJABNYA DI LUAR RUMAH DAN DI DEPAN ORANG-ORANG ASING (BUKAN MAHRAM).
Di antara sifat wanita muslimah mukminah ialah tidak melepas pakaiannya kecuali di rumahnya atau rumah saudaranya, ayahnya, paman (dari pihak ayah)nya, atau paman(dari pihak ibu)nya, jika dia merasa aman bahwa tidak seorang pun dari orang-orang asing yang melihatnya.

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِيْ غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا، فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ عَزَّوَجَلَّ

"Wanita manapun yang menanggalkan pakaiannya di selain rumah suaminya, maka dia telah menyingkap tabir antara dirinya dengan Allah Azza wa Jalla."[27]
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَـا امْرَأَةٍ نَزَعَتْ ثِيَـابَهَا فِيْ غَيْرِ بَيْتِهَا، خَرَّقَ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَنْهَا سِتْرَهُ.

"Wanita manapun yang menanggalkan pakaiannya di selain rumahnya, maka Allah Azza wa Jalla merusak tirai-Nya darinya."[28]

Para ulama menetapkan, dia boleh menanggalkan pakaiannya jika merasa aman bahwa orang-orang asing tidak melihatnya, di tempat orang yang dipercayainya, di mana mereka mengetahui ketentuan-ketentuan Allah, tidak melihat aurat muslimah dan tidak pula memperlihatkannya kepada seseorang.

Ia harus memelihara hijabnya yang disyari’atkan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan dalam firman-Nya:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka me-nutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampak-kan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” [An-Nuur/24: 31]

Dari Abu Adzinah ash-Shadafi Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ نِسَائِكُمُ الْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ، الْمُوَاتِيَةُ الْمُوَاسِيَةُ، إِذَا اتَّقَيْنَ اللهَ، وَشَرُّ نِسَائِكُمُ الْمُتَبَرِّجَاتِ الْمُتَخَيِّلاَتُ، وَهُنَّ الْمُنَافِقَاتُ، لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْهُنَّ إِلاَّ مِثْلَ الْغُرَابِ اْلأَعْصَمِ.

"Sebaik-baik isteri kalian ialah yang pengasih dan subur (banyak anak), giat dan cekatan, jika mereka bertakwa kepada Allah. Dan seburuk-buruk isteri kalian ialah yang gemar bersolek dan cari akal (untuk menipu suami); mereka adalah wanita-wanita munafik yang tidak akan masuk Surga kecuali seperti burung gagak yang kedua kaki dan paruhnya berwarna merah.[*]"[29]

Dari Fadhalah bin ‘Ubaid secara marfu’:

ثَلاَثَةٌ لاَ تَسْأَلُ عَنْهُمْ: رَجُلٌ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ، وَعَصَى إِمَامَهُ، وَمَاتَ عَاصِيًا، وَأَمَةٌ أَوْ عَبْدٌ أَبَقَ فَمَاتَ، وَامْرَأَةُ غَابَ عَنْهَا زَوْجُهَا قَدْ كَفَـاهَا مُؤْنَةَ الدُّنْيَا فَتَبَرَّجَتْ بَعْدَهُ، فَلاَ تَسْأَلُ عَنْهُمْ، وَثَلاَثَةٌ لاَ تُسْأَلُ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَـازَعَ اللهَ عَزَّوَجَلَّ رِدَاءَهُ فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ، وَالْقُنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ.

"Ada tiga golongan yang mereka tidak ditanya (pada hari Kiamat); orang yang memisahkan diri dari jama’ah, mendurhakai pemimpinnya dan mati dalam keadaan durhaka, hamba sahaya wanita atau hamba sahaya pria yang melarikan diri (dari tuannya), kemudian mati dan wanita yang ditinggal pergi suaminya dalam keadaan kebutuhan duniawinya dicukupinya lalu dia bersolek selepas kepergiannya. Dan tiga golongan lainnya tidak akan ditanya (pada hari Kiamat), orang yang merenggut selendang Allah Azza wa Jalla, dan selendang-Nya ialah kesombongan dan sarung-Nya ialah kemuliaan, orang yang ragu tentang perkara Allah, dan orang yang ber-putus asa dari rahmat Allah."[30]

Keduabelas:
IA MEMBANTU SUAMINYA UNTUK MENTAATI ALLAH.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِيْ وَجْهِهَا الْمَـاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْـلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَـا فَصَلَّى، فَإِنْ أَبَـى نَضَحَتْ فِيْ وَجْهِهِ الْمَاءَ.

'Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam untuk mengerjakan shalat lalu membangunkan isterinya sehingga dia shalat. Jika isterinya menolak, maka dia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati pula wanita yang bangun malam untuk mengerjakan shalat lalu membangunkan suaminya sehingga shalat. Jika menolak, maka dia memercikkan air ke wajahnya.'"[31]

Al-Manari mengomentari: "Seperti air mawar atau bunga."

Dr. Nuruddin Tar mengatakan: "Arti nadh-h ialah percikan yang tidak mengganggu dan tidak menyebabkan terkejut. Bisa juga menggunakan yang lainnya seperti air mawar atau mengusap wajahnya dengan sedikit parfum."[32]

Ketigabelas:
DI ANTARA SIFATNYA IALAH SUKA BERSEDEKAH UNTUK KEBAJIKAN.
Hal ini berdasarkan riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Zainab ats-Tsaqafiyyah, isteri ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu nanhuma. Ia menuturkan, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 'Bershadaqahlah, wahai para wanita, walaupun dari perhiasan kalian.' Aku pun kembali kepada ‘Abdullah bin Mas’ud lalu aku katakan kepadanya, 'Engkau adalah pria yang mempunyai sedikit harta, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk bershadaqah. Datanglah kepada beliau dan tanyakan, jika dengan bersedekah kepadamu aku mendapatkan pahala, maka aku akan memberikannya kepadamu. Jika tidak, maka aku memberikannya kepada selainmu.' ‘Abdullah berkata: 'Justru, pergilah sendiri kepada beliau.' Aku pun berangkat. Ternyata ada seorang wanita Anshar di depan pintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hajatnya sebagaimana hajatku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang diberi kewibawaan. Ketika Bilal keluar menemui kami, kami berkata kepadanya: 'Datanglah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kabarkan kepada beliau bahwa dua orang wanita menunggu di depan pintu untuk bertanya kepadamu: ‘Apakah shadaqah keduanya berpahala bila diberikan kepada suaminya dan anak-anak yatim dalam pengasuhannya? Jangan beritahukan siapa kami.' Bilal kemudian masuk untuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menanyakan kepada beliau, maka beliau bertanya kepadanya: 'Siapa mereka berdua?' Ia menjawab: 'Seorang wanita Anshar dan Zainab.' Beliau bertanya: 'Zainab yang mana?' Ia menjawab, 'Isteri ‘Abdullah.' Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 'Mereka berdua mendapatkan dua pahala; pahala kekerabatan dan pahala shadaqah.'"[33]

Di antara sifatnya ialah ridha dengan yang sedikit, tidak mengeluh dan suka berderma, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam bab “Hak Suami.”

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir - Bogor]


No comments:

Post a Comment