Bersama Koresponden ASntara di Berlin Nanang Soenarto |
Perjalanan hidup yang belum selesai ?
Depok, Jawa Barat Indonesia, 24 November 2014, 04.51 WIB
Wartawan itu orang miskin, tapi bergaya hidup mewah
Sebagai seorang wartawan di Indonesia itu kita bisa
bilang adalah orang miskin, tetapi bisa hidup mewah, layaknya orang kaya atau
ceo (pemimpin perusahaan bergaji besar).
Perlu saya garis bawahi wartawan di Indonesia, karena
masing-masing Negara memiliki standar gaji yang berbeda. Semakin besar medianya
semakin besar juga gajinya.
Pada tahun 1984, sebagai reporter Kantor Berita Antara
gaji saya hanya Rp. 125.000 per bulan, sebesar Rp 90.000 per bulan saya
sisihkan untuk nyicil rumah Kredit Bank Tabungan Negara tipe 45 di Villa
Pertiwi, Depok selama 15 tahun. Lalu untuk hidup sehari-hari saya mengandalkan
gaji Istri saya Rp 225.000 per bulan yang bekerja di Rumah Sakit Islam, Cempaka
Putih Jakarta.
Sekitar tahun 1986, saya diundang Raja Oman Sultan Qabus,
bersama para wartawan lainnya dari manca Negara kami diundang ke Oman, untuk
meliput Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Kerajaan Oman dan objek wisata di Oman.
Dari Jakarta kita terbang dengan Singapore Airlines, rute
Jakarta- Singapore, Islamabad, Pakistan, lalu menuju ibukota Oman , Muscat,
Oman.
Sampai di Muscat, kita menginap di hotel mewah Al-Bustan,
dan disediakan Mobil mercedez Benz bersama supirnya siap membawa crew wartawan
ke berbagai lokasi di Oman.
Kebetulan saya satu kamar dengan wartawan TV3 Malaysia.
Di Hotel ini para wartawan sudah disediakan makan pagi, makan siang dan makan
malam secara prasmanan, makanan mewah khas Arab, seperti nasi goreng minyak
samin dicampur kismis (anggur dan kacang mete) kambing bakar, anggur, kurma,
dan berbagai ragam menu khas Arab.
Memang Oman dengan hasil mentahnya digunakan untuk
membangun negaranya dan mensejahterakan rakyatnya. Kota ditata dengan apik,
rapi, setiap pohon (bunga) di taman selalu dipasangi pipa air mancur agar tetap
membasahi pohon-pohon (bunga) yang ada, tidak heran kota Muscat, Oman walaupun
terletak di tengan padang pasir yang gersang, namun segar karena dikelilingi
pepohonan (bunga) dan pohon kurma yang rindang.
Puas menikmati hidup gaya orang kaya, menggunakan mobil
mewah mercedez benz, kamar hotel mewah, dan makanan lezat, selama tiga hari
tiga malam, kami kembali ke Negara-negara masing-masing, dan kembali bekerja
rutin di Jakarta dengan kendaraan operasional sepeda motor Honda Win 90 CC,
makan siang di Warung Tegal (warung/ restoran kecil) di pinggir jalan dengan
menu sederhana nasi, ikan , temped an tahu dengan harga murah. Kalau kita makan
siang biasanya Antara menyediakan makan siang gratis di kantinnya.
Pulang dari Muscat, kita singgah di Bangkok, Thailand,
dan memanfaatkan berdarmawisata di kota Bangkok dan sekitarnya.
Pada kesempatan lain ketika Indonesia masih menjadi
anggota Negara Pengekspor Minyak OPEC, ada beberapa kali saya meliput
Konferensi OPEC di markas OPEC di Wina, Austria, biasanya acara jamuan makan
para Menteri Perminyakan OPEC di hotel-hotel Mewah di Austria, para wartawan
yang meliput kegiatan itu juga ikut menikmatinya secara gratis.
Biasanya usai meliput konferensi OPEC di Wina , kita para
wartawan selalu menyempatkan diri tour ke berbagai Negara di Eropa, seperti
Hongaria, Belanda, Jerman , dan berbagai Negara Eropa lainnya.
Ketika kita meliput Konferensi Energi Dunia di Mandrid,
Spanyol pun kita diberi kesempatan untuk tour ke Sevilla, dan banyak kota
wisata di Spanyol.
Karena, rute pesawat ke Madrid dari Jakarta- via
Singapore, Amsterdam, Belanda, lalu ke Madrid, pulangnya saya tidak menggunakan
rute yang sama, tapi, Madrid, New York,Amerika Serikat, Los Angeles,
California, baru Kuala Lumpur- Jakarta.
Sewaktu singgah di Los Angeles, saya menyempatkan diri
berkunjung ke rumah adik kandung saya yang tinggal di San Diego, California.
Kunjungan ini saya ulangi lagi ketika saya meliput
pengapalan gas alam cair dari Bontang, Kalimantan Timur menuju Osaka, kami
wartawan dari Jakarta menggunakan Japan Airlines (JAL) dari Jakarta ke Osaka,
lalu dari Osaka ke Tokyo menggunakan Kereta api cepat. Dari Tokyo rute
penerbangan saya belokkan via Los Angeles, agar saya kembali bisa nengok adik
kandung saya secara gratis.
Sebagai Wartawan kita bukan saja bisa keliling dunia
secara gratis, tapi juga keliling Indonesia dari Sabang- Aceh sampai Merauke,
Papua, dengan jaminan keamanan penuh layaknya pejabat Negara.
Ketika bersama Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam,
Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, dan Menteri Pertambangan dan Energi
Ginanjar Kartasasmita ke Timor Timur,ketika masih menjadi bagian propinsi
Indonesia, kita para wartawan bersama menteri harus menggunakan jaket anti
peluru naik kendaraan panser lapis baja (tank) keliling kota-kota dan desa di
Timor Timur.
No comments:
Post a Comment