Perjalanan yang belum selesai (256)
(Bagian ke dua ratus lima puluh enam , Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 1 April 2015, 07.52 WIB)
S
ebatang Rokok Jauh Lebih Buruk dari Babi dan Arak.
Ustad Abu Yahya Badrussalam dalam tauziahnya di Radio
Rodja ,mengungkapkan Babi berdasarkan hasil penelitian memiliki 30 zat tidak
baik, sedangkan arak memiliki 20 zat tidak baik,
Makan babi dan minum arak telah jelas di dalam alquran
diharamkan untuk di konsumsi
Sedangkan sebatang rokok, kata Badrussalam yang
mengandung 4000 racun jauh lebih buruk
dibandingkan makan babi dan minum arak, berdasarkan banyak dalil di Al Quran
dan Sunnah diharamkan untuk dikunsumsi, dan bagi pelakunya akan memperberat
timbangan dosa di hari perhitungan Hisab di hari Kiamat.
Bahkan menghisab sebatang rokok, bila 4000 jenis racunnya
masuk ke dalam tubuh si perokok, maka dampak lebih buruk akan dialami si
perokok pasif, orang sekitar si perokok,
artinya si perokok telah berbuat dosa ganda, membunuh diri sendiri dengan
menghisab racun, juga meracuni banyak orang lain.
Berdasarkan pertimbangan dalil Al Quran, Hadist dan
petimbangan ilmiah ini Muhammadiyah Indonesia dan Ulama Arab Saudi memfatwakan
merokok diharamkan.
Oleh sebab itu para anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia (DPR RI) yang akan membahas undang-undang tentang tembakau, jangan
sampai salah langkah, sehingga nanti di mata Allah harus mempertanggung
jawabkan sikap dan keputusannya jangan sampai undang-undang yang dikeluarkan
malah dinilai turut mengkampanyekan dan turut serta mendorong rakyat Indonesia
untuk semakin senang merokok, tidak bisa dibayangkan kalau semakin banyak orang
merokok gara-gara undang-undang ini, maka semakin berlipat ganda juga dosa yang
akan dipikul, nauzubillahiminzalik.
Buat apa menikmati gaji Rp 100 juta hanya dinikmati 10
tahun di dunia , tapi mendapat ancaman siksaan Allah yang pedih dan lama, kalau
kita tidak segera bertaubat. Tapi hati-hati, kita tidak tahu kapan ajal
menanti, dan kita tidak tahu kita mati dalam keadaan sudah bertaubat atau tidak
sempat. Kalau kita kuatir itu, sekarang waktunya kita bertaubat, dan mulai
berbuat baik dan jangan ulangi berbuat maksiat, mulai banyak beristigfar dan
berzikir, dan membaca surah Al Ikhlas 10 kali usai sholat.
Fadilah membaca surah Al Ikhlas 10 kali pahalanya setara
membaca 2/3 membaca Al Quran dan Allah akan memberi Istana di surga.
DALIL-DALIL SYAR’I TENTANG HARAMNYA ROKOK
Muqaddimah
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad Dary Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Agama adalah
nasihat”, Kami berkata: “Untuk Siapa ya Rasulullah?” Beliau bersabda: Untuk
Allah, untuk KitabNya, untuk RasulNya, untuk para imam kaum muslimin, dan
orang-orang umum dari mereka.” (HR. Muslim. Lihat Imam an Nawawi, Riyadhus
Shalihin, Bab Fi An Nashihah, hal. 72, hadits no. 181. Maktabatul Iman,
Manshurah,Tanpa tahun. lihat Juga Arbain an Nawawiyah, hadits no. 7, Lihat juga
Imam Ibnu Hajar al Asqalany, Bulughul Maram, Bab At targhib fi Makarimil
Akhlaq, hal. 287, hadits. No. 1339. Darul Kutub al Islamiyah. 1425H/2004M)
Inilah nasihatku untuk diriku sendiri, dan saudaraku kaum
muslimin, juga para da’i, atau imam mesjid, yang masih terbelenggu dengan candu
rokok ….. untuk mereka yang mencari ketenangan dengan merokok, padahal seorang
mu’min mencari ketenangan melalui dzikir dan shalat … untuk mereka yang tengah
mencari kejelasan dan kebenaran …. Untuk merekalah risalah ini dipersembahkan …
Rokok, siapa yang tidak kenal dengan benda satu ini. Ia
telah menyatu dalam kehidupan sebagian manusia. Baik orang awam, atau kaum
intelek, miskin atau kaya, pedesaan atau kota , pria bahkan wanita, priyai atau
kiayi. Kehidupan mereka seperti dikendalikan oleh rokok. Mereka sanggup untuk
tidak makan berjam-jam, tetapi ‘pusing’ jika berjam-jam tidak merokok. Mengaku
tidak ada uang untuk bayar sekolah, tetapi koq selalu ada uang untuk membeli
rokok. Sungguh mengherankan!
Tulisan ini diturunkan dalam rangka menyelamatkan umat
manusia, khususnya umat Islam, dari bahaya rokok, serta bahaya para propagandis
(pembela)nya dengan ketidakpahaman mereka tentang nash-nash syar’i (teks-teks
agama) dan qawaidusy syar’iyyah (kaidah-kaidah syariat). Atau karena hawa
nafsu, mereka memutuskan hukum agama karena perasaan dan kebiasaannya sendiri,
bukan karena dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah, serta aqwal (pandangan) para
ulama Ahlus Sunnah yang mu’tabar (yang bisa dijadikan rujukan). Lantaran
mereka, umat terus terombang ambing dalam kebiasaan yang salah ini, dan
meneladani perilaku yang salah, lantaran menemukan sebagian para da’i hobi
dengan rokok. Padahal para da’i adalah pelita, lalu, bagaimana jika pelita itu
tidak mampu menerangi dirinya sendiri? Wallahul Musta’an!
Mereka beralasan ‘tidak saya temukan dalam Al Qur’an dan
Al Hadits yang mengharamkan rokok.’ Sungguh, ini adalah perkataan yang
mengandung racun berbahaya bagi orang awam, sekaligus menunjukkan keawaman
pengucapnya, atau kemalasannya untuk menelusuri dalil. Sebab banyak hal yang
diharamkan dalam Islam tanpa harus tertera secara manthuq (tekstual/jelas
tertulis) dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Kata-kata ‘rokok’ jelas tidak ada
dalam Al Qur’an dan As Sunnah secara tekstual, sebab bukan bahasa Arab,
nampaknya anak kecil juga tahu itu. Nampaknya, orang yang mengucapkan ini tidak
paham fiqih, bahwa keharaman dalam Al Qur’an bisa secara lafaz (teks tegas
mengharamkan) atau keharaman karena makna/pengertian/maksud. Nah, secara lafaz
memang tidak ada tentang haramnya rokok, tetapi secara makna/pengertian/maksud,
jelas sangat banyak dalilnya. Orang yang mengucapkan kalimat seperti ini ada
beberapa kemungkinan, pertama, ia benar-benar tidak tahu alias awam dengan
urusan syariat, jika demikian maka ucapan “tidak saya temukan …dst” itu bisa
dimaklumi. Kedua, ia telah mengetahui adanya ayat atau hadits yang secara makna
mengharamkan apa pun yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain termasuk
rokok, tetapi ia memahaminya sesuai selera dan hawa nafsunya sendiri, tidak
merujuk kepada pandangan para Imam dan Ulama yang mendalam. Ketiga, ia sudah
mengetahui dalilnya tetapi ia sembunyikan dari umat, atau ia pura-pura tidak
tahu, maka ini adalah sikap dusta dan kitmanul haq (menyembunyikan kebenaran)
yang dikecam dalam agama.
Sejak zaman sahabat, umat telah ijma’ (sepakat) bahwa
Anjing adalah haram dimakan, namun adakah ayat atau hadits secara jelas yang
menyatakan Anjing haram di makan? Tidak ada! Tetapi kenapa Islam mengharamkan?
Karena kita memiliki qawaid al fiqhiyyah fi at tahrim (kaidah-kaidah fiqih
dalam mengharamkan), maqashid syari’ah (esensi syariat) yang mafhum secara
tersirat, serta qarinah (korelasi/petunjuk isyarat) tentang haramnya sesuatu
walau tidak secara jelas disebut nama barangnya atau perbuatannya. Nah,
kaidah-kaidah inilah yang nampaknya luput dari mereka dalam perkara rokok ini.
Dikhawatiri dari pandangan sebagian da’i yang terlalu
tekstual dan kaku ini, nanti-nanti ada umat yang mengatakan bahwa memonopoli
barang dagangan adalah halal, karena tidak ada ayat atau hadits secara terang
tentang ‘monopoli’, Joget ala ngebor Inul juga halal, karena tidak ada ayat
atau hadits yang membahas tentang goyangnya Inul! Laa hawla wa laa quwwata illa
billah.
Ada lagi yang berkata, “Bukankah para kiayi juga merokok?
Bukankah mereka ahli agama?”
Jawaban kami: Hanya Rasulullah yang ma’shum (terpelihara
dari kesalahan), sedangkan selainnya (walau ulama atau kiayi) bisa saja salah.
Kebenaran bukan dilihat dari orangnya, tapi lihatlah dari perilakunya, sejauh
mana kesesuaian dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Kami amat meyakini dan berbaik
sangka, para kiayi yang merokok pun sebenarnya membenci apa yang telah jadi
kebiasaan mereka, hanya saja karena sudah candu, mereka sulit meninggalkannya.
Akhirnya, tidak sedikit di antara mereka yang mencari-cari alasan untuk
membenarkan rokok. Sungguh, Ahlus Sunnah adalah orang yang berani beramal
setelah adanya dalil, bukan beramal dulu, baru cari-cari dalil dan alasan.
Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Perkataan seluruh
manusia bisa diterima atau ditolak, hanya perkataan penghuni kubur ini (yakni
Rasulullah) yang wajib diterima (tidak boleh ditolak).”
Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata: “Setiap manusia
bisa diambil atau ditinggalkan perkataan mereka, begitu pula apa-apa yang
datang dari para salafus shalih sebelum kita yang sesuai dengan Al Qur’an dan
As Sunnah, kecuali hanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (yang
perkatannya wajib diterima tidak boleh ditolak, pen) ….. “ (Al imam Asy Syahid
Hasan al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, hal.306. Maktabah at Taufiqiyah, Kairo.
Tanpa tahun)
Memang keteladanan hanya ada pada diri Rasulullah
Shallallahu ‘Alaih wa Sallam.
Dan untuk para da’i hati-hatilah, sebab Allah Ta’ala
berfirman:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram",
untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An Nahl
(16): 116)
Dari Abdullah bin Amr bin al Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallah ‘ Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara begitu
saja dalam diri manusia, tetapi dicabutnya ilmu melalui wafatnya para ulama.
Sehingga orang berilmu tidak tersisa, lalu manusia menjadikan orang bodoh
menangani urusan mereka. Mereka ditanya lalu menjawab dengan tanpa ilmu.
Akhirnya, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari, lihat Syaikh Fuad Abdul Baqi,
Al lu’Lu’ wal Marjan, Kitabul ‘ilmi, hal. 457, hadits no. 1712. Darul Fikri,
Beirut . 1423H/2002M)
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah
diambilnya ilmu (agama) dari kalangan ashaghir.” (HR. Abdullah bin al Mubarak,
dalam kitab Az Zuhd, dengan sanad hasan)
Siapakah Ashaghir? Berkata Abdullah bin al Mubarak
Rahimahullah, yaitu orang yang Qillatul ‘ilmi (sedikit ilmunya). Ya, sedikit
ilmunya tetapi banyak gayanya! Lidahnya menjulur melebihi pengetahuannya.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ”Sesungguhnya orang yang
paling aku cintai dan paling dekat majelisnya denganku pada hari kiamat nanti
adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian. Dan sesungguhnya yang
paling saya benci dan paling jauh dariku adalah yang banyak omongnya (ats
tsartsarun), bermulut besar (al mutasyaddiqun), dan al mutafaihiqun.” Para
sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, kami telah tahu ats tsartsarun dan al
mutasyaddiqun, tetapi apakah al mutafaihiqun? Rasulullah menjawab: “Yaitu al
Mutakabbirun (orang yang merasa besar, sok berilmu). (HR. Imam At Tirmidzi, ia
berkata: hadits ini ‘hasan’. Imam an Nawawi, Riyadhush Shalihin, Bab Husn al
Khuluq, hal. 187, hadits no. 629. Maktabatul Iman, Al Manshurah)
Berikut ini akan kami paparkan adillatusy syar’iyyah
(dalil-dalil syara’) dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang haramnya rokok, yang
tidak ada keraguan di dalamnya, berserta kaidah-kaidah fiqhiyyah yang telah
disepakati para ulama mujtahidin, dan kami paparkan pula pandangan ulama dunia
tentang rokok. Wallahul Musta’an!
1.Dalil dari Al Qur’an
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Dan Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dengan
tangan kalian sendiri ke dalam jurang kerusakan.” (QS. Al Baqarah (2): 195)
“Dan Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri ..”
(QS. An Nisa (4): 29)
Perhatikan dua ayat ini, tidak syak (ragu) lagi, merokok
merupakan tindakan merusak diri si pelakunya, bahkan tindakan bunuh diri. Para
pakar kesehatan telah menetapkan adanya 3000 racun berbahaya, dan 200
diantaranya amat berbahaya, bahkan lebih bahaya dari Ganja (Canabis Sativa).
Mereka menetapkan bahwa sekali hisapan rokok dapat mengurangi umur hingga
beberapa menit. Wallahu A’lam bis Shawab. Pastinya, umur manusia urusan Allah
Ta’ala, namun penelitian para pakar ini adalah pandangan ilmiah empirik yang
tidak bisa dianggap remeh. Al Ustadz Muhamad Abdul Ghafar al Hasyimi
menyebutkan dalam bukunya Mashaibud Dukhan (Bencana Rokok) bahwa rokok bisa
melahirkan 99 macam penyakit. Lancet, sebuah majalah kesehatan di Inggris
menyatakan bahwa merokok itu adalah penyakit itu sendiri, bukan kebiasaan.
Perilaku ini merupakan bencana yang dialami kebanyakan anggota keluarga, juga
bisa menurunkan kehormatan seseorang. Jumlah yang mati karena rokok berlipat
ganda. Majalah ini menyimpulkan, asap rokok lebih bahaya dari asap mobil.
Perhatikan dua ayat di atas, ia menggunakan sighat lin
nahyi wa lin nafyi (bentuk kata untuk pengingkaran/larangan) yang bermakna
jauhilah perbuatan merusak diri atau mengarah pada bunuh diri. Dalam kaidah
Ushul Fiqh disebutkan al Ashlu fi an Nahyi lil Haram (hukum asli dari sebuah
larangan adalah haram). Seperti kalimat wa laa taqrabuz zinaa .. (jangan kalian
dekati zina) artinya mendekati saja haram apa lagi melakukannya. Maksudnya, ada
dua yang diharamkan dalam ayat ini yakni 1. Berzina, dan 2. perilaku atau
sarana menuju perzinahan. Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh, ‘ Ma ada ilal haram fa
huwa haram’ (Sesuatu yang membawa kepada yang haram, maka hal itu juga haram).
Begitu pula ayat ‘Janganlah kalian membunuh diri kalian
sendiri’, artinya, yang haram yaitu 1. Bunuh diri, dan 2. Perilaku atau sarana
apapun yang bisa mematikan diri sendiri.
Imam Asy Syaukani berkata dalam Kitab tafsirnya, Fat-hul
Qadir, tentang maksud ayat An Nisa 29 di atas:
Artinya: “Maksud firmanNya ‘Janganlah kalian membunuh
diri kalian sendiri’ adalah Wahai muslimun, janganlah kalian saling membunuh
satu sama lain, kecuali karena ada sebab yang ditetapkan oleh syariat. Atau,
janganlah bunuh diri kalian dengan perbuatan keji dan maksiat, atau yang
dimaksud ayat ini adalah larangan membunuh diri sendiri secara hakiki
(sebenarnya). Tidak terlarang membawa maksud ayat ini kepada makna-makna yang
lebih umum. Dalilnya adalah Amr bin al Ash berhujjah (berdalil) dengan ayat
tersebut, ketika ia tidak mandi wajib (mandi junub) dengan air dingin pada saat
perang Dzatul Salasil. Namun, Nabi Shaliallahu ‘Alaihi wa Sallam mendiamkan
(tanda setuju) hujjah (alasan) yang yang dipakai olenya. Ini ada dalam Musnad
Ahmad, Sunan Abu daud, dan lain-lain.” Demikian dari Imam Asy Syaukani
Rahimahullah. (Lihat juga Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Jilid
1, hal. 480. Toha Putera Semarang, dengan naskah berbahasa Arab yang
disesuaikan dengan naskah dari Darul Kutub Al Mishriyah)
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”
(QS. Al Isra’ (17): 27)
Tidak ragu pula, hobi merokok merokok tindakan tabdzir
(pemborosan) dan penyia-nyiaan terhadap harta. Mereka tidak mendapatkan apa-apa
dari rokok kecuali ketenangan sesaat, bahaya penyakit yang mengancam jiwa, dan
terbuangnya uang secara sia-sia. Bahkan, Allah Ta’ala menyebut mereka sebagai
saudara-suadara syaitan.
Berkata Imam Asy Syaukany tentang tafsir ayat ini:
“… Bahwa orang yang berbuat mubadzir (pemboros)
diumpamakan seperti syaitan, dan setiap yang diumpamakan dengan syaitan maka
baginya dihukumi sebagai syaitan, dan setiap syaitan adalah ingkar (terhadap
Allah, pen), maka orang yang mubadzir adalah orang yang ingkar.” (Imam Asy
Syaukany, dalam Fat-hul Qadir-nya)
Sebagian ulama –seperti Imam Asy Syaukany ini- ada yang
mengatakan bahwa berlebihan dalam berinfak juga termasuk tabdzir (pemborosan)[1],
maka apalagi berlebihan dalam merokok! Berpikirlah wahai manusia!
Maka, haramnya rokok adalah muwafaqah bil maqashid asy
Syari’ah (sesuai dengan tujuan syariat) yang menghendaki terjaganya lima hal
asasi (mendasar), yaitu agama, nyawa, harta, akal, dan keturunan. Imam al
Qarafi al Maliki menambahkan menjadi enam, yaitu kehormatan.
Allah Ta’ala juga menyebut tentang ciri-ciri orang yang
beriman yakni orang yang:
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya” (QS.Al Mu’minun (23): 8)
Kesehatan adalah anugerah dari Allah yang harus dijaga,
itu adalah amanah dari Allah Ta’ala yang tidak boleh dikhianati. Dalam hadits
disebutkan, “Laa Imanan liman laa amanata lahu (tidak ada iman bagi orang yang
tidak menjaga amanah). Seharusnya, seorang muslim yang baik berhati-hati dengan
perkara amanah ini, sebab akan menjatuhkannya dalam kategori kemunafikan. Wal
‘Iyadzubillah!
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata tentang ayat ini:
“Yaitu jika diberi amanah ia tidak mengkhianatinya, bahkan ia menunaikannya
kepada pihak yang memberinya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
Jilid 3, hal. 239)
Itulah orang yang beriman, ia menjaga amanah. Lalu
bagaimana dengan orang yang tidak menjaga amanah?
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika
bicara ia dusta, jika janji ia ingkar, jika diberi amanah ia khianat.” (HR.
Bukhari dan Muslim, Lihat Imam an Nawawi, Riyadhus Shalihin, Bab al Amr bi
Ada’I al Amanah, hal. 77, hadits no. 199, dan juga Bab al Wafa’ bil ‘Ahdi wa
Injaz bil Wa’di, hal. 201, hadits no. 687. Maktabatul Iman, Manshurah. Lihat
juga kitabnya Syaikh Fuad Abdul Baqi, Al Lu’Lu’ wal Marjan, Bab Bayan Khishal
al Munafiq, hadits no. 38. Darul Fikr, Beirut . Lihat juga Imam Ibnu Hajar al
Asqalany, Bulughul Maram, Bab at Tarhib min Masawi al Akhlaq, hal. 279, hadits
no. 1296. Cet. 1, Darul Kutub al islamiyah. 1425H/2004M)
Demikianlah dalil-dalil Al Qur’anul Karim yang amat tegas
dan jelas tentang larangan merusak diri sendiri dan berbuat mubadzir,
mengkhianati amanah kesehatan, yang semua itu telah dilakoni oleh aktifitas
merokok. Bagian ini telah kami paparkan juga beberapa hadits, dan pandangan
para ulama terdahulu kita. Alhamdulillah …
2. Dalil-dalil dari As Sunnah Al Muthahharah
Selain beberapa hadits di atas, ada lagi beberapa hadits
lain yang memperkuat larangan merokok bagi seorang muslim. Kami hanya akan
menggunakan hadits-hadits yang maqbul (bisa diterima periwayatannya) yaitu yang
shahih atau hasan, ada pun hadits yang mardud (tertolak/tidak boleh digunakan
khususnya dalam masalah aqidah dan hukum) yaitu hadits dhaif, tidak akan kami
gunakan. Nas’alullaha as salamah wal ‘afiyah …
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa SallamI bersabda:
“Di antara baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan
hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Imam At Tirmidzi, ia berkata ‘hasan’.
Bulughul Maram, Bab Az Zuhd wal Wara’, hal. 277, hadits no. 1287. Darul Kutub
al Islamiyah)
Ya, tanda baiknya kualitas Islam seseorang adalah ia
meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat. Rokok tidak membawa manfaat
apa-apa, kecuali ancaman bagi kesehatan dan jiwa dan pemborosan. Ada pun
ketenangan dan konsentrasi setelah merokok, itu hanyalah sugesti. Hendaknya
bagi seorang muslim yang sadar dan faham agama merenungi hadits yang mulia ini.
Dari Abu Shirmah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memudharatkan (merusak) seorang
muslim yang lain, maka Allah akan memudharatkannya, barang siapa yang
menyulitkan orang lain maka Allah akan menyulitkan orang itu.” (HR. Abu Daud
dan At Tirmidzi, ia menghasankan. Bulughul Maram, hal. 282, hadits no. 1311)
Ada istilah perokok pasif yaitu orang yang tidak merokok
namun tanpa disengaja (baik ia sudah menghindar atau belum) ia menghirup juga
asap rokok. Bahkan menurut penelitian, perokok pasif mendapatkan dampak yang
lebih berbahaya, sebab selain ia mendapatkan racun dari asap rokok, juga
mendapat racun dari udara yang ditiupkan si perokok yang telah bercampur dengan
asapnya. Inilah mudharat (kerusakan) yang telah dibuat oleh para perokok aktif
kepada orang lain. Jelas Rasulullah amat melarangnya, bahkan ia mendoakan agar
Allah Ta’ala membalas perbuatan rusak orang tersebut.
Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al Muhalla, ”Maka
barangsiapa yang menimbulkan mudharat pada dirinya sendiri dan pada orang lain
berarti ia tidak berbuat baik, dan barangsiapa yng tidak berbuat baik berarti
menentang perintah Allah untuk berbuat baik dalam segala sesuatu.” (Al Muhalla,
Jilid 7, hal. 504-505)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
‘Alaihis Shalatu was Salami bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka ia telah menjadi bagian kaum itu.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Hibban
menshahihkannya. Bulughul Maram, hal 277, hadits no. 1283. Hadits ini juga
dishahihkan para Ahli Hadits seperti Syaikh Syu’aib al Arnauth, Syaikh al
Albany, dan Syaikh Ahmad Syakir Rahimahumullah)
Dalam sejarahnya, rokok pertama kali dilakukan oleh suku
Indian ketika sedang ritual penyembahan dewa-dewa mereka. Kami yakin perokok
saat ini tidak bermaksud seperti suku Indian tersebut, namun perilaku yang
nampak dari mereka merupakan bentuk tasyabbuh bil kuffar (penyerupaan dengan
orang kafir) yang sangat diharamkan Islam. Dan perlu diketahui, bahwa Fiqih Islam
menilai seseorang dari yang terlihat (nampak), adapun hati atau maksud
orangnya, kita serahkan kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’ (17):
36)
Demikian, kami cukupkan dulu dalil-dalil dari
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebenarnya seluruh
keterangan di atas –kami kira- sudah mencukupi, namun ada baiknya kami
tambahkan beberapa hal untuk lebih meyakinkan lagi.
3. Qawaid al Fiqhiyyah (Kaidah-kaidah fiqih)
Dalam fiqih ada kaidah-kaidah yang biasa digunakan para
Ulama mujtahid (ahli ijtihad) untuk membantu menyimpulkan dan memutuskan sebuah
hukum, baik untuk keputusan haram atau halalnya sesuatu benda atau perbuatan.
Dalam menentukan haramnya rokok ini ada beberapa kaidah
yang menguatkan, di antaranya:
Ma ada ilal haram fa huwa haram atau Al Washilah ilal
haram fa hiya haram (Sesuatu atau sarana yang membawa kepada keharaman, maka
hukumnya haram). Merusak diri sendiri dengan perbuatan yang bisa mengancam
kesehatan dan jiwa, jelas diharamkan dalam syariat, tanpa ragu lagi. Maka,
merokok atau perilaku apa saja yang bisa merusak diri dan mengancam jiwa, baik
cepat atau lambat, adalah haram, karena perilaku tersebut merupakan sarananya.
Laa Dharara wa Laa Dhirar (janganlah kalian rusak
(melakukan dharar) atau merusak orang lain). Sebenarnya kaidah ini adalah bunyi
hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah. Merokok selain merusak diri sendiri,
juga merusak kesehatan orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Keduanya
(yakni merusak diri sendiri dan merusak orang lain) sama-sama dilarang oleh
syariat. Ada pun bagi pelakunya ia mengalami dharar mali (kerusakan pada harta,
karena ia menyia-nyiakannya), dharar jasady (kerusakan tubuh, karena
membahayakan kesehatan bahkan jiwa), dharar nafsi (merusak kepribadian-citra
diri). Jika berbahaya bagi kesehatan saja sudah cukup untuk mengharamkan,
apalagi jika sudah termasuk menghamburkan uang dan menurunkan harga diri. Tentu
lebih kuat lagi pengharamannya.
Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih
(Menghindari kerusakan, harus didahulukan dibanding mengambil manfaat). Kita
tahu, para perokok –katanya- merasa tenang dan konsentrasi ketika merokok.
Baik, taruhlah itu manfaat yang ada, namun ternyata dan terbukti bahwa
mudharatnya sangat jauh lebih besar, maka menurut kaidah ini walau rokok punya
manfaat, ia tetap wajib ditinggalkan, dalam rangka menghindari kerusakan yang
ditimbulkannya. Faktanya, manfaatnya tidak ada, hanya sugesti dan mitos.
4. Alasan Mereka dan Bantahannya
Mereka beralasan bahwa “hukum asal segala sesuatu (urusan
dunia) adalah mubah (boleh) kecuali ada dalil syariat yang mengharamkannya.
Nah, kami tidak menemukan dalil pengharamannya.”
Alasan ini sudah terjawab secara tuntas dan rinci dari
uraian di atas. Telah kami paparkan beberapa ayat, beberapa hadits, yang
mengarah pada haramnya rokok (atau apa saja yang termasuk membahayakan
kesehatan dan jiwa, dan mubadzir), beserta pandangan para Imam umat Islam.
Ucapan “kami tidak menemukan dalil pengharamannya” bukan berarti tidak ada
dalilnya. Sebab, tidak menemukan bukan berarti tidak ada. Hal ini, tergantung
kejelian, kemauan, dan –yang paling penting- kesadaran manusianya. Memang,
masalah ilmu dan kebenaran, bukan tempatnya bagi orang malas dan pengekor hawa
nafsu dan emosi.
Mereka beralasan bahwa, “Kami pusing jika tidak merokok,
jika merokok, kami kembali tenang dan konsentrasi.”
Alasan ini tidak layak keluar dari mulut orang Islam yang
baik, apalagi da’i. Ucapan ini justru telah membuka kedok, bahwa orang tersebut
telah ketergantungan dengan rokok, yang justru memperkuat keharamannya. Bahkan
menurut Prof. Dr. Quraisy Syihab, rokok telah menjadi berhala bagi orang ini,
sehingga ia tidak layak menjadi imam shalat. Itu menurut Prof. Dr. Quraisy
Syihab. Bagi kami, ia masih boleh menjadi imam shalat, sebab Abdullah bin Umar
Radhiallahu ‘Anhu pernah shalat menjadi makmum di belakang ahli maksiat, yaitu
seorang gubernur zhalim di Madinah, Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafy.
Ya, ajaib memang. Jika, memang mengaku muslim (tidak
usahlah mu’min kalau masih berat), seharusnya ia berdzikir kepada Allah Ta’ala
supaya pikiran tenang, hati khusyu’ dan konsentrasi, bukan dengan merokok!
Karena hanya dengan mengingat Allah Ta’ala hati menjadi tenang. Wallahul
Musta’an!
Allah Ta’ala berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’du (13): 28)
Alasan lainnya adalah, “Bagi kami merokok adalah makruh
saja, makruh’kan tidak berdosa.”
Jawaban ini hanya keluar dari orang yang wahnun fid din
(lemah dalam beragama), tidak wara’, mempermainkan fiqih, dan mutasahil
(menggampang-gampangkan). Jika benar itu makruh, maka tahukah Anda apa itu
makruh? Ia diambil dari kata karaha (membenci), makruh artinya sesuatu yang
dibenci, siapa yang membenci? Allah Ta’ala! Muslim yang baik, yang mengaku
Allah Ta’ala adalah kekasihnya, ia akan meninggalkan hal yang dibenci
kekasihnya. Kekasih model apa yang hobi melakukan sesuatu yang dibenci olah
sang kekasih?
Dahulu, kami pun sekadar memakruhkan rokok, sebagaimana
pendapat Imam Hasan al Banna dan Syaikh Said Hawwa Rahimahumallah. Namun, apa
yang kami yakini itu, dan apa yang difatwakan oleh dua ulama ini adalah
pandangan lama ketika sains belum berkembang, penemuan tentang bahaya rokok
tidak separah seperti yang terkuak sekarang. Kami yakin, jika dua ulama ini
berumur panjang dan diberi kesempatan untuk melihat perkembangan bahaya rokok,
niscaya mereka akan merubah pendapatnya. Sebab mereka berdua adalah ulama yang
terkenal open mind (pikiran terbuka), tidak jumud (statis/diam di tempat),
mereka selalu terus mencari kebenaran.
Sesungguhnya, perubahan pendapat atau ijtihad yang
disebabkan perubahan kondisi, tempat, dan peristiwa, dalam sejarah khazanah
fiqih Islam bukanlah hal yang aneh.[2] Imam Ahlus Sunnah, Asy Syafi’i
Radhiallahu ‘Anhu ketika masih tinggal di Baghdad ia memiliki Qaul Qadim
(pendapat lama), namun ketika ia hijrah ke Mesir dan wafat di sana, lantaran
perubahan kondisi, tempat, dan juga kematangan usia dan ilmu, ia merubahnya
menjadi Qaul Jadid (pendapat baru). Contoh lain sangat banyak dan bukan di sini
tempatnya.
Yang pasti, kami telah merevisi apa yang kami yakini
dahulu. Sebab para ahli telah menegaskan betapa bahayanya rokok bagi
penghisapnya dan orang di sekitarnya, cepat atau lambat. Dahulu dengan
keterbatasan pengetahuan yang ada, para pakar mengatakan bahaya rokok hanya ini
dan itu. Namun sekarang ketika ilmu pengetahuan sudah maju, rahasia yang dahulu
tertutup menjadi terbuka, racun yang dahulunya tersembunyi sekarang diketahui.
Maka, tidak ragu lagi, bahwa saat ini kurang tepat jika rokok dihukumi makruh,
melainkan haram. Masalahnya, adakah kesadaran dalam diri kita untuk merubah
kebiasaan yang sudah mentradisi?
Sungguh, bersegera menuju kebenaran adalah lebih utama
dari pada berlama-lama dalam kesalahan.
5. Pandangan Ulama Dunia Tentang Rokok
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Ali Asy Syaikh berkata,
“Saya pernah ditanya tentang hukum tembakau yang sering dihisap oleh orang yang
belum paham tentang haramnya rokok. Maka kami jawab, bahwa kami kalangan para
ulama dan syaikhSyaikh kita yang dahulu, para ahli ilmu, para imam da’wah, ahli
Najd (daerah antara Makkah dan Madinah), dahulu sampai sekarang menghukumi
bahwa rokok itu haram, berdasarkan dalil yang shahih, dan akal yang waras,
serta penelitian para dokter yang masyhur.” Lalu Syaikh menyebut dalil-dalil
tersebut, beliau juga mengatakan bahwa haramnya rokok telah difatwakan oleh
para ulama dari kalangan madzhab yang empat.
Syaikh Abdurrahman bin Sa’di (Ulama tafsir terkenal)
berkata, “Perokok, penjualnya, dan orang yang membantunya, semuanya haram.
Tidak halal bagi umat islam memperolehnya, baik untuk dihisap atau untuk
dijual. Barangsiapa yang memperolehnya, hendaknya ia bertaubat dengan taubat
nasuha dari semua dosa. Sebab rokok ini masuk kepada dalil keumuman nash (teks
Al Qur’an) yang menunjukkan haram baik lafazh atau makna..dst.”
Syaikh Musthafa al Hamami dalam An Nahdhatu al Ishlahiyah
bekata tentang keanehan para perokok, “Tembakau dan rokok adalah perkara yang
hampir sama. Keduanya memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat bagi para
pecandunya, sehingga begitu menakjubkan, seolah-olah tidak ada daya tarik yang
melebihi rokok. Kita saksikan bersama, betapa gelisahnya para penghisap rokok
jika dia ingin merokok, sedangkan ia tidak punya uang. Maka ia akan mencari
temannya yang merokok untuk mengemis walau satu batang. Hal ini kami ceritakan,
karena kami melihatnya sendiri. Yang lucu, pengemis rokok itu orang yang
berkedudukan tinggi, tetapi karena kuatnya dorongan untuk merokok membuat
dirinya menjual harga dirinya untuk mengemis rokok walau satu batang!”
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan
hafizhahullah dalam Al I’lam bi Naqdi Kitab al Halal wal Haram, berkata setelah
ia menjelaskan haramnya rokok, “Begitulah intisari nasihat dari dokter tentang
bahaya rokok, yang kami ketengahkan setelah fatwa para ulama tentang bahaya rokok.
Apakah pantas bagi mereka yang sudah memahami berbagai macam fatwa ulama ini
dan pandangan para dokter ahli, mereka masih ragu tentang haramnya rokok dan
enggan meninggalkannya? Tidaklah yang demikian itu melainkan suatu ketakabburan
tanpa alasan.”
Syaikh Yusuf al Qaradhawy hafizhahullah berkata dalam Al
Halal wal Haram fil Islam, “Kami mengatakan bahwa rokok, selama hal itu telah
dinyatakan membahayakan, maka hukumnya haram. Lebih-lebih jika dokter spesialis
sudah menetapkan hal itu kepada orang tertentu.
Sekali pun tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan,
tetapi yang jelas hal itu termasuk membuang uang untuk yang tidak bermanfaat,
baik untuk agama atau urusan dunia. Dalam hadits dengan tegas Rasulullah
melarang membuang-buang harta. Keharamannya lebih kuat lagi, jika ternyata
sebenarnya ia amat memerlukan uang itu untuk dirinya atau keluarganya.” Inilah
fatwa Syaikh al Qaradhawy saat kitabnya ini baru dibuat yakni tahun 1960-an.
Dalam Hadyu al Islam Fatawa Mu’ashirah jilid 1, tahun 1988, Darul Ma’rifah Ia
lebih panjang lagi menjelaskan tentang haramnya rokok setelah ia membandingkan
seluruh alasan yang membolehkan, memakruhkan, dan mengharamkan. Dengan dalil
yang ada, serta maksud dalil tersebut, beserta keterangn para dokter, Ia
semakin mantap tentang haramnya rokok.
Di bawah ini akan kami sebutkan para ulama dunia (juga
dalam negeri) yang mengharamkan rokok selain yang telah kami sebut di atas.
Mereka adalah:
- Syaikh Abul A’la al Maududi (Pakistan)
- Syaikh Said Ramadhan al Buthy (Terakhir ia menetap di
Swedia, dideportasi)
- Syaikh Sayyid Quthb (Mesir, pengarang Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an)
- Syaikh Muhammad Quthb (Adik Sayyid Quthb, tinggal di
Mekkah)
- Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan (Mesir)
- Syaikh Mahmud Syaltut (Mufti Mesir, ia sebenarnya
seorang perokok, dengan kesadaran ia fatwakan bahwa rokok haram)
- Syaikh Musthafa al Maraghi (Rektor al Azhar, Mesir)
- Syaikh Abdul Halim Mahmud (Rektor al Azhar, mufti
Mesir)
- Syaikh Ahmad Syakir (Ahli Hadits Mesir)
- Syaikh Musthafa as Siba’i (Siria)
- Syaikh Abdul Halim Abu Syuqqah (Ahli Fiqih, Mesir)
- Syaikh Fathi Yakan (Libanon)
- Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi (Anggota Komisi tetap fatwa
Saudi Arabia)
- Syaikh Musthafa az Zarqa’ (Ahli Fiqih, Siria)
- Syaikh Muhammad nashirudin al Albany (Ahli Hadits,
Jordania)
- Syaikh Abdullah ‘Azzam (Palestina)
- Syaikh al Hajj Amin Husaini (mufti Palestina)
- Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah (Ahli hadits, Siria)
- Syaikh Salman al Audah (Saudi Arabia)
- Syaikh Safar al Hawaly (Saudi Arabia)
- Syaikh ‘Aidh al Qarny (Saudi Arabia)
- Syaikh Umar Sulaiman Asyqar (Ahli tafsir, Kuwait)
- Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq (Kuwait)
- Syaikh Abdul Majid Az Zindani (Rektor Universitas Al
Iman di Shan’a, Yaman)
- Syaikh Abdul Karim Zaidan (Ahli Fiqih, Irak)
- Syaikh Ali Al Khafif (Ahli Fiqih,Mesir)
- Syaikh Mutawalli asy Sya’rawi (Ahli Tafsir, Mesir)
- Syaikh Jad al haq (Rektor Al Azhar, Mesir)
- Syaikh Manna’ Khalil Qattan (Ketua Mahkamah Tinggi,
Saudi Arabia)
- Syaikh Ali Ash Shabuni (Ahli Tafsir, Saudi Arabia)
- Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Mufti Saudi Arabia, ketua
Lembaga Ulama Besar)
- Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin (Saudi Arabia,
anggota lembaga Ulama Besar)
- Syaikh Bakr Abu Zaid (Anggota lembaga Ulama Besar Saudi
Arabia)
- Syaikh Abdurrahman al Jibrin (Idem)
- Syaikh Hammud al ‘Uqla
- Syaikh Hammud at Tuwaijiri (Saudi Arabia)
- Syaikh Ibrahim Jarullah (Saudi Arabia)
- Syaikh Yahya an Najmi
- Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’I (Yaman)
- Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhaly (Saudi Arabia)
- Syaikh Zaid bin Hadi al Madkhaly (Saudi Arabia)
- Syaikh Falih al Harby (Saudi Arabia)
- Syaikh Ibrahim ar Ruhaily (Yaman)
- Syaikh Salim Ied al Hilaly
- Syaikh Shalih al Munajjid
- Syaikh Ibrahim Syaqrah
- Syaikh Ali Hasan al Halaby
- Syaikh Ubaid al Jabiri
Demikianlah tulisan ini, semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat dan menambah wawasan Ilmiah Islamiah, serta pertimbangan yang
penting untuk siapa saja yang menghendaki kebaikan dunia dan akhirat.
Al faqir Ila Rahmati Rabbihi
Sumber : Ust.Farid Nu’man
No comments:
Post a Comment