Perjalanan yang belum
selesai (258)
(Bagian ke dua ratus
lima puluh delapan , Depok, Jawa Barat, Indonesia, 4 April 2015, 07.19 WIB)
Nasehat untuk saudaraku
Saudaraku, selama ini mungkin aku lalai, belum sempat
menasehatimu, karena urusan dunia yang menyesatkan terlalu cinta dunia,
sehingga aku tidak pernah terpikir untuk sedikit memberi nasehat, walaupun nasehat
ini sebenarnya ditujukan pada anakku sendiri.
Saudaraku, dunia itu kata Allah di dalam Al Quran dan Nabi
Muhammad dalam sabdanya hanyalah sandiwara dan bersifat menipu.
Karena kesibukan dunia, kadang kita dilupakan oleh
Iblis agar kita berbuat maksiat dan zolim agar menjadi temannya iblis masuk
neraka.
Lihatlah Iblis betapa senangnya dia ketika kita selalu
berbuat zolim dan durhaka pada kedua orang tua kita, tidak ramah dan
memperhatikan kebutuhan mereka, kita selalu dihiasi perasaan bakhil dan pelit
pada mereka, juga pada saudara-saudara kita, maupun terhadap anak yatim dan
miskin,
Ingat saudaraku, Ridho Allah tergantung pada Ridho
orang tua kita, maka itu berbuat baiklah padanya. Janganlah pelit pada mereka dan
pada anak-anak kedua orang tuamu, juga yatim fakir miskin.
Tengoklah ketika mereka sakit, karena kata Nabi Para
malaikat akan beserta orang yang membesuk orang yang sakit.
Nabi bersabda, pahala orang yang membantu satu kali
orang yang berhajat seperi mengantar saudaramu ke rumah sakit pahalanya setara
dengan 1000 kali itikab di Masjid. Bertaubatlah saudaraku.
Jangan lupa saudaraku sholat lima waktu pada waktunya,
karena perkara yang pertama kali dihisab di hari pembalasan adalah tentang
sholat
1010 وحدثني القاسم بن زكريا حدثنا خالد بن
مخلد حدثني سليمان وهو ابن
بلال حدثني معاوية بن أبي مزرد عن سعيد بن
يسار عن أبي هريرة قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما من يوم يصبح العباد فيه إلا ملكان ينزلان
فيقول أحدهما اللهم أعط منفقا خلفا ويقول الآخر اللهم أعط ممسكا تلفا
"Tidak
satu hari pun dimana seorang hamba berada padanya kecuali dua Malaikat turun kepadanya.
Salah satu di antara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang
yang berinfak.' Sedangkan yang lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta
orang yang kikir.''
الحاشية رقم: 1 [ ص: 79 ] قوله : (
عن معاوية بن أبي مزرد ) هو بضم الميم وفتح الزاي وكسر الراء المشددة واسم أبي
مزرد عبد الرحمن بن يسار
قوله صلى الله عليه وسلم : ( ما من يوم
يصبح العباد فيه إلا ملكان ينزلان فيقول أحدهما : اللهم أعط منفقا خلفا ، ويقول
الآخر : اللهم أعط ممسكا تلفا ) قال العلماء : هذا في الإنفاق في الطاعات ومكارم
الأخلاق وعلى العيال والضيفان والصدقات ونحو ذلك ، بحيث لا يذم ولا يسمى سرفا ،
والإمساك المذموم هو الإمساك عن هذا
Al-Malla ‘Ali al-Qari berkata di dalam syarah hadits
ini, "Yang dimaksud dengan 'kikir' di sini adalah pelit memberikan
kebaikan atau harta bagi yang lainnya."
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
"Adapun do'a dengan dihancurkan mempunyai makna bahwa harta itu sendiri
yang hancur atau pemilik harta tersebut, maksudnya adalah hilangnya kebaikan
karena sibuk dengan yang lainnya."
Para Imam, yaitu Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim
meriwayatkan dari Abud Darda' Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ
قَطُّ إِلاَّ بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ
اْلأَرْضِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ، يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَلُمُّوْا إِلَى
رَبِّكُمْ فَإِنَّ مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى وَلاَ آبَتْ
شَمْسٌ قَطٌّ إِلاَّ بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ
أَهْلَ اْلأَرْضِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ، اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا
وَأَعْطِ مُمْسِكًا مَالاً تَلَفًا.
"Tidaklah
matahari terbit kecuali diutus di dua sisinya dua Malaikat yang berseru. Semua
penduduk bumi mendengarkannya kecuali jin dan manusia, mereka berdua berkata,
'Wahai manusia menghadaplah kalian kepada Rabb kalian, karena yang sedikit dan
cukup itu tentu lebih baik daripada yang banyak tetapi dipakai untuk foya-foya,
dan tidaklah matahari terbenam kecuali diutus di antara dua sisinya dua
Malaikat yang berseru, semua penduduk bumi mendengarkannya kecuali jin dan
manusia, mereka berdua berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang
berinfak dan hancurkanlah harta orang yang pelit.’'
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Shalat wajib ada lima: Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib,
‘Isya', dan Shubuh.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Pada malam Isra' (ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dinaikkan ke
langit) diwajibkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat lima puluh
waktu. Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru, 'Hai
Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. Dan
sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima puluh'.”[1]
Dari Thalhah bin 'Ubaidillah Radhiyallahu anhu, ia
menceritakan bahwa pernah seorang Arab Badui berambut acak-acakan mendatangi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah,
beritahukanlah kepadaku shalat apa yang diwajibkan Allah atasku." Beliau
menjawab:
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا.
"Shalat lima waktu, kecuali jika engkau ingin
menambah sesuatu (dari shalat sunnah)." [2]
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhu, dia
mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْـلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
"Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian
bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah
Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa
Ramadhan." [3]
A. Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang
mengingkari wajibnya shalat, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi
mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini
kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan
shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari dan
yang bermalas-malasan mengerjakannya.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ
الصَّلاَةِ.
“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan
kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” [4]
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَتُ،
فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.
‘Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat.
Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.’” [5]
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama',
bahwa yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak
mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil kompromi antara hadits-hadits
tersebut dengan beberapa hadits lain, di antaranya:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَـادِ، مَنْ
أَتَى بِهِنَّ لَمْ يُضِيْعَ مِنْهُنَّ شَيْئًا اِسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَـانَ
لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ
فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba.
Barangsiapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena
menganggap enteng, maka dia memiliki perjanjian de-ngan Allah untuk
memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak
memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengadzabnya.
Atau jika Dia berkehendak, maka Dia mengampuninya.’”[6]
Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat
masih di bawah derajat kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada
kehendak Allah.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ
مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا
عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang
pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah
shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika
tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia
memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah
tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’”
[7]
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap
sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui
apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam
satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah
segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, 'Kami
dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun
mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha
illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat,
puasa, qurban, dan shadaqah?”
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi
pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada
kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah
yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.” [8]
B. Kepada Siapa Diwajibkan?
Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah
baligh dan berakal
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى
يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ.
“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari
orang yang tidur hingga terbangun, dari anak-anak hingga baligh, dan dari orang
gila hingga kembali sadar.” [9]
Wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya
mengerjakan shalat meskipun shalat tadi belum diwajibkan atasnya, agar ia
terbiasa untuk mengerjakan shalat.
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya,
dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَـاءُ سَبْعَ
سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia
tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh
tahun. Serta pisahkanlah ranjang mereka.” [10]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi
Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
No comments:
Post a Comment