Perjalanan yang belum
selesai (259)
(Bagian ke dua ratus
lima puluh sembilan , Depok, Jawa Barat, Indonesia, 5 April 2015, 06.00 WIB)
Konflik Sunni – Syiah di
Timur Tengah.
Konflik di Timur
Tengah kini nampaknya semakin rumit, campur aduk antara pertikaian pengaruh
politik, kepentingan ekonomi dan perbedaan mashab.
Demonstrasi kelompok
opposisi di Suriah dengan rezim assad telah berkembang menjadi konfrontasi
terbuka semua kelompok opposisi terhadap rezim assad yang dibantu Iran dan
tentara Syiah Hezbollah Lebanon.
Kelompok opposisi itu adalah
Daulah Islam (ISIS) , Al Nusra yang berkaitan dengan Al Qaida dan kelompok
opposisi moderat lain di Suriah yang kini dibantu Amerika Serikat,
Kemudian peperangan
antara pasukan Irak yang pemerintahnya didominasi Syiah yang dibantu
pemerintahan Syiah Iran dan Hezbollah melawan Daulah Islam (ISIS). Amerika
Serikat bersama sekutunya juga memerangi ISIS.
Kini konflik di Timur
Tengah semakin rumit dengan perang di Yaman, akibat kudeta yang dilakukan
kelompok Syiah terhadap Presiden Yaman yang Sah asal Sunni, sehingga Arab Saudi
bersama sekutunya melancarkan serangan udara terhadap posisi tentara Syiah.
Seperti diketahui Aeab
Saudi dan sekutunya di Dewan Kerjasama Teluk adalah Negara mayoritas Sunni,
sedangkan Arab Saudi secara resmi bermashab ahlul sunnah waljamaah (sunni/ Salafi).
Jadi konflik di Timur
Tengah sudah campur aduk , antara kepentingan perdagangan senjata, pengaruh
politik dan keamanan pasokan minyak bumi dan gas, serta ketakutan Amerika
Serikat dan sekutunya dan Israel atas kemampuan Iran membuat senjata Nuklir.
Adapun
Syi'ah, mereka telah meyakini bahwa para sahabat telah murtad setelah kematian
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali beberapa orang saja, lihatlah
Al-Kisyiy -salah seorang imam mereka- meriwayatkan satu riwayat dalam kitab
Rijalnya hal. 12,13 dari Abu Ja'far, bahwa dia telah menyatakan : Semua orang
murtad setelah kematian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali tiga, saya
berkata : Siapakah ketiga orang tersebut ? Beliau jawab : Al-Miqdaad bin
Al-Aswaad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisiy.
Dan meriwayatkan dalam hal.13 dari Abu Ja'far, dia berkata : Kaum Muhajirin dan Anshor telah keluar (dari agama) kecuali tiga. [Lihat Al-Kaafiy karya Al-Kulaniy, hal.115]
Lihat juga Khumaini -tokoh besar mereka di zaman ini- mencela dan melaknat Abu Bakar dan Umar dalam kitabnya Kasyful Asroor hal, 131, dia menyatakan : Sesungguhnya syaikhani (Abu Bakar dan Umar) ... dan dari sini kita dapati diri kita terpaksa menyampaikan bukti-bukti penyimpangan mereka berdua yang sangat jelas terhadap Al-Qur'an dalam rangka membuktikan bahwa kedua telah menyelisihinya.
Dan berkata lagi hal 137 : ... dan Nabi menutup matanya (wafat) sedangkan kedua telinga beliau ada ucapan-ucapan Ibnul Khaththab yang tegak diatas kedustaan dan bersumber dari amalan kekufuran, kezindikan dan penyelisihan terhadap ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an yang mulia.
Dan meriwayatkan dalam hal.13 dari Abu Ja'far, dia berkata : Kaum Muhajirin dan Anshor telah keluar (dari agama) kecuali tiga. [Lihat Al-Kaafiy karya Al-Kulaniy, hal.115]
Lihat juga Khumaini -tokoh besar mereka di zaman ini- mencela dan melaknat Abu Bakar dan Umar dalam kitabnya Kasyful Asroor hal, 131, dia menyatakan : Sesungguhnya syaikhani (Abu Bakar dan Umar) ... dan dari sini kita dapati diri kita terpaksa menyampaikan bukti-bukti penyimpangan mereka berdua yang sangat jelas terhadap Al-Qur'an dalam rangka membuktikan bahwa kedua telah menyelisihinya.
Dan berkata lagi hal 137 : ... dan Nabi menutup matanya (wafat) sedangkan kedua telinga beliau ada ucapan-ucapan Ibnul Khaththab yang tegak diatas kedustaan dan bersumber dari amalan kekufuran, kezindikan dan penyelisihan terhadap ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an yang mulia.
Mewaspadai Celaan Agama Syi'ah Terhadap Sahabat Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Oleh
Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri Lc, MA
Jika membaca berbagai nukilan dari para pemuka agama
Syi'ah, dapat diketahui beberapa hal yang menunjukkan dan mendorong mereka
membenci para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , terutama tiga
khulafâ' ar-râsyidîn, yaitu Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, dan
Ustman bin 'Affan Radhiyallahu anhum.
Untuk mengetahui jawaban pertanyaan ini, saya mengajak
Anda untuk merenungkan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikut.
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ
عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ
شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allâh, dan orang-orang yang
bersama dia (sahabat-sahabatnya) adalah orang-orang yang keras terhadap
orang-orang kafir tetapi berkasih-sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk
dan sujud mencari karunia Allâh dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat
dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan
tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia
dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allâh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allâh menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang shalih diantara mereka ampunan dan pahala
yang besar.[al-Fat-h/48:29].
Pada suatu hari ada seseorang menemui Imam Mâlik bin Anas
rahimahullah, lalu tanpa rasa sungkan orang itu mencela para sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan beliau rahimahullah. Mendengar celaan
orang tersebut terhadap sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Imam
Mâlik spontan membaca ayat di atas, lalu beliau rahimahullah berkata:
مَنْ أَصْبَحَ وَفِي قَلْبِهِ غَيْظٌ عَلَى أَصْحَابِ محمَّد
عليه السَّلام، فَقَدْ أَصَابَتْهُ الآيَةُ
Barangsiapa yang dalam hatinya terdapat kebencian kepada
sahabat-sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berarti ia
telah terkena vonis ayat ini.[1]
Abu Zur'ah ar-Râzi rahimahullah mengungkapkan alasan yang
mendorong agama Syi'ah dan lainnya yang dengan getol mencela sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Bila engkau menyaksikan seseorang mencela
salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka ketahuilah
bahwa dia itu kaum zindiq karena kita meyakini bahwa Rasûlullâh adalah benar,
dan al-Qur`ân juga benar, sedangkan yang menyampaikan al-Qur`ân dan as-Sunnah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita adalah para sahabat Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dengan demikian, orang yang mencela sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berupaya menggugurkan para saksi
kita, untuk selanjutnya menggugurkan al-Qur`ân dan as-Sunnah. Bila demikian
adanya, maka orang itulah yang lebih pantas untuk dicela, karena sebenarnya ia
adalah zindiq (kafir).[2]
Subhanallâh, betapa buruk maksud yang mereka pendam di
balik upaya mencela para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Oleh
karena itu, celaan terhadap sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini
bukan lagi merupakan masalah sepele, sehingga tidak boleh dilupakan dan
terlalaikan, hanya lantaran demi mewujudkan impian persatuan antara
Ahlis-Sunnah dengan Syi'ah, untuk selanjutnya bersama-sama menghadapi Zionis
Yahudi dan Salibis para pemuja salib.
Keimanan, perjuangan dan pengorbanan sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sangatlah besar, sehingga Allâh Subhanahu wa
Ta’ala mencintai mereka dan melipatgandakan pahala untuk mereka. Boleh jadi,
diantara cara Allâh Subhanahu wa Ta’ala melipatgandakan pahala para sahabat,
walaupun mereka telah meninggal dunia ialah dengan adanya orang-orang yang
membenci dan mencaci sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Yang demikian
itu, karena orang yang mencaci tersebut pasti akan dituntut atas amalannya
kelak pada hari kiamat. Sebagai pembalasannya, amal kebaikan orang tersebut
akan digunakan sebagai tebusan atas dosa caciannya, dan bila tidak cukup maka
dosa-dosa sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan dilimpahkan
kepadanya, dan selanjutnya orang yang mencela ini dijerumuskan ke dalam neraka.
عن أبي هُرَيْرَةَ z أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ n قَالَ: (أَتَدْرُونَ
ما الْمُفْلِسُ؟) قالوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ.
فقال: (إِنَّ الْمُفْلِسَ من أُمَّتِي من يَأْتِي يوم الْقِيَامَةِ بِصَلاةٍ وَصِيَامٍ
وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قد شَتَمَ هذا، وَقَذَفَ هذا، وَأَكَلَ مَالَ هذا، وَسَفَكَ دَمَ
هذا، وَضَرَبَ هذا، فَيُعْطَى هذا من حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا من حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ
فَنِيَتْ، حَسَنَاتُهُ قبل أَنْ يُقْضَى ما عليه، أُخِذَ من خَطَايَاهُمْ، فَطُرِحَتْ
عليه، ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ) رواه مسلم
Dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya
pada suatu hari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para
sahabatnya: "Tahukah kamu siapakah orang yang pailit itu," spontan
para sahabat menjawab: "Orang pailit ialah orang yang tidak memiliki uang,
juga tidak memiliki harta benda," (namun) selanjutnya Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpali jawaban mereka dengan bersabda:
"Sesungguhnya orang yang benar-benar pailit dari umatku ialah orang yang
kelak pada hari Kiamat datang dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat.
Akan tetapi ia juga datang dengan memikul dosa mencela orang ini, menuduh orang
ini, memakan harta benda orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul
orang ini. Akibatnya, orang ini diberi bagian dari pahalanya, dan orang ini
diberi bagian dari pahalanya; dan bila pahalanya telah habis, sedangkan dosanya
belum tertebus semuanya, maka akan diambilkan dari dosa-dosa mereka (orang yang
dirampas haknya ketika di dunia), lalu dicampakkan kepadanya, dan selanjutnya
ia pun dijerumuskan ke dalam neraka". [Riwayat Imam Muslim].
Oleh karena itu, tatkala 'Aisyah Radhiyallahu anhuma
mendengar berita bahwa ada sebagian orang yang mencela sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tanpa terkecuali Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma, maka
beliau Radhiyallahu anha berkata:
وَمَا تَعْجَبُونَ مِنْ هَذَا ؟ انْقَطَعَ عَنْهُمُ الْعَمَلُ،
فَأَحَبَّ اللهُ أَنْ لاَ يَقْطَعَ عَنْهُمٌ الأَجْرَ (رواه مسلم)
"Apa yang kalian herankan dari kejadian ini? Mereka
itu (para sahabat) adalah orang-orang yang telah terputus kesempatannya untuk
beramal, akan tetapi Allâh menghendaki untuk tidak menghentikan aliran pahala
dari mereka". [HR. Muslim].
Suatu ironi, dalam sebuah riwayat agama Syi'ah ada
disebutkan betapa berat siksaan yang bakal diterima Sahabat Abu Bakar dan Umar
Radhiyallahu anhuma, sampai-sampai setiap hari mereka akan dibunuh sebanyak
seribu kali. Bahkan sahabat Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu akan
menerima siksa yang lebih berat dari pada Iblis terlaknat. Sungguh
mengherankan, apa dosa Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan Umar bin al-Khaththab
Radhiyallahu anhu, sehingga mereka –menurut agama Syi'ah- harus menanggung
siksa yang demikian berat?
Bila benar-benar mencari "dosa/kesalahan"
mereka berdua, terutama Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, maka tidak ada
yang lebih besar dibanding "dosa" meruntuhkan dinasti Majusi di
Persia (Iran). Beliaulah yang mengutus pasukan umat Islam untuk menghapuskan
dinasti Majusi dari bumi Persia (Iran). Sehingga berkat jasa Umar bin
al-Khaththab Radhiyallahu anhu maka api pujaan kaum Majusi padam dan suara
adzan membahana di bumi Persia.
Inilah mungkin yang menjadi salah satu alasan Imam Mahdi
agama Syi'ah, yaitu imam mereka yang ke-12 untuk menjuluki dirinya dalam bahasa
Persia dengan sebutan:
خسرو مجوس
(pahlawan pembela Majusi).[3]
Sungguh luar biasa, cucu Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam akan menjadi pahlawan pembela kaum Majusi yang nota bene para
penyembah api ! Apakah hal ini masuk akal?
Tentu, bagi seorang Muslim yang benar-benar beriman dan
berhati nurani bersih, hal itu tidak masuk akal dan tentu mustahil. Akan tetapi
bagi para penganut agama Syi'ah, maka hal itu tidak mustahil, bahkan sangat
logis. Sehingga riwayat seperti ini selalu muncul dalam referensi-referensi
agama Syi'ah tanpa ada komentar atau upaya untuk meluruskannya; sebagaimana
catatan sejarah perjalanan agama Syi'ah telah menguatkan kemungkinan terjadinya
hal itu.
Julukan (sebutan) ini dapat disimak dalam riwayat yang
dibawakan oleh Muhammad Baqir al- Majlisi; ia seorang mufti agama Syi'ah pada
abad 11 H, berikut ini:
Tatkala Raja Persia telah mendapatkan kabar bahwa
pasukannya dikalahkan oleh pasukan yang dikirimkan oleh Khalifah Umar bin
al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam peperangan Qadisiyyah, ia bergegas untuk
meninggalkan istananya. Sesampainya di pintu istana, ia berhenti sejenak lalu
berkata, "Selamat tinggal istanaku, aku akan segera meninggalkanmu, dan
suatu saat nanti, aku atau salah seorang anak keturunanku yang belum tiba
saatnya akan kembali lagi".
Sulaiman ad-Dailami, perawi kisah ini berkata, Akupun
segera masuk menemui Abu Abdillâh Ja'far ash-Shâdiq, dan aku bertanya
kepadanya, "Apa yang dimaksud oleh Raja Persia dengan ucapannya, 'atau
salah seorang anak keturunanku'?" Abu Abdullâh pun menjawab, "Itulah
Imam Mahdi kalian, sang penegak agama Allâh Azza wa Jalla , yaitu cucuku
keenam, yang pada saat yang sama juga cucu keturunan Raja Persia Yazdajird".[4]
Demikian pengakuan imam mereka yang ke-6, yaitu Ja'far
ash-Shûdiq. Bahwa Imam Mahdi versi agama Syi'ah akan menjadi pahlawan yang
mengembalikan kejayaan dinasti Majusi Persia. Bahkan tidak cukup hanya
mengembalikan kejayaan dinasti Majusi, ia juga akan membalaskan dendam mereka
terhadap bangsa Quraisy yang telah meruntuhkan kejayaan mereka dari bumi
Persia. Simaklah riwayat berikut, “Abu Ja'far Alaihissallam berkata,
"Andai masyarakat mengetahui apa yang akan dilakukan oleh al-Qaim (Imam
Mahdi versi agama Syi'ah) setelah ia dibangkitkan, niscaya kebanyakan dari
mereka berangan-angan untuk tidak menyaksikannya, dikarenakan begitu banyak ia
membunuh manusia. Ketahuilah, bahwasannya kabilah pertama yang akan ia bunuh
ialah Kabilah Quraisy. Ia tidak akan menerima dari mereka selain pedang
(peperangan) dan tidak akan memberi mereka selain pedang pula, sampai-sampai
banyak kalangan manusia yang berkata: 'Orang ini bukanlah dari keluarga Nabi
Muhammad. Andai benar ia dari keluarga Nabi Muhammad, niscaya ia memiliki rasa
belas-kasih'.".[5]
Tidak cukup dengan membalaskan dendamnya, bahkan agama
Syi'ah juga mengklaim telah berhasil membebaskannya dari siksa neraka di
akhirat. Disebutkan oleh beberapa tokoh agama Syi'ah, mereka mengisahkan bahwa
pada suatu saat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu mengunjungi suatu daerah
yang disebut al-Mada'en, yang dahulu merupakan ibu kota Negara Persia. Beliau
berkeliling-keliling di kota itu, lalu singgah di istana Raja Persia. Saat
tengah mengelilingi bekas istana Kisra itu, ia menyaksikan tengkorak manusia
yang telah rapuh. Kemudian Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu memerintahkan
kepada sebagian pasukannya untuk meletakkan tengkorang itu di dalam bejana.
Selanjutnya beliau Radhiyallahu anhu berkata kepada tengkorak itu, “Aku
menyumpahimu, wahai tengkorak, agar engkau mengabarkan kepadaku, siapakah aku
dan siapakah dirimu ?" Spontan tengkorang itu dengan bahasa yang fasih,
menjawab, "Adapun engkau, maka engkau adalah Amirul-Mukminin, pemimpin
para penyandang wasiat, dan pemimpin orang-orang bertakwa. Adapun aku, maka aku
adalah hambamu dan putra hamba wanitamu, yaitu Kisra Anusyirwan .... akan
tetapi walaupun aku kafir, Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah membebaskan aku dari
siksa neraka berkat aku dahulu menegakkan keadilan diantara rakyatku, sehingga
meskipun aku menghuni neraka, tetapi neraka diharamkan untuk menyentuh
diriku."[6]
Mungkin ini pulalah yang mendasari agama Syi'ah Itsna
'Asyariyah untuk memilih Ali Zainal Abidin dari sekian banyak putra al-Husain
sebagai imam mereka yang ke-4. Mungkin ini pula yang mendasari Syi'ah meyakini
bahwa imam mereka sepeninggal al-Husain hanya ada pada keturunan al-Husain, dan
secara khusus dari jalur Ali Zainal Abidin. Berbeda dengan anak cucu al-Hasan
bin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhum, maka tidak seorangpun yang
dinobatkan oleh agama Syi'ah sebagai imam mereka, padahal semua mengetahui
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara khusus telah memuji al-Hasan
sebagai seorang pemimpin yang berjasa besar.
إِنَّ ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ
بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Sesungguhnya putraku ini adalah seorang pemimpin, dan
semoga saja Allâh dengan perantarannya mendamaikan antara dua kelompok besar
dari umat Islam (yang saling berperang, Pen.). [HR al-Bukhâri]
Bila demikian nasib anak keturunan al-Hasan di mata para
penganut agama Syi'ah, maka nasib anak keturunan putera-puteri Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu anhu lainnya tidak akan berbeda darinya.
Hal lain yang sangat mengejutlan dari permusuhan penganut
agama Syi'ah terhadap Umar bin al- Khaththab -yang menguatkan kesimpulan di
atas, yakni balas dendam atas runtuhnya dinasti Majusi- ialah diagungkannya
eksekutor pembunuh Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, yaitu Abu Lu'lu'ah
Fairuz al-Majusi.
Mereka -para penganut agama Syi'ah- sangat mengkultuskan
Abu Lu'lu'ah Fairuz al-Majusi, padahal ia telah menorehkan sejarah kelam dalam
sejarah Islam. Kisahnya, pada pagi hari, tepatnya ketika Khalifah Umar bin
al-Khaththab sedang memimpin umat Islam di Masjid Nabawi menjalankan shalat
Subuh, Abu Lu'lu'ah al-Majusi melampiaskan dendam kesumatnya. Dengan sebilah
pisau yang sebelumnya telah dibubuhi racun mematikan, ia menikam Khalifah Umar
bin al-Khaththab beberapa kali.
Atas jasa pembalasan dendam inilah, Abu Lu'lu'ah
al-Majusi mendapatkan penghargaan besar yang disematkan oleh para penganut
agama Syi'ah. Bentuk penghormatan sekaligus penghargaan yang diberikan kepada
pembunuh Khalifah Umar bin al-Khaththab ini diwujudkan dalam dua hal, yaitu;
Pertama, agama Syi'ah meyakini bahwa Abu Lu'lu'ah al-Majusi dikuburkan di Kota
Kâsyân, Iran. Sebagai wujud penghormatan, mereka membangun kuburannya ini dan
menjadikannya sebagai tempat bersejarah yang senantiasa dikunjungi, Kedua, hari
keberhasilan Abu Lu'lu'ah al-Majusi melampiaskan dendamnya kepada
Amirul-Mukminin Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu disebutnya sebagai hari
besar, yaitu hari raya 'Idul Akbar.
Inilah beberapa catatan, agar kaum Muslimin waspada
terhadap gerakan dan pemikiran agama Syi'ah yang saat ini sudah mulai merebak
ke tengah-tengah kita. Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga kaum
Muslimin tetap istiqamah menempuh manhaj para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala ridha kepada mereka dan mereka pun
ridha kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun
XVII/1435H/2014M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
________
Footnote
[1]. As-Sunnah, oleh Imam Abu Bakar Ahmad bin Muhammad
al-Khallal, 2/478.
[2]. Tarikh Dimasq, oleh Ibnu 'Asâkir, 38/32-33.
[3]. Disebutkan oleh an-Nuri ath-Thabrasi sebagai julukan
ke-47 dari sekian banyak julukan Mahdi Syi'ah. Lihat an-Najmu ats-Tsaqib fî
Ahwâli al-Imam al-Hujjah al-Ghâib, hlm. 185.
[4]. Bihârul-Anwâr, oleh al-Majlisi, 51/163-164
[5]. Al-Gahibah, oleh Muhammad bin Ibrahim an-Nu'mani
(wafat tahun 380 H), hlm. 233.
[6]. Al-Fadhâil, oleh Syazân bin Jibra'il al-Qummi (hlm.
71), Bihârul-Anwâr (41/213) dan Madinatul- Ma'ajiz, oleh as-Sayyid Hasyim
al-Bahrâni (1/227).
No comments:
Post a Comment