Konferensi Asia Afrika 2015 deklrarasikan kemerdekaan
Palestina
JAKARTA, KOMPAS.com - Konferensi Asia Afrika 2015
berakhir pada Kamis (23/4/2015) malam ini. Presiden Joko "Jokowi"
Widodo, di dalam pidato penutupannya, kembali menyinggung soal semangat
solidaritas bangsa-bangsa di dua kawasan itu yang menjadi tanda kebangkitan
Asia-Afrika.
"Konferensi yang telah kita jalani ini merupakan
salah satu forum antarpemerintah terbesar di dunia, di luar PBB, yang dihadiri
oleh negara-negara Asia Afrika dan beberapa negara observer. Suara yang
disampaikan dalam konferensi ini adalah suara kebangkitan bangsa-bangsa Asia
Afrika. Sekali lagi, adalah suara-suara kebangkitan bangsa-bangsa Asia
Afrika," ungkap Jokowi di hadapan ratusan peserta KAA.
Dengan besarnya peserta KAA ini, Jokowi menegaskan,
aspirasi yang dihasilkan dari konferensi tidak bisa diabaikan oleh siapa pun.
Jokowi pun menuturkan, semua negara telah sepakat mengenai inti perjuangan
selatan-selatan.
"Yaitu kesejahteraan, solidaritas, dan stabilitas
negara-negara Asia Afrika," imbuh dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu melanjutkan bahwa
negara-negara Asia-Afrika juga sepakat membentuk jejaring pusat penjagaan
perdamaian di kedua kawasan yang dapat memfasilitasi kerja sama peningkatan
kapasitas.
"Kita semua mengecam aksi ekstremisme dan terorisme
yang mengatasnamakan agama dan mendorong dialog budaya dan agama," ungkap
dia.
Selain itu, semua negara Asia-Afrika sepakat meningkatkan
perdagangan dan investasi sebagai mesin pendorong perekonomian. Dalam kaitan
ini, sebut Jokowi, negara Asia-Afrika akan mendorong sistem perdagangan
multilateral yang adil yang pro pembangunan dan inklusif, yang berkontribusi
pada pertumbuhan, investasi, dan lapangan kerja, serta yang berwawasan
lingkungan dan berkesinambungan.
"Kita menyadari pentingnya sentralitas sektor
maritim serta kepentingan strategis Samudra Hindia sebagai jembatan pembangunan
ekonomi di Asia dan Afrika. Kerja sama maritim akan menjadi salah satu pilar
utama kemitraan strategis baru Asia Afrika," ungkap dia.
Pelaksanaan KAA 2015 yang dimulai dengan Senior Official
Meeting pada 19 April dan ditutup dengan pandangan setiap leader akhirnya
selesai. Tiga dokumen berhasil dikeluarkan dalam konferensi yang dihadiri 21
kepala negara dan kepala pemerintahan serta delegasi dari 106 negara
Asia-Afrika itu. Tiga dokumen itu yakni Pesan Bandung 2015, deklarasi
penyegaran kemitraan strategis baru Asia Afrika, dan deklarasi tentang Kemerdekaan
Palestina
Konferensi Asia–Afrika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum
Diperiksa
Gedung Merdeka saat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika
Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia
Afrika atau KAA; kadang juga disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah
konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh
kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri
Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar
Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April
1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan
kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau
neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah
total penduduk dunia pada saat itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini
merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan
Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-keputusan yang
memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai
ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan
mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok
dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme,
khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial perancis di
Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam
pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam
apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang "pernyataan
mengenai dukungan bagi kerusuhan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung
ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.
Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya
Gerakan Non-Blok pada 1961.
Kilas balik[sunting | sunting sumber]
23 Agustus 1953 - Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
(Indonesia) di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara mengusulkan perlunya kerjasama
antara negara-negara di Asia dan Afrika dalam perdamaian dunia.
25 April–2 Mei 1954 - Berlangsung Persidangan Kolombo di
Sri Lanka. Hadir dalam pertemuan tersebut para pemimpin dari India, Pakistan,
Burma (sekarang Myanmar), dan Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia
memberikan usulan perlunya adanya Konferensi Asia-Afrika.
28–29 Desember 1954 - Untuk mematangkan gagasan masalah
Persidangan Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini
dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan, serta siapa saja yang akan
diundang.
18–24 April 1955 - Konferensi Asia-Afrika berlangsung di
Gedung Merdeka, Bandung. Persidangan ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan
diketuai oleh PM Ali Sastroamidjojo. Hasil dari persidangan ini berupa persetujuan
yang dikenal dengan Dasasila Bandung.
Pertemuan kedua (2005)[sunting | sunting sumber]
Prangko peringatan 50 tahun Konferensi Asia–Afrika
Prangko peringatan 50 tahun Konferensi Asia–Afrika
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Tingkat
Tinggi Asia–Afrika 2005
Untuk memperingati lima puluh tahun sejak pertemuan
bersejarah tersebut, para Kepala Negara negara-negara Asia dan Afrika telah
diundang untuk mengikuti sebuah pertemuan baru di Bandung dan Jakarta antara
19-24 April 2005. Sebagian dari pertemuan itu dilaksanakan di Gedung Merdeka,
lokasi pertemuan lama pada 50 tahun lalu. Sekjen PBB, Kofi Annan juga ikut
hadir dalam pertemuan ini. KTT Asia–Afrika 2005 menghasilkan NAASP (New
Asian-African Strategic Partnership, Kerjasama Strategis Asia-Afrika yang
Baru), yang diharapkan akan membawa Asia dan Afrika menuju masa depan yang
lebih baik berdasarkan ketergantungan-sendiri yang kolektif dan untuk
memastikan adanya lingkungan internasional untuk kepentingan para rakyat Asia
dan Afrika.
Pertemuan ketiga (2015)[sunting | sunting sumber]
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi
Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2015
72 Negara Pastikan Hadiri Peringatan KAA ke-60[sunting |
sunting sumber]
Terkait kepastian para kepala negara yang akan hadir
dalam KAA, sampai saat ini sudah ada 72 kepala negara yang menyatakan kesiapan
hadir dalam KAA. Kementerian Luar Negeri memastikan 72 negara telah
mengonfirmasi kehadirannya. KAA ke-60 akan dilaksanakan di 2 kota yaitu Jakarta
pada 19-23 April dan Bandung pada 24 April. Agenda KAA meliputi
"Asia-Afrika Bussiness Summit" dan "Asia-Africa Carnival".
Tema yang dibawa Indonesia dalam acara yang akan dihadiri 109 pemimpin negara
dan 25 organisasi internasional tersebut adalah peningkatan kerja sama negara-negara
di kawasan Selatan, kesejahteraan, serta perdamaian. [1]
Kim Jong-un Akan Hadir di KAA ke-60[sunting | sunting
sumber]
Menurut informasi, dari 109 negara, 17 observer yang
diundang, sampai beberapa hari lalu yang menyatakan partisipasi 85 negara. Kepala
negara yang konfirmasi hadir itu sebanyak 24 kepala negara. Tapi, konten lebih
lengkap ada di Kementerian Luar Negeri. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sempat
dikabarkan akan hadir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA). Hal tersebut
sebelumnya diberitakan di yonhap.kr.co, Minggu 25 Januari lalu. Jika kehadiran
itu benar-benar terjadi, hal ini merupakan yang pertama bagi pemimpin Korea
Utara itu menghadiri pertemuan internasional. Semenjak dia mengambil alih
pemerintahan Korea Utara pada 2011, belum pernah ada laporan resmi mengenai
perjalanan luar negeri Kim Jong-un. Tetapi sebelumnya dikabarkan, Dubes
Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK/Korut) untuk Indonesia Ri Jong Ryul
membantah informasi kedatangan 'Supreme Leader'. Dia mengatakan, Presiden Presidium
Majelis Tertinggi Rakyat DPRK Kim Yong-nam yang bakal datang ke Tanah Air,
bukan Kim Jong-un.[2] Apabila Kim Jong-un bisa hadir di KAA ke-60, maka ini
merupakan sejarah baru.
Indonesia Galang Deklarasi Dukungan Palestina
Merdeka[sunting | sunting sumber]
Sebentar lagi acara skala internasional Konferensi
Asia-Afrika (KAA) tahun ini akan digelar. Undangan untuk beberapa negara
terkait pun telah dikirim. Penanggung jawab Panitia Nasional Peringatan 60
Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) Luhut Pandjaitan mengatakan, dari 109 negara
di Asia dan Afrika, tidak semua mendukung kemerdekaan Palestina. Karena itu,
Pemerintah RI akan mendorong peserta KAA yang hadir, agar turut mendukung
deklarasi tersebut. Dukungan pemerintah Indonesia terhadap Palestina sebagai negara
merdeka, akan diwujudkan dalam pelaksaan Konferensi Asia Afrika (KAA).
Indonesia akan menggalang deklarasi dukungan penuh. Hingga saat ini draf
dukungan Palestina merdeka masih dibahas perwakilan Indonesia di New York.
Luhut di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 31/3/2015 mengatakan, "Saya
belum tahu perkembangan terakhir. Tapi itu menjadi usulan dari pemerintah
Indonesia dan itu janji presiden. Kementerian Luar Negeri kita masih melobi
itu. Mudah-mudahan bisa kita capai." Sebagai negara dengan mayoritas
penduduk beragama Islam, Indonesia mempunyai arti penting bagi Palestina.
Seperti komitmen Jokowi sejak awal menjadi presiden, pemerintah RI akan terus
mendorong deklarasi ini, agar Palestina menjadi negara merdeka dan masuk
anggota PBB. "Dan itu saya pikir, sangat penting untuk kita dorong
mengenai kemerdekaan Palestina dan dukungan penuh Palestina masuk PBB,"
tegas Luhut.[3]) Hal ini, mendukung bagi kemerdekaan suatu bangsa, merupakan
komitmen Indonesia sejak diproklamasikan sebagaimana tertuang di dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Raja Yordania Akan Bahas Pemahaman Islam[sunting |
sunting sumber]
Salah satu yang telah menerima undangan dan menyatakan
ingin menghadiri acara yang akan dilaksanakan di Jakarta dan Bandung pada 22-24
April mendatang adalah Yordania. Namun kepastian kehadiran Raja Yordania,
Abdullah II belum bisa dipastikan. Masih perlu menunggu konfirmasi dari pihak
protokol kerajaan. Hal itu, disampaikan Raja Abdullah II kepada Utusan Khusus
Presiden RI, Alwi Shihab, di Istana Hussainiya, Amman, Yordania, Rabu 18 Maret
2015. Pada pertemuan tersebut, Raja Yordania dan Utusan Khusus Presiden RI juga
mendiskusikan berbagai isu penting di kawasan yang menjadi perhatian bersama.
Salah satu isu yang mengemuka adalah mengenai pentingnya pengembangan pemikiran
dan pemahaman Islam yang moderat di kalangan umat Islam. "Kedua pihak
memandang bahwa langkah tersebut dapat mendorong berkembangnya pemikiran dan
gerakan umat Islam yang membawa pesan damai dan manfaat bagi seluruh umat
manusia," demikian dijelaskan pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang
diterima Jumat, 20/3/2015.[4]
No comments:
Post a Comment