Perjalanan yang belum selesai (331)
(Bagian ke tiga
ratus tiga puluh satu), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 04 Agustus 2015, 00.05 WIB).
Berbuat baiklah kepada kedua orang tua (Ibu)
Dalam film Saving Private Ryan buatan Hollywood
diceritakan sebuah kisah seorang Ibu di Amerika Serikat yang seluruh empat anak
lelakinya bertugas menjadi tentara dalam perang dunia II, dan ketika itu tiga
anaknya telah tewas di berbagai medan pertempuran, antara lain tewas di Papua
New Gini melawan tentara Jepang.
Dalam kisah ini lalu dilaporkan kepada Presiden Rosevelt,
yang kemudian melalui Menteri Pertahanan memerintahkan untuk mengirim satu
group tentara pasukan khusus yang dalam film diperankan Tom Hanks sebagai Kapten
John Miller untuk memimpin anak buahnya menyelamatkan anak ke empat dari ibu
itu yang masih hidup (tersisa) yang ketika itu tengah bertempur melawan tentara
Jerman di Eropa. Akhirnya walaupun mengorbankan nyawa John Miller dan anak
buahnya mereka berhasil menemukan dan menyelamatkan Private James Ryan, agar
tetap hidup dan kembali ke pangkuan ibunya di AS.
Kisah ini menggambarkan betapa kasih seorang ibu kepada
anak-anaknya yang terancam habis oleh peperangan sangat dihargai semua pihak,
begitu juga dalam Islam betapa Kasih sayang kedua orang tuanya, terutama Ibu
kepada anak-anaknya dan jasa-jasa seorang ibu yang telah membesarkan
anak-anaknya mulai dari menyusui sampai membesarkannya tidak bisa dibalas
dengan hanya harta yang melimpah, melainkan dengan dharma bakti anak sepenuhnya
kepada kedua orang tua, terutama Ibu.
Oleh sebab itu Allah dalam surah An-Nisa ayat 36
memerintahkan kepada kita setelah mentaati perintah Allah, Rasulnya lalu
berbakti kepada kedua orang tua.
Al Qur-an Surah an-Nisa ayat 36
بسم الله الرحمن الرحيم
وَاعْبُدُواْ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى
وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا (36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri” (an-Nisa’: 36)
Dalam ayat ini ALLAH Swt, Memerintahkan untuk menyembah
hanya kepada ALLAH Swt, dan tidak menyekutukan-Nya. Karena sesungguhnya ALLAH
Swt, adalah Dzat Yang Memberikan rizki, ni’mat, dan kelebihan kepada
makhluk-Nya dalam setiap tempat dan keadaan. Maka sudah hak ALLAH Swt, dari
setiap hamba untuk menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun.[1]
Rosulullah dalam sebuah hadits bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لمعاذ: "أتَدْرِي ما
حَقُّ الله على العباد ؟" قال: الله ورسوله أعلم. قال: "أن يَعْبدُوهُ ولا يُشْرِكُوا به شيئا"، ثم قال: "أتَدْري
ما حَقُّ العبادِ عَلَى اللهِ إذا فَعَلُوا ذلك؟ ألا يُعَذِّبَهُم"
Rosulullah Saw,
berkata kepada Mu’adz “apakah kau tahu apa hak ALLAH Swt, atas para hamba-Nya?”
Mu’adz menjawab “ALLAH dan Rosul-Nya lebih tahu” Rosullah bersabda “hendaknya
mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” kemudia
Rosulullah Saw, bertanya lagi “apakah kau tahu, apa hak hamba atas ALLAH Swt,
jika mereka melakukan itu? Yaitu Dia (ALLAH) tidak Menyiksanya”
Dalam tafsir al-Qurthubi terdapat penjelasan bahwa syirik
itu terbagi menjadi tiga tingkatan yang kesemuanya diharamkan, yaitu sebagai
berikut:
1. Syirik
dengan meyakini bahwa ada tuhan lain selain ALLAH Swt. Syirik kategori ini
adalah syirik a’dzom (syirik yang terbesar) syirik jahiliyah dan syirik inilah
yang dimaksud dalam firman ALLAH Swt:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya” (an-Nisa’: 48)
2. Syirik yang
kedua adalah syirik yang meyakini bahwa ada yang membuat tanpa campur tangan
ALLAH Swt, keyakinan seperti ini adalah keyakinan golongan qodariyah yang oleh
imam Qurthubi disebut sebagai majusinya ummat ini.
3. Syirik yang
ketiga ini adalah riya (pamer dalam beribadah) yaitu seesorang yang mengerjakan
sesuatu yang diperintah oleh ALLAH Swt, namun orang ini mengerjakannya bukan
karena ALLAH Swt.[2] Orang yang seperti ini tidak mendapat pahala atas amalnya
karena pahala amalnya diganti oleh pujian orang yang ia harapkan.
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
at-Tirmidzi disebutkan:
عن شداد بن أوس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إن أخوف
ما أتخوف على أمتي الاشراك بالله أما إني لست أقول يعبدون شمسا ولا قمرا ولا وثنا ولكن
أعمالا لغير الله وشهوة خفية) خرجه الترمذي الحكيم.
Dari Syaddad bin Aus dia berkata: Rosulullah Saw,
bersabda “sesungguhnya yang paling aku takutkan atas ummatku adalah menyekutukan
ALLAH. Aku tidak mengatakan menyembah matahari dan tidak mengatakan menyembah
bulan dan tidak mengatakan menyembah berhala, akan tetapi beramal karena selain
ALLAH dan syahwat yang samar” (HR. Tirmidzi)
Setelah perintah untuk menyembah dan tidak menyekutukan
ALLAH Swt. Kemudian ALLAH Swt, mewasiatkan untuk berbuat baik kepada kedua
orang tua, karena sesungguhnya ALLAH Swt, menjadikan keduanya sebab adanya sang
anak. Dan banyak sekali ALLAH Swt, Menyertakan berbuat baik kepada kedua orang
tua setelah perintah untuk beribadah kepada ALLAH Swt, seperti contoh surah
Luqman ayat ke 14
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu”
(Luqman: 14)
Dan firman ALLAH Swt:
وَقَضَى رَبُّكَ ألا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya” (al-Isro: 23)
Setelah perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua, ALLAH Swt, Memerintahkan untuk berbuat baik kepada وبذي القربى yang
ditafsirkan dalam kitab tafsir al-Khozin dengan “berbuat baik kepada kerabat
yaitu yang masih memiliki ikatan hubungan keluarga baik dari sisi bapak maupun
ibu” berkaitan dengan ayat ini terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Malik bin
Anas:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من سره أن يبسط له في
رزقه وينسأ له في أثره فليصل رحمه
Aku mendengar Rosulullah Saw, bersabda “barang siapa yang
ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia
bersilaturrahim”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam
kitab Musnadnya adalah:
"الصَّدَقَةُ عَلَى المِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وعَلَى ذِي الرَّحِم
صَدَقَةٌ وصِلَةٌ"
“shodaqoh atas orang miskin adalah shodaqoh (saja), dan
shodaqoh kepada kerabat adalah shodaqoh dan silaturrahim”
Dalam ayat di atas juga disebutkan tentang anak yatim
agar kita berbuat baik kepada mereka. Dalam sebuah hadits Rosulullah Saw,
memberikan kabar gembira kepada perawat anak yatim:
"أنا وكافل اليتيم في الجنِّة هكذا، واشار بالسَّبابة والوُسْطَى
وفرّج بينهما شيئَا"
“aku dan perawat (pengasuh) anak yatim di dalam surga
seperti ini” Rosulullah Saw, memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari
tengahnya dan member suatu jarak antara keduanya. (HR. Bukhori)
Dalam hadits di atas Rosulullah Saw, mengabarkan bahwa di
dalam surga, orang yang merawat anak yatim akan berada didekat beliau dengan
perumpamaan jari telunjuk dan jari tengah ketika direnggangkan. Merawat anak
yatim memang perbuatan mulia namun bagi perawatnya diberi batasan yang harus
dijaga misalnya yang berkaitan dengan harta anak yatim. Perawat anak yatim
tidak boleh sembrono dalam mempergunakan harta anak yatim.
Dalam ayat diatas juga terdapat tentang orang miskin yang
kita juga harus berbuat baik kepada mereka. Dalam kitab tafsir Ibn Abdissalam
dijelaskan bahwa orang miskin adalah:
والمسكين : الذي ركبه ذل الفاقة حتى سكن لذلك
“Orang miskin adalah dia yang kekurangan dalam beberapa
kebutuhannya sehingga menetapi dalam kekurangan itu”
Kesimpulannya orang miskin adalah orang yang memiliki
pekerjaan akan tetapi apa yang dia hasilkan tidak cukup untuk biaya kebutuhan
pokok yang harus dikeluarkannya.
وَالْجَارِ الْجُنُبِ: maksdunya adalh tetangga yang jauh
atau tetangga yang tidak ada hubungan nasab.[3] Sedangkan menurut Nauf al-Syami
yang dimaksud dengan الجار ذي القربى adalah muslim dan yang dimaksud dengan الجار
الجنب adalah orang nashrani dan orang yahudi.[4]
Jadi terdapat beberapa pendapat tentang tetangga disini.
Sebagaimana perincian di atas, namun yang perlu diperhatikan adalah Islam
sebagai rohmatan lil ‘alamin tidak pernah mengajarkan terorisme atau kekerasan,
tidak mengajarkan pemaksaan, Islam adalah agama yang mudah, indah dan toleran.
Meski begitu mudah bukan berarti dianggap enteng, dan Islam juga adalah agama
yang toleran namun toleran dalam Islam tidak boleh berkaitan dengan aqidah
sebagaimana yang tercantum dalam akhir surah al-kafiruun.
Dalam sebuah hadits Rosulullah Saw, bersabda:
عن جابر بنِ عَبْدِ الله قال: قَالَ رسولُ الله صلى الله عليه
وسلم: "الجِيرانُ ثَلاثَةٌ: جَارٌ لهُ حَقٌ وَاحِدٌ، وَهُوَ أَدْنَى الجيرانِ
حقًّا، وجار له حقَّان، وجَارٌ له ثلاثةُ حُقُوقٍ، وَهُوَ أفضلُ الجيرانِ حقا، فأما
الذي له حق واحد فجار مُشْرِكٌ لا رَحمَ لَهُ، لَهُ حق الجَوار. وأمَّا الَّذِي لَهُ
حقانِ فَجَارٌ مُسْلِمٌ، له حق الإسلام وحق الْجِوارِ، وأَمَّا الَّذِي لَهُ ثَلاثةُ
حُقُوقٍ، فَجَارٌ مُسْلِمٌ ذُو رَحِمٍ لَهُ حق الجوار وحق الإسلام وحَقُّ الرحِمِ".
Dari shahaba Jabir bin Abdullah dia berkata bahwa
Rosulullah Saw, bersabda “tetangga itu ada 3: (yaitu) tetangga yang memiliki
satu hak, dia adalah tetangga yang memiliki hak paling rendah, (kedua) tetangga
yang memiliki dua hak, dan tetangga yang memiliki tiga hak, tetangga ini adalah
tengga yang paling utama. Adapun tetangga yang memiliki satu hak adalah
tetangga musyrik yang tidak ada hubungan kekerabatan padanya. Adapun tetangga
yang memiliki dua hak adalah tetangga muslim dia memilik hak sebagai orang
Islam dan sebagai tetangga. Adapun tetangga yang memiliki tiga hak adalah
tetangga muslim yang memiliki hubungan kekerabatan, dia memiliki hak sebagai
tetangga, sebagai orang Islam, dan sebagai kerabat” (hadits diriwayatkan oleh
al-Bazzar sebagaimana yang tercantum dalam tafsir Ibnu Katsir, Juz 5 hal. 474)
والصاحب بالجنب :
ada yang mengatakan yang dimaksud disini adalah teman dalam kebaikan, seperti
teman dalam belajar, dalam bisnis, dalam pekerjaan atau dalam perjalanan.
Adapula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah istri.[5]
ابن السبيل = menurut Ibn Abbas dan segolongan ulama, yang
dimaksud disini adalah tamu.[6] Sedangkan menurut Imam Mujahid, Abu Ja’far
al-Baqir, al-Hasan, al-Dlohhak, dan Muqotil, ibnu sabil adalah orang yang berada
dalam perjalanan dan melwatimu. Dan adapula yang berpendapat bahwa yang
dimaksud adalah musafir karena dia menetapi dalam perjalanan.[7]
إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا =
sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa ALLAH Swt, tidak
Menyukai orang-orang yang angkuh, membanggakan diri lagi sombong, menyombongkan
diri dari masyarakat dan menganggap dirinya lebih baik dari mereka. Dia
mengaggap dirinya besar padahal menurut ALLAH Swt, orang tersebut amat hina,
dan oleh masyarakat ia sangat dibenci.
والله اعلم
.
[1] Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5 hal 473
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam postingan
sebelumnya bahwa menyekutukan ALLAH Swt, tidak hanya terbatas pada penyembahan
terhadap patung, kuburan, pohon, dan lain sebagainya. Tapi jika seseorang
meyakini bahwa ada yang memberikan manfaat atau mudlorot (bahaya) selain ALLAH
Swt, maka ini juga termasuk syirik, contohnya adalah seperti orang yang memakai
jimat, mantra, dan lainnya. Jika mereka yakin bahwa yang membuat mereka selamat adalah jimat yang
dipakainya, mantra yang dibacanya, atau kekuatan jin dari dukun kepadanya tanpa
campur tangan ALLAH Swt, maka ini jelas syirik. Sedangkan jika mereka hanya
memakai jimat, atau membaca mantra lalu ada manfaat positif, namun meyakini
bahwa itu dari ALLAH Swt, maka dalam hal ini tidak apa-apa. Hal yang tidak jauh
berbeda dengan seseorang yang pergi ke dokter atau membeli obat diminumnya obat
tersebut lalu sembuhlah ia, jika ia yakin bahwa yang menyembuhkan adalah obat
atau si dokter karena telah berhasil mendiagnosis penyakitnya dan resep yang
diberikannya maka ia juga bisa syirik. Sedangkan penggunaan mantra harus
hati-hati agar jangan sampai ada mantra yang dibaca terkandung didalamnya
kata-kata yang mengandung unsur kesyirikan dan lebih baik lagi jika tidak
membaca atau menggunakan mantra yang artinya tidak jelas agar jangan sampai
terjerumus dalam jebakan setan.
Bahkan ketika pada masa Nabi Muhammad banyak para sahabat
ingin ikut berjihad dijalan Allah (perang Badr. Perang Uhud dan lain-lain)
namun Nabi Muhammad menanyakan dulu apakah diantara para sahabat itu masih
memiliki kedua orang tua, maka kalau ada mereka disuruh kembali menemui kedua
orang tuanya, artinya berbakti kepada kedua oramg tuanya lebih penting dari
berjihad ke medan perang. Namun berbakti kepada orang tua itu sepanjang kedua
orang tuanya mengajak kepada ibadah hanya kepada Allah, buka kepada yang
lainnya. Seperti Nabi Ibrahim dimana orang tuanya mengajak Ibrahim menyembah
berhala (patung) lalu di tolak Ibrahim, sampai Ibrahim diusir, namun tetap
Ibrahim menghormati dan mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya. Karena
urusan Hidayah atas kedua orang tua Ibrahim hanya hak milik Allah, Ibrahim
hanya sebatas mendoakan, sedangkan keimanan dan hidayah hanya Allah yang mampu
memberikannya.
Akhirnya Ayah Ibrahim meninggal dalam keadaan kafir, dan
ini di luar kemampuan, dan keinginan Nabi Ibrahim yang hanya sebagai Nabi dan
Hamba Allah. Hendaknya kita memperhatikan Ibu dan Bapak kita terutama ketika
mereka masih hidup dan sudah tua tidak bisa lagi mencari nafkah dan
sakit-sakitan. Karena Ridho Allah itu tergantung Ridho Orang tua kita kepada
kita. Kasihilah mereka sebagimana mereka telah mengkasihi dan memelihara kita
dari mulai dalam kandungan sembilan bulan sepuluh hari, melahirkan yang
menyakitkan dan menahan penderitaan, menyusui sampai dua tahun, sampai
menyekolahkan kita sampai kita mandiri. Oleh karena itu balas budilah kepada
keduanya ketika masih hidup, dan berdoalah untuk keduanya ketika mereka sudah
meninggal dan naik haji kanlah mereka bila anda sudah naik haji dan mampu
(ingat menghajikan ) kedua orang tua yang sudah meninggal tidak bisa diwakilkan
orang lain kecuali Anda atau saudara kandung anaknya sendiri yang telah
menunaikan ibadah Haji Ke Mekah tentunya.
No comments:
Post a Comment