Maket Jembatan Selat Sunda |
Pemerintahan Joko Widodo tunda pembangunan Jembatan Selat
Sunda
JAKARTA, KOMPAS.com — Megaproyek Jembatan Selat Sunda
atau JSS yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera berpeluang tidak akan
dilanjutkan pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dua hal menjadi
pertimbangan utama Presiden.
"Terus terang Pak Jokowi menyimak JSS itu. Beliau
khawatir dampaknya pada dua hal," tutur Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional Andrinof Chaniago, Jumat (31/10/2014) petang. Pertama, dia
menyebutkan, JSS dikhawatirkan bakal mematikan identitas Indonesia sebagai negara
maritim.
Andrinof menjelaskan, Selat Sunda menjadi salah satu
jalur penyeberangan terpadat, meski memang masih banyak kekurangan kinerja.
"Kalau (penyeberangan Selat Sunda) dimatikan dan malah tidak ditingkatkan
kinerjanya, itu akan menghilangkan identitas Indonesia sebagai negara
maritim," kata dia.
Sebaiknya, lanjut Andrinof, pelayanan ataupun kinerja
pelayaran di penyeberangan Selat Sunda diperbaiki, misalnya dengan menambah
kapal penyeberangan, dermaga, dan memperbaiki fasilitas pendukung lainnya.
Adapun pertimbangan kedua tak berlanjutnya pembangunan
jembatan itu adalah perihal ketimpangan. Menurut Andrinof, alangkah lucunya
jika pemerintah yang berkoar-koar akan menekan ketimpangan justru membuat
megaproyek yang menambah ketimpangan.
"Katanya pemerataan, tetapi kita bikin megaproyek
yang membuat ekonomi terkonsentrasi di barat. Kita harus berhenti berpikir
paradoks," ucap Andrinof.
Selain dua pertimbangan tersebut, Andrinof juga
menyebutkan bahwa yang juga disadari Presiden Jokowi adalah pemenuhan kebutuhan
rumah rakyat yang masih minim. Backlog atau ketimpangan antara permintaan rumah
dan ketersediaan rumah itu setidaknya mencapai 15 juta rumah, dengan
peningkatan lebih dari 1 juta rumah per tahun.
"Ini apa hubungannya dengan JSS? Adanya backlog itu
karena konsesi penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh segelintir pengusaha
membuat harga tanah tidak terjangkau. Jadi, ke depan harus jelas, membangun itu
untuk apa. Membangun untuk segelintir orang atau untuk rakyat banyak?"
papar Andrinof.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Andrinof
Chaniago menyiratkan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) tidak akan
dilanjutkan pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Meski begitu, dia
yakin JSS masih bisa dibangun 10 atau 15 tahun nanti.
Andrinof menjelaskan, Presiden Joko Widodo tidak akan
melanjutkan proyek yang masuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) itu disebabkan sejumlah pertimbangan,
seperti memperlebar ketimpangan serta menghilangkan identitas Indonesia sebagai
negara maritim.
"Selat Sunda itu jalur penyeberangan terpadat. Kalau
dimatikan dan tidak ditingkatkan kinerjanya, itu akan menghilangkan identitas
sebagai negara maritim. Sebaiknya dibenahi terminal penumpangnya, koridornya,
kapalnya lebih manusiawi, dermaganya kalau kurang ditambah. Itu lebih penting.
Kalau itu sudah jalan, 10 tahun, 15 tahun kemudian, silakan bikin JSS,"
kata dia kepada wartawan di Kantor Bappenas, Jumat (31/10/2014) petang.
Andrinof juga yakin pemerintahan Jokowi-JK lebih berpikir
untuk meluruskan arah pembangunan. Ini berkaitan dengan keyakinan bahwa
megaproyek JSS justru paradoks dengan semangat pemerataan, sama seperti
semangat pemerintah sebelumnya yang mewujudkan program MP3EI.
"Arah pembangunan kita luruskan. Kita membangun
untuk manusia dan masyarakat. Dengan itu, saya yakin JSS bukan pilihan,
setidak-tidaknya untuk 10 tahun, 15 tahun ke depan," tandas Andrinof.
Terlepas dari hal tersebut, Andrinof menengarai penyebab
penyeberangan Selat Sunda sering macet adalah kapal-kapal yang digunakan sudah
berusia tua. Selain itu, dermaga yang tersedia hanya sedikit.
"Taruh saja penyertaan modal negara di ASDP untuk
beli kapal baru, baru kapal swasta ikut tambah banyak, biar lancar. Tapi, masalah
dan solusi yang lebih rendah biayanya ini disembunyikan," ujar dia.
Pengusaha Logistik meminta
pemerintahan Jokowi-JK menghentikan mega proyek pembangunan Jembatan Selat
Sunda karena dinilai akan meningkatkan biaya logistik.
Pengusaha menilai, pembangunan JSS harusnya dilakukan 30 tahun lagi. " JSS ini saya rasa harus di-stop dulu. Mungkin 30 tahun lagi kalau kita sudah kuat ekonominya dan jadi salah satu pemain logistik besar, baru kita bangun JSS," ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita di Jakarta, Selasa (21/10/2014).
Dia menjelaskan, dengan penggunaan JSS maka biaya logistik kian tinggi. Pasalnya, jembatan penghubung Pulau Jawa dan Sumatera itu akan menyedot truk-truk pembawa logistik untuk melintasinya.
"Jadi kalau sekarang truk itu naik ke Fery, dari Fery baru berlayar ke Lampung. Nah sekarang dengan adanya jembatan, si truk ini harus dibawa melewati JSS. Artinya biaya bensin naik, biaya supir juga naik. Jadi bukannya menurunkan malah menaikkan," kata Zaldy.
Menurutnya, hal yang penting saat ini bukanlah membangun JSS melaikan mengembangkan pelabuhan. Dia bahkan mengusulkan adanya pemisahaan antara kapal yang membawa orang maupun kapal yang membawa barang.
"Selama ini kita lihat begitu. Lebih baik perbaiki pelabuhan, dipisahkan antara kapal orang dan barang. Kalau sekarang kan campur," ucap dia. (Kompas)
Pengusaha menilai, pembangunan JSS harusnya dilakukan 30 tahun lagi. " JSS ini saya rasa harus di-stop dulu. Mungkin 30 tahun lagi kalau kita sudah kuat ekonominya dan jadi salah satu pemain logistik besar, baru kita bangun JSS," ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita di Jakarta, Selasa (21/10/2014).
Dia menjelaskan, dengan penggunaan JSS maka biaya logistik kian tinggi. Pasalnya, jembatan penghubung Pulau Jawa dan Sumatera itu akan menyedot truk-truk pembawa logistik untuk melintasinya.
"Jadi kalau sekarang truk itu naik ke Fery, dari Fery baru berlayar ke Lampung. Nah sekarang dengan adanya jembatan, si truk ini harus dibawa melewati JSS. Artinya biaya bensin naik, biaya supir juga naik. Jadi bukannya menurunkan malah menaikkan," kata Zaldy.
Menurutnya, hal yang penting saat ini bukanlah membangun JSS melaikan mengembangkan pelabuhan. Dia bahkan mengusulkan adanya pemisahaan antara kapal yang membawa orang maupun kapal yang membawa barang.
"Selama ini kita lihat begitu. Lebih baik perbaiki pelabuhan, dipisahkan antara kapal orang dan barang. Kalau sekarang kan campur," ucap dia. (Kompas)
No comments:
Post a Comment