Penipuan Asuransi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Hari Ini adalah yang ke enam kalinya jadwal saya harus
cuci darah (Hemo dialysis) di Rumah Sakit Milik Angkatan Udara Republik
Indonesia Rumah Sakit dr Esnawan Antariksa , yang letaknya tidak jauh dari
Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Indonesia.
Saya sudah semakin terbiasa dengan proses cuci darah,
namun usai cuci darah badan saya kadang menggigil dan demam, dan jalan agak
sempoyongan (pusing). Kata pasien lain dan para perawat, ini biasa terjadi pada
pasien cuci darah, pada tiga bulan pertama melakukan cuci darah.
Beragam latar belakang pasien di rumah sakit ini, ada
pasien yang memang sudah lanjut usia di atas usia 70 tahun, namun ada pula
pasien masih muda usia, sekitar 20 sampai 30 tahun.
Namun karena proses cuci darah di rumah sakit ini sudah
berjalanan puluhan tahun aktivitasnya berjalan seperti biasa saja, pasien
datang, mendaftar dan diberi nomer registrasi, lalu memilih tempat tidur sesuai
nomer registrasi di komputer, lalu perewat datang memasang selang dan memroses
mesin pencuci darah dan pasien rata-rata di cuci darahnya selama empat jam.
Ada pasien asal Bandung, hari ini sudah tahun ke enam dia
melakukan cuci darah di Rumah Sakit Esnawan Antariksa, dia mengaku masuk
pertama Kali ke Rumah Sakit dengan di tandu dan mendertita dalam tiga tahun
pertama, tetapi kini dalam tahun ke enam dia sudah Nampak segar bugar, datang
ke rumah sakit membawa mobil sendiri, tanpa dikawal istrinya lagi, bahkan
selama cuci darah kerap ‘’membanjol’’ (berkelakar/joke), sehingga menghibur
pasien cuci darah lainnya.
Mereka semua para pasien dengan tekun datang untuk cuci
darah, kalau ginjalnya parah mereka datang tiga kali dalam seminggu, namun
rata-rata para pasien datang dua kali seminggu.
Para petugas medis, seperti perawat umumnya belum bisa
menjawab pertanyaan saya apakah ada pasien cuci darah keluar dari rumah sakit ini
atau berhenti cuci darah karena ginjalnya sembuh, para parawat dan petugas
medis hanya berani menjawab bahwa ada pasien yang cuci darah yang tadinya tiga
kali seminggu kini sudah hanya sekali sebulan, sehingga mereka lebih leluasa
dan ada waktu luang untuk aktivitas lain, seperti ber Umroh atau naik haji ke
Mekah, Arab Saudi.
Seperti kata para Ustad di Radio Rodja, sakit datngnya
dari Allah, karena Allah SWT ingin menaikkan derajat kita, Allah ingin agar
kita bisa lebih dekat dengan dia, kalau kita bersabar bisa menghapus dosa-dosa,
ibaratnya seperti mesin cuci dosa-dosa kita lagi dibersihkan dari dosa-dosa,
dari pada dosa-doa kita dibesihkan di neraka, lebih berkah kalau sebelum kita
mati dibersihkan dulu di dunia.
Selama cuci darah yang rata-rata dilakukan selama empat
jam , lebih baik kita membaca, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar,
Lailahaillaulah, Allahu Akbar, walahaulawalaqauwataillabiilah, secara rutin,
maka kata Ustad ini yang mengutip beberapa hadist nabi Muhammad SAW dan ayat
suci Al Quran, maka seluruh dosa kita akan dihapus, walau dosa kita sebanyak
buih di lautan.
Kata Ustad itu, untuk menghapus dosa kita, kita ngak perlu
nunggu naik haji dulu, iya kalau kita panjang umur atau kita diberi Allah
rejeki dan kesehatan yang fit untuk naik Haji, sedangkan bacaan tasbih diatas
segera bisa kita lakukan, selagi kita masih mampu bernafas. Baik, ketika sedang
antri di rumah sakit, macet di jalan, lagi nyapu halaman dan kesempatan waktu
luang lain, Insya Allah, semoga Allah SWT, memberi rezeki dan hidayah dan
karunia kepada Umat Islam sedua agar mereka diberi kesempatan membaca kalimat
tasbih dan tahmid di atas agar selamat di hari pembalasan dan bisa masuk Surga,
seberat apapun dosa yang pernah dia lakukan , kecuali dosa shirik (menyekutukan
Tuhan/menduakan Tuhan), karena dosa Syirik, hanya bisa dimaafkan Allah dengan
Taubat Nasuha.
Mayoritas pasien adalah para peserta Asuransi Kesehatan
(PT Askes), karena ada pensiunan pegawai negeri atau ada yang masih aktif
bekerja sebagai Polisi atau tentara, atau pensiunan guru, sebagian besar
lainnya peserta asuransi Badan Penyelengara Jaminan Kesehatan (BPJS) mandiri.
Khusus untuk Jaminan Kesehatan BPJS ini hendaknya
masyarakat Indonesia harus hati-hati, karena minat masyarakat untuk
mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan cukup tingggi, kini Nampak di
kantor-kantor perwakilanan BPJS setempat di seluruh Indonesia, nomer antriannya
mencapai ratusan orang, mungkin karena iklan yang gencar ditayangkan televisi
dan radio, serta masyarakat mulai menyadarinya betapa pentingnya menjadi
peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, juga sudah menjadi kewajiban Masyarakat
Indonesia menjadi peserta karena kewajiban Undang-undang Republik Indonesia.
Nah, di tengah maraknya antusiasme (tingginya minat)
masyarakat Indonesia untuk menjadi peserta jaminan sosial ini ada saja Oknum
yang memanfatkan, dengan bertindak sebagai calo atau agen Asuransi Kehatan atau
Asuransi Ketenagakerjaan BPJS.
Oknum yang mengaku bernama Bapak heri (Kalau dia menelpon
mengaku bernama Bapak Hery Jamsostek).
Bapak Heri ini mengaku memiliki nasabah sekitar 200 an
orang warga Depok dan Jakarta.
Settiap bulan Bapak Heri ini menagih iuran Asuransi ke
para nasabahnya, yang umumnya adalah para nasabah peserta Asuransi
Ketenagakerjaan dan Asurasi Kesehatan PT Jamsostek, kini beralih ke BPJS (Bekas PT Asuransi
Kesehatan PT Askes)
Korban mulai berjatuhan, menjadi Korban nasabah Bapak
Heri, ternyata setiap bulannya Bapak Heri ini walaupun sudah menagih iuran
peserta asuransi Ketenakerjaan PT Jamsostek dan iuran peserta asuransi
Kesehatan BPJS dari kliennya, tapi iuran yang sudah dikumpulkannya itu dia
tidak menyetornya kembali ke BPJS.
Salah satu korbannya adalah saya sendiri, walau sempat
tidak dibayar sebulan, sehingga namun dengan cepat ditanggulangi istri saya
sehingga saya tetap lancar cuci darah tanpa harus membayar jutaan rupiah kalau
harus membayar sendiri menjadi pasien cuci darah bila kita tanpa memiliki
asuransi.
Siti Masfufah, (51
tahun), wagra Villa Pertiwi Depok, Jawa Barat, dia menjadi korban Bapak Hei, iuran
Asuransi Kesehatannya sudah lebih dari Sembilan bulan tidak disetor lagi oleh
Bapak Heri, sehingga dia harus menalangi (membayar) kekurang setoran ke
Asuransi PT JPPS lebih dari rp 450,000, sedangkan iuran ketenagakerjaan PT
Jamsostek yang lebih dari setahun tidak pernah disetor lagi oleh Bapak Heri
Jamsostek ini terpaksa tidak bisa ditalangi lagi oleh Ibu Siti Masfuhah. Karena
dia yang berprofesi sebagai penjual kue donut dan kie bolu ini sudah kehabisan
uang untuk terus ikut menjadi peserta Asuransi Ketenagakerjaan PT Jamsostek,
juga karena putus asa, karena uang hasil keringatnya menjual kue untuk membayar
iuran Asuransi Kesehatan dan Asuransi Ketenajakerjaan BPJS ngak pernah
dilanjutkan atau disetorkan oleh Bapak Heri, sehingga dia ngak mampu lagi
membayar iuran Asuransi ketenagakerjaan ini.
Korban serupa juga dialami Bapak Yanto, sehari-hari
berprofesi sebagai tukang Ojek di Villa Pertiwi Depok. Bapak Yanto ini juga
menjadi korban Bapak Heri iuran Asuransi Ketejakerjaan PT Jamsostek dan Iuran
Asruansi Kesehatan BPJS walaupun sudah ditagih oleh Bapak Heri Jamsostek dari
Bapak Yanto, tapi tidak disetor ke BPJS, sehingga masalahnya seperti yang juga dialami
oleh ibu Siti Masfufah.
‘’Saya pernah ke rumah Bapak Heri di desa Jatijajar,
Depok, Jawa Barat, bapak Heri ini, di kampungnya padahal sebagai Ketua Rukun
Tetangga (Ketua RT), tetapi teganya menipu orang kecil seperti saya,’’ kata
Yanto, warga Villa Pertiwi Blok OI ini.
Korban linnya juga dialmi seorang Ibu (usia 56 tahun) penjual
alat-alat listrik di Villa Pertiwi sambil membeli lontong sayur dan nasi Kuning
di rumah Ibu Endid, Ibu ini bercerita kalau dia telah menjadi Korban dari Bapak
Heri baik sebagai peserta asuransi kesehatan , maupun asuransi ketegakerjaan.
Saya ngak tahu berapa banyak korban dari ratusan nasabah yang menjadi klien
Bapak Heri ini, karena yang jelas semua nasabah ini tidak satu pun yang berani
lapor ke polisi karena adanya kasus kejahatan ini dan penipuan ini, karena
mereka umumnya takut lapot ke polisi karena ada ‘’pameo (kesan) kita lapor
telah ‘’kehilangan ayam’’ malah kita bisa hilang ‘’Kambing’’, lapor ke polisi
kehilangan kambing malah hilang sapi. Artinya kalau kitamelaporkan ke polisi
kita bisa mengalami misibah dan kesulitan yang lebih besar.
‘’Saya sudah catat tiga nomer hand phone milik Bapak Heri
ini, nanti dia saya telpon terus,’’ kata Ibu Darius, warga Villa Pertiwi Blok
o2, yang sehari-hari penjual toko kelontong, yang mengaku sudah menyetor uang
Rp 230.000 ke Bapak Heri agar dia didaftarkan sebagai peserta asuansi Kesehatan
BPJS, namun sudah beberapa bulan ini ngak ada kabarnya dari Bapak Heri.
No comments:
Post a Comment