Menteri Sekretaris Negara Pratikno: Masalah Selesai kalau
BG Mundur
Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang
Widjojanto, menghadiri pemeriksaan lanjutan di Mabes Polri, sementara
Kabareskrim Bolri menyatakan sedang menyiapkan berkas untuk menindaklanjuti
laporan menyangkut para komisioner lain.
BW, begitu Bambang biasa dipanggil, terlebih dahulu
datang ke kantornya, KPK, Selasa (3/2) pagi itu. "Ada kerjaan yang harus
saya selesaikan dulu," katanya kepada wartawan, sebelum berangkat
meninggalkan rumahnya di Depok, Jawa Barat.
Ternyata, di Kantor KPK, ia disambut puluhan orang dari
berbagai kalangan masyarakat sipil yang datang untuk memberikan dukungan moral.
Bambang pun berorasi, dilanjutkan Ketua KPK, ABraham Samad, yang juga didaulat
bicara.
Bambang mengaku
tak melakukan persiapan khusus, karena yakin bahwa ia
tidak bersalah.
Terhadap para p
endukungnya yang mencemaskan bahwa polisi akan menahannya
setelah pemeriksaan, Bambang menenangkan: "Saya pergi untuk kembali (ke
Gedung KPK)," katanya sambil berseloroh.
"Jadi, jangan dibikin serius," katanya pula.
Ia menyatakan kebanggaannya, karena "didampingi oleh
sejumlah pengacara hebat yang dahsyat, sahabat lama di LBH sejak 30 tahun lalu,
seperti Bu Nursyahbani Katjasungkana ini," kata Bambang, yang disambut
senyuman Nursyahbani.
Kepada wartawan, Nursyahbani Katjasungkana mengatakan,
tim pengacara BW yang dipimpinnya seluruhnya berjumlah 60 orang, namun yang
mendampingi BW hari ini berjumlah 20 orang.
"Mereka semua adalah aktivis Lembaga Bantuan
Hukum,"ujarnya.
Saat BW diperiksa di Mabes Polri di Jalan Trunojoyo,
Jakarta, sejumlah aktivis menunggu bergantian. Bisa diduga, muncul dua
rombongan yang datang bergantian berunjuk rasa, mendukung langkah polisi
mempidanakan Bambang Widjojanto.
Bambang hari Selasa (03/02) kembali diperiksa Bareskrim
Mabes Polri
Bukan kriminalisasi?
Bambang Widjojanto mengatakan bahwa langkah polisi
terhadapnya, merupakan kriminalisasi, yang justru oleh presiden Jokowi
ditegaskan jangan dilakukan kedua belah pihak KPK maupun Polri.
Namun Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri,
Inspektur Jenderal Budi Waseso menepis: "Kriminalisasi apa? Itu 100 persen
tidak benar," katanya
Dilaporkan Jakarta Globe, Kabareskrim menegaskan bahwa
semua laporan aduan tentang semua komisioner KPK, sedang diproses. Termasuk
Ketua KPK Abraham Samad, dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.
Abraham Samad dituding memalsukan dokumen dan melanggar
perundangan tentang KPK dengan bertemu secara rahasia dengan sejumlah
politikus. Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, dilaporkan untuk sejumlah perkara
sebelum mereka menjabat komisioner KPK.
Sekjen Transparansi Internasional Indonesia, Dadang
Trisasongko mengatakan, hal ini membuka bahwa setelah Bambang Widjojanto, semua
anggota KPK lainnya bisa jadi tersangka, dan semuanya dipaksa mengundurkan
diri, menyebabkan situasi yang tak terbayangkan: KPK tidak memiliki komisioner.
"Ini sesungguhnya membuktikan bahwa seluruh upaya
kriminalisasi ini arahnya adalah penghancuran KPK," kata Dadang kepada
Ging Ginanjar dari BBC Indonesia.
"KPK akan mengalami kelumpuhan, dan yang saya
cemaskan, kita tak mendapat jaminan bahwa kasus-kasus korupsi yang ditangani
KPK, khususnya korupsi terkait politik, akan dilanjutkan."
Ia memperingatkan bahwa, jika benar-benar polisi
menetapkan semua komisioner KPK sebagai tersangka, reputasi presiden Jokowi
akan hancur.
Karena di masa awal pemerintahnya, terkait kebijakannya
yang mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, lepas dari latar belakang
politiknya, justru terjadi apa yang disebutnya "penghancuran KPK,"
lembaga yang paling dipercaya publik dalam pemberantasan korupsi.
Ia memaparkan lagi, bahwa seluruh langkah polisi dan
laporan tentang para komisioner, termasuk yang datang dari politikus PDIP,
bermula dari ketika KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam apa
yang disebut kasus "Rekening Gendut."
Dadang menganjurkan presiden Jokowi untuk melakukan apa
yang diusulkan kalangan akademisi untuk memberikan suatu imunitas terbatas pada
para komisioner KPK.
Dan karena situasinya begitu luar biasa sekarang,
"presiden perlu menerbitkan Perppu untuk memberikan imunitas terbatas itu
sekarang. Sehingga pemeriksaan perkara korupsi yang menunjukkan perlawanan kuat
dari tersangka, dan para pendukungnya, bisa tetap dilakukan."
Dadang menepis ketika disebutkan bahwa imunitas itu
dianggap beberapa kalangan, merupakan perlakuan tidak sama di muka hukum.
"Ini kan imunitas terbatas. Para komisioner itu
tetap bisa diperiksa, nanti setelah mereka selesai menjawabat, yang hanya
tinggal 11 bulan lagi. Kalau sekarang, ya pihak yang berkuasa bisa main
akal-akalan untuk mengganggu langkah KPK," tegas Dadang pula.
Inisiatif mundur BG?
Dalam perkembangan lain, Menteri Sekretaris Negara
Pratikno mengatakan kepada wartawan, bahwa semua kemelut ini tak perlu terjadi
jika calon Kapolri Budi Gunawan mundur.
"Presiden menghadapi realita politik bahwa
(pencalonan Budi Gunawan) sudah disetujui oleh parlemen. Lalu ada realita
politik juga di masyarakat bahwa yang bersangkutan berstatus sebagai tersangka.
Dilema ini kan tidak mudah dicari solusinya," katanya.
"Dilema antara masalah politik dan hukum ini yang
harus dicari solusinya. Tentu saja sangat indah kalau, misalnya, justru Pak BG
mundur. Itu kan selesai. Kalau tidak mundur, berarti dilema antara politik dan
hukum ini masih harus diselesaikan," tegas Pratikno kepada wartawan yang
mengerumuninya di Istana Negara, Selasa (2/2). (BBC)
Tak Lantik Budi Gunawan, Hubungan Jokowi-Mega Terancam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi menunda
pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Direktur Riset Akbar
Tandjung Institute, Muhammad Alfan Alfian, pun menilai jika Jokowi batal melakukan
pelantikan terhadap BG, maka hubungannya dengan Ketum PDIP Megawati pun
terancam memburuk.
Tak hanya dengan Megawati, hubungan Jokowi dengan partai
pendukungnya, yakni PDIP juga dinilai akan merenggang.
"Tentu saja PDIP akan kecewa berat karena secara
langsung ada kaitan BG dengan partai penguasa. Hubungan dengan Megawati juga
mungkin akan memburuk jika tidak dilantik," kata Alfan dalam acara diskusi
di Cikini, Jakarta, Minggu (1/2).
Menurutnya, Jokowi pun tengah dihadapkan dengan dua
pilihan sulit, yakni apakah akan berpihak dengan para elit politik yang
mendukungnya atau justru akan berpihak pada publik yang terus mendesak untuk
tak melantik Budi Gunawan.
Jika Jokowi memutuskan untuk melantik BG, maka Jokowi pun
harus berhadapan dengan tekanan publik. Ia juga menilai, tingkat popularitas
Jokowi pun juga akan anjlok.
Sedangkan, jika Jokowi membatalkan untuk melantik Budi
Gunawan, maka Jokowi pun akan memiliki masalah dengan partai pengusungnya.
Kendati demikian, kata Alfan, dalam situasi seperti ini,
Jokowi dapat mengubah peta politik Indonesia. Menurutnya, Jokowi dapat
memanfaatkan kekuatan partai penyeimbang seperti KMP untuk mendukung posisi
politiknya yang tengah berhadapan dengan partai pendukungnya.
"Bisa saja kemudian peta politik berbalik seandainya
tidak dilantik kemudian Jokowi itu betul-betul memanfaatkan kekuatan
penyeimbang malahan untuk mendukung posisi politik dia berhadapan dengan partai
pendukungnya jadi terjadi perpindahan logika politik," jelasnya.
No comments:
Post a Comment