Perjalanan yang belum selesai (204)
(Bagian ke dua ratus empat. Depok, Jawa Barat, Indonesia,10
Februari 2015, 20.30 WIB)
Golongan Wal Jamaah, yang masuk sorga
Nabi Muhammad dalam hadistnya mengungkapkan, bahwa bila
Umat Yahudi akan terpecah belah menjadi 70 golongan, maka kaum nasrani (Kristen)
akan terpecah menjadi 71 golongan, dan umat Islam akan terpecah menjadi 73
golongan (firqoh), maka semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan,
yaitu golongan wal-jamaah, siapa Wal Jamaah itu, kata Rasululah wal-jamaah
adalah mereka yang mengikuti petunjuk Muhammad dan para sahabatnya. Ahli Sunnah
Waljamaah, yaitu mengikuti ajaran Al Quran dan Sunnah Nabi.
Lalu siapa kaum Muslimin yang termasuk Wal Jamaah itu,
apakah kelompok Sunni, yang mengaku sunni kan banyak ada puluhan organisasi
(firqah) di dalamnya. Tentu saja golongan Sunni (sunnah) betul-betul mengikuti Al
quran dan Sunnah yang murni, kalau hadist ya hadistnya hadist sahih (seperti
yang diriwayatkan imam Bukhari dan Muslim), atau periwayat lain yang disahihkan
para ulama yang kompeten. Seperti ulama Albany atau Utsaimin, atau Imam Bantani
(asal Timur tengah) bukan al Bantani asal Banten, Indonesia, artinya ulama
besar yang menguasai ilmu Islam, seperti hafal alquran dan hafal sejumlah
hadist, dan ulama yang mampu membedakan apakah hadist itu sahih atau palsu.
Ulama yang bisa membedakan apakah ajaran Islam itu memang
murni sesuai apa yang dipraktekkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya (tabiin)
bukan ajaran yang dipengaruhi ajaran lain seperti pengaruh sufi (biasanya
pengaruh shiah dari Yaman, atau Hindu).
Karena bisa saja Islam yang dipraktekkan sangat
dipengaruhi ajaran agama lokal yang ada, seperti dalam ibadah ada tuntunan yang
ditambah-tambah, d luar ketentuan, atau sama sekali tidak pernah dipraktekkan
oleh Nabi Muhammad, melalui proses penafsiran dan pengaruh lingkungan (mashab
yang ada) sehingga ibadah dicampur dengan kebiasaan lokal atau budaya baru.
Inilah yang disebut Bidah (ibadah yang diada-adakan,
padahal kata Nabi Muhammad ibadah yang diada-adakan tanpa dalil Hadist dan
Quran atau ibadah yang belum pernah dia lakukan adalah ibadahnya tertolak.
Jadi, jangan sampai kita tekun menghabiskan umur kita
untuk beribadah tapi beribadah tanpa dalil dan menyimpang dari yang
dipraktekkan Nabi Muhammad SAW, para Sahabat Nabi dan Tabiin.
Di televisi Indonesia bahkan ada ustad yang berani
berujar ada istilah ibadah hasanah, atau ibadah baik, yang mengkaitkan dengan
non-Ibadah, seperti teknologi mobil, speaker Masjid. Padahal dalam Islam ibadah
ya tetap saja ibadah, masalah non-Ibadah seperti teknologi membuat mobil,
pesawat, disebut bid ah hasanah.
Padahal itu dua masalah itu adalah masalah yang berbeda.
Sholat, zikir, puasa , naik haji disebut ibadah, membuat mobil, memuat pesawat
terbang disebut Muamalah, yaitu ikhtiar manusia untuk memperbaiki kualitas
hidup manusia. (akan bernilai ibadah kalau kita berniat karena Allah) tapi
bukan disebut ibadah sholat misalnya.
Jadi untuk mengetahui apakah ibadah kita masuk kategori
bidah atau tidak, ibadah kita masuk bukan golongan wal-jamaah atau tidak, maka
kita wajib belajar dari Ustad atau ulama yang kompeten, baik melalui buku-buku
yang mereka tulis, banyak mendengarkan tauziah dari Ustad-ustad di Masjid,
Radio, atau Televisi, asal kita mampu menyeleseksi apakah ulama, Ustad itu
sudah mengetahui pelajaran agama Islam dengan benar, seperti apakah dia
penghafal al quran, penghafal Hadist, bisa membedakan apakah hadist itu sahih
atau palsu,atau lulusan pesantren, yang guru-gurunya adalah satu garis atau
sesuai dalil atau telah dipraktekkan
Nabi Muhammad , atau para sahabatnya seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali
bukan Imam lain yang telah menyimpang dari yang dipraktekkan atau di luar
kebiasaan Nabi Muhammad.
Jangan kita melakukan ritual, atau acara-acara yang belum
pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad (dalam hal Ibadah) kalau kita tidak ingin
terjebak dalam bidah, kecuali urusan dunia (mubah) selama itu tidak bertentangan
dengan Qur an dan Hadist, boleh-boleh saja, misalnya kita membuat pesawat yang
bisa membawa kita ke bulan. Membuat pesawat yang lebih cepat sehingga Jakarta
Menuju Madinah tidak lagi enam jam, tapi 30 menit, boleh saja kalau ilmu kita
sudah mampu.
Jadi yang dipentingkan dalam Islam adalah kualitas kita
dalam beribadah, bukan kuantitas, jadi seperti dalam hadist, tegakkanlah ajaran
Islam itu walaupun kamu sendirian. Bagi Allah kebenaran dalam ibadah kepada
Allah adalah mutlak, apakah perkataan kebenaran yang kamu sebarkan itu nanti
akan ditolak sebagian besar manusia.
Nabi Nuh sendiri walaupun berdakwah selama 950 tahun,
sebagian besar umatnya dan keluarganya tetap saja kufur.
Tapi Nabi Nuh tetap saja tidak peduli, dia jalan terus
dengan dakwahnya.
Oleh sebab itu Nabi bersabda, nanti di hari Kiamat ada
Nabi hanya memiliki satu pengikut, ada beberapa pengikut, dan banyak pengikut seperti
Nabi Musa, Nabi Isa, namun pengikut yang paling banyak masuk surga adalah pengikut
Nabi Muhammad.
Salafiyyun Dan Daulah Islam
Oleh
Syaikh Salim bin Id Al-Hilali hafizhahullahu
Pertanyaan.
Syaikh Salim bin Id Al-Hilali ditanya : Bagaimana sikap
kita dalam menghadapi syubhat yang dilontarkan kepadaa as-Salafiyyun, bahwa
as-Salafiyyun tidak peduli dengan masalah Iqamatud Daulah atau Khilafah
Al-Islamiyah (Mendirikan atau membangun negara dan kekuasaan Islam)?
Jawaban
Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah,
wa ‘ala alihi wa ash habihi wa man walah.
Sebagaimana yang tadi telah disebutkan oleh Syaikh Ali
Hafizhahullah bahwa syubhat-syubhat itu banyak sekali [1]. Sehingga menjawabnya
pun membutuhkan waktu yang panjang. Oleh karena itu beliau meringkasnya. Dan
apa yang telah beliau sampaikan sebenarnya sudah cukup.
Namun, tatkala permasalahan yang ditanyakan berkaitan
dengan masalah kenegaraan dan pemerintahan, maka permasalahan ini merupakan
permasalahan paling besar, dan merupakan sebab terbesar yang telah
membangkitkan dan mengobarkan para pemuda untuk sangat mudah melakukan takfir
(pengkafiran) dan pemberontakan atau demo-demo, dan bahkan perbuatan anarkis.
Sebagian permasalahan ini telah dijelaskan oleh Syaikh Ali Hafizhahullah dan
saya akan menjelaskan dari sisi lain, yang kaitannya lebih erat dengan permasalahan
politik atau kenegaraan secara ringkas pula, insya Allah.
Pertama kali yang semestinya kita pahami adalah, bahwa
negara yang penduduknya kaum Muslimin, di dalamnya dikumandangkan adzan,
ditegakkan shalat, mayoritas keadaan kaum muslimin berhukum dengan syari’at
Islam, maka negara ini adalah negara Islam. Karena perbedaan antara negara
Islam dengan negara kafir, sebagaimana telah disebutkan oleh Al-Muzani dalam
kitab Ushulus Sunnah, adalah dikumandangkan adzan dan ditegakkan shalat di
dalamnya.
Oleh karena itu, terhadap orang-orang yang mengatakan
“kalian tidak peduli dengan iqamatud Daulatil Islamiyah (mendirikan negara
Islam)”, maka kita katakan kepada mereka sesungguhnya negara-negara Islam sudah
ada dan berdiri! Namun yang menjadi permasalahan, mayoritas hukum-hukum yang
kini diterapkan di sebagian negara-negara Islam, baik dalam bidang
perekonomian, politik, pendidikan, kebudayaan dan lain-lainnya, hampir secara
keseluruhan merupakan hukum-hukum buatan manusia, hukum-hukum import (yang di
datangkan dari negara-negara kafir,-red).
Para ulama telah menjelaskan secara terperinci tentang
permasalahan ini [2]. Yakni, tentang berhukum dengan hukum-hukum atau
undang-undang buatan manusia. Para ulama menerangkan, bahwa seseorang yang
berhukum dengan hukum selain hukum Allah, berarti ia telah melakukan sebuah
kekafiran yang kecil, yang tidak mengeluarkannya dari agama Islam. Akan tetapi,
mungkin saja kekafiran kecil yang kecil ini mengeluarkannya kepada kekafiran
yang besar seperti yang telah saya terangkan secara rinci di Masjid Istiqlal
kemarin [3].Yaitu apabila ia menganggap dan berkeyakinan halal atau bolehnya
berhukum dengan selain hukum Allah ; atau ia berkata, saya tidak merasa wajib
atau harus berhukum dengan hukum Allah ; atau berkata berhukum dengan selain
hukum Allah lebih baik daripada berhukum dengan hukum Allah ; atau berkata,
hukum-hukum dan undang-undang lainnya sama saja dengan hukum Allah ; atau
berkata, saya bebas (terserah saya mau berhukum dengan hukum Allah atau
selainnya, sama saja) ; dan perkataan lainnya yang senada dengannya. Maka,
berarti ia –dengan kesepakatan ulama Ahlus Sunnah- telah melakukan kekafiran
yang besar (keluar dari Islam, red). Wal ‘iyadzu billahi tabaraka wa ta’ala.
Berarti, selama negara-negara Islam kini sudah ada dan
tegak, yang dituntut untuk kita lakukan adalah memperbaiki keadaan
negara-negara Islam ini, dengan metode yang telah diajarkan Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; baik dalam cara berdakwah, pembinaan umat
berdasarkan metode at-Tasfiyah wat-Tarbiyah (memurnikan umat dari kesyirikan,
bid’ah dan maksiat, kemudian membina membimbing mereka memahami Islam dengan
baik dan benar), bukan dengan cara-cara yang saat ini gencar dilakukan oleh
sebagian golongan-golongan atau partai-partai. Seperti melakukan kudeta-kudeta
militer, pemberontakan-pemberontakan, aksi-aksi mogok, atau bahkan lebih ironis
lagi mengadakan aliansi dengan negara-negara kafir, demi mnggulingkan
pemerintah negara Islam, atau usaha-usaha lainnya.
Ketahuilah ! Justru semua ini semakin menambah perpecahan
dan kelemahan kaum muslimin di banyak negara-negara Islam!
Jadi, yang kita lakukan ialah mengadakan
perbaikan-perbaikan pada pemerintah negara-negara Islam saat ini. Kita pun
berusaha menyatukan seluruh negara-negara Islam, agar mereka saling
bekerjasama, bersatu, menolong antara yang satu dengan yang lainnya ; dan
akhirnya mereka seperti firman Allah Azza wa Jalla berikut.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain…”
[at-Taubah/9: 71]
Hendaknya kita selalu ingat dan tidak lupa bahwa
orang-orang kafir, walaupun kekafiran mereka berbeda-beda, negara mereka pun
berbeda-beda, namun hendaknya kita tetap waspada dan siaga bahwasanya mereka
senantiasa melakukan penyatuan-penyatuan yang terorganisir sesama mereka, baik
dalam masalah politik, perekonomian, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Karena
(merekapun tahu) bahwa bersatu merupakan kekuatan.
Oleh karena itu, di antara tujuan kita (dalam mengadakan
perbaikan-perbaikan di segala bidang kehidupan) adalah seperti Syaikh kami
(Al-Albani rahimahullah) selalu menuliskan di dalam buku-buku beliau, berupaya
menuju kehidupan yang Islami.
Tentu saja, beliau tidak bermaksud bahwa kehidupan Islami
saat ini tidak ada sama sekali! Akan tetapi yang beliau maksud, bahwa kehidupan
Islami yang ada saat ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari agama
Allah Azza wa Jalla. Maka dari itu, kita harus berdakwah kepada manusia dan
kaum muslimin seluruhnya, menuju penegakkan syari’at Allah Azza wa Jalla dalam
seluruh bidang kehidupan mereka ; baik dalam bidang politik, perekonmian,
ataupun ilmu pengetahuan. Demikian pula dalam hubungan nasional maupun
internasional, baik bersama kawan atau pun lawan.
Inilah sekilas dan pandangan kita (tentang bernegara)
secara umum dan singkat. Metode kita ialah melakukan perbaikan-perbaikan dengan
cara berdakwah mengajak manusia kepada Allah Azza wa Jalla, memurnikan mereka
dari polusi kesyirikan, bid’ah, dan maksiat, lalu membimbing dan membina mereka
kepada pemahaman dan praktek Islam yang baik dan benar. Seperti firman Allah
Azza wa Jalla.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik….”
[an-Nahl/16: 125]
Kita juga jangan sampai melupakan, wahai
saudara-saudaraku, bahwa tegaknya daulah Islamiyah merupakan pemberian dan
karunia Allah semata bagi hamba-hambaNya yang shalih dan bertakwa. Jika kita
beramal, juga orang-orang shalih beramal, maka sesungguhnya kekuatan, kekuasaan
dan kejayaan Islam merupakan janji Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ
لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridahiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa,
mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
denganKu…”[an-Nur/24: 55]
Dan kami berikan kabar gembira kepada anda semua, bahwa
masa depan adalah milik Islam yang benar dan lurus, yang berada di atas manhaj
as-Salafush Shalih. Manhaj yang diberkahi Allah, yang mengikat menusia agar
senantiasa berhubungan dengan Allah dan melaksanakan sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang akan membawa mereka semua kepada keimanan,
keamanan dan kedamaian.
Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan
taufiqNya selalu kepada setiap muslim.
(Diangkat dari ceramah Syaikh Salim bin Id Al-Hilali di
Jakarta Islamic Center, Ahad 23 Muharram 1428H/11 Februari 2007M)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun
XI/1428H/2007. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858197]
______
Footnote
[1]. Lihat majalah As-Sunah, liputan edisi
01/XI/1428H/1427M, rubrik Manhaj, Salafiyyun Menepis Tuduhan Dusta, ceramah
Fadhilatusy-Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari –haizhahumullahu, di
masjid Islamic center Jakarta, hari ahad 23 Muharam 1428H/11 Februari 2007M
[2]. Lihat risalah ilmiah Syaikh Salim bin Id Al-Hilali
yang menjelaskan masalah ini secara gamblang dan terperinci, Qurratu Uyun fi
Tash-hihi Tafsiri Abdillah Ibni Abbas Li Qaulihi Ta’ala : Wa Man lamYahkum bi
Ma Anzalalluhu fa Ula-ika Hummul Kafirun.
[3]. Ceramah di masjid Al-Istiqlal Jakarta, hari Sabtu,
22 Muharram 1428H/10 Februari 2007. Pembahasan yang dimaksud kami angkat pada
edisi ini dalam satu rangkaian rubrik Manhaj. Lihat jawaban Fadhilatusy Syaikh
Salim bin Id Al-Hilali hafizhahullahu tentang Kufrun Duna kufrin.
No comments:
Post a Comment