Perjalanan yang belum selesai (202)
(Bagian ke duaratus dua, Depok, Jawa Barat, Indonesia, 6
Februari 2015, 17.29 WIB)
2/3 penegak hukum, masuk neraka.
Bila anda para orang tua ,bila ada anak Anda bercita-cita
ingin jadi aparat penegak hokum, baik itu polisi, hakim, jaksa, dan penegak
hukun lainnya, maka berhati-hatilah, karena amanah ini sungguh berat
tanggungjawabnya dihadapan Allah, karena seperti peringatan Nabi Muhammad SAW,
dalam hadistnya, bahwa hanya satu dari tiga hakim (penegak hukun) yang bisa
masuk sorga, selebihnya masuk neraka.
Peringatan Nabi ini dilontarkan 1400 tahun lalu, dan apa
sabda Nabi, itu juga sama dengan firman Allah , yang berlaku sampai akhir
zaman.
Kenapa penegak hukun, karena posisi inilah yang menjadi
makanan empok Syaitan dan iblis untuk menggoda para penegak hokum agar mau
penerima sogokan (gratifikasi), suap, peluang berkuasa, dan berbuat tidak jujur
dan tidak adil lainnya (menyimpang) hanya menuruti syahwat hawa nafsu sipenegak
hukum, tanpa mempedulikan rasa keadilan di masyarakat. Apakah bisa penegak
hokum masuk sorga, tentu saja sisanya 1/3 adalah penegak hokum yang adil, dan
sabar tidak ingin kekayaan sesaat, dan selalu bertakwa pada Allah, selalu
berdoa pada Allah agar dihindari keputusan yang tidak adil.
Tiga Jenis Hakim (Penegak Hukum), Hanya Satu yang Masuk
Surga
Sikap dan perilaku hakim selalu disorot, baik pada masa
lalu maupun masa sekarang ini. Pasalnya, selain memiliki otoritas dan kekuasaan
yang besar, hakim juga acap kali menghadapi godaan yang juga luar biasa besar,
terutama godaan harta dan kekayaan dunia.
Menarik disimak, hadis yang sangat populer yang dirawikan
oleh para pengarang kitab Sunan bahwa para hakim itu hanya tiga orang. Satu
orang di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang yang di surga adalah hakim
yang mengetahui kebenaran, lalu menetapkan hukum dengan kebenaran itu. Ia di
surga. Seorang lagi, hakim yang mengetahui kebenaran, tapi culas. Ia tidak
menetapkan hukum berdasarkan kebenaran. Ia di neraka. Yang satu lagi, hakim
yang bodoh, tidak tahu kebenaran, dan menetapkan hukum atas dasar hawa nafsu.
Ia juga di neraka. (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Jadi, hakim yang benar dan jujur-berdasarkan hadis di
atas-hanya sepertiga, sedangkan dua pertiga sisanya adalah hakim-hakim yang korup
dan culas. Hadis ini, menurut pakar hadis, al-Munawi, merupakan teguran dan
peringatan bagi para hakim agar mereka menjaga kejujuran dan integritas yang
tinggi. Hadis ini, lanjut al-Munawi, berbicara pada tataran realitas (bi hasb
al-wujud) dan bukan berdasarkan idealitas-formal (la bi hasb al-hukm).
Dalam Alquran, para penguasa dan semua aparat penegak
hukum, termasuk para hakim, dipatok untuk memiliki dua sifat dasar, yaitu adil
dan amanah. Tanpa dua sifat ini, para aparat penegak hukum sulit tidak terjebak
pada kejahatan dan praktik mafia hukum. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."
(QS al-Nisa' [4]: 58).
Ayat ini, menurut ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi,
sangat penting dan secara khusus ditujukan kepada para penguasa. Adil dalam
ayat ini berarti memahami kebenaran (hukum-hukum Allah) dan menetapkan perkara
atas dasar kebenaran itu dengan jujur, adil, dan tanpa pandang bulu sesuai
prinsip equal before the law. Sedangkan amanat bermakna, antara lain,
bertanggung jawab, memegang teguh sumpah jabatan, profesional, serta menjunjung
tinggi kemuliaan hakim dan lembaga peradilan.
Menurut Umar Ibnu Abdul Aziz, khalifah yang dikenal
sangat adil, integritas para penegak hukum itu sangat ditentukan oleh
kompetensi intelektual, moral, dan spiritual mereka dalam 5 hal. Apabila satu
saja tak terpenuhi dari lima kompetensi itu, demikian Abdul Aziz, para penegak
hukum itu tidak akan selamat dari aib atau keburukan.
Kelima kompetensi itu, secara berturut-turut dikemukakan
seperti berikut ini. Pertama, fahiman, yakni memahami dengan baik soal hukum.
Kedua, haliman, memiliki hati nurani dan sifat santun. Ketiga, `afifan,
memelihara diri dari dosa-dosa dan kejahatan. Keempat, shaliban, sikap tegas
memegang prinsip. Kelima, `aliman saulan `an al-`ilm, memiliki ilmu dan wawasan
yang luas serta banyak berdiskusi. Hanya melalui penegak hukum dengan moralitas
dan integritas yang tinggi, hukum dan keadilan bisa ditegakkan di negeri ini.
Lainnya tidak. Wallahu a`lam.
Dr A Ilyas Ismail
No comments:
Post a Comment