Perjalanan yang belum selesai (226)
(Bagian ke dua ratus dua puluh enam, Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 26 Februari 2015, 15.11 WIB)
Haji-Umroh: ciri-ciri Mabrur
Ciri-ciri naik haji yang mabrur , secara ilmiah dan
empiris (apakah diterima pahalanya hanya Allah yang tahu) sebenarnya mudah, ini
bisa diketahui yang bersangkutan melalui instropeksi diri.
Diantaranya , apakah uang yang digunakan membiayai naik
Haji dan Umroh itu halal, bukan dari hasil korupsi, terima amplop dari
koruptor, atau menerima amplop uang yang tidak dibenarkan oleh etika profesi.
Atau dana berasal dari menjual barang haram, seperti
menjual minuman yang memabukkan, menjual rokok (merokok melalui fatwa ulama,
Muhammadiyah, salafi diharamkan), atau berasal dari profesi yang diharamkan berdasarkan
dalil Hadist dan Firman Allah seperti menjual lukisan mahluk bernyawa, patung
mahluk bernyawa, dan profesi lain yang diharamkan.
Kemudian, ciri lain, bagi wanita, apakah dia berangkat
haji dan Umroh disertai Mahromnya. Karena unuk safar jarak jauh perempuan
seperti kata sabda Nabi harus disertai Mahrom.
Bila sebelum naik haji/Umroh gemar main perempuan (kawin
lagi tapi tidak berlaku adil, hanya memperturutkan syahwat) gemar main judi,
dadu, sabung ayam, dan berbagai pekerjaan berbau judi, makan uang riba, ke
dukun (orang pintar) agar didoakan terpilih jadi Walikota, Bupati, Gubernur,
Presiden, mempercayai berbagai batuan (batu akik) sebagai jimat, sehingga bisa
terjerumus pada kesyirikan, juga ke kuburan minta doa restu., sebelum Umroh dan
Naik Haji pelit mengeluarkan infaq (bersedekah) selesai Haji menjadi orang
dermawan, gemar mengeluarkan infaq (bersedekah)
Semua perbuatan kesyirikan dan maksiat itu harus
ditinggalkan usai naik haji/Umroh.
Bila sebelum Haji/Umroh ke mana-mana tanpa mengenakan hijab,
maka seusai Umroh/Haji mulai ketat menggunakan hijab sampai mati, waktunya dia
dipanggil Allah sesusai takdir yang ditentukan Allah dalam Kitab: "Lauh
Mahfuzh" .
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Kemudian yang sebelum Haji/Umroh sholat lima waktu kurang
ikhlas/khusu, maka usai Haji/Umroh dilakukan dengan khusu/ikhlas, kalau selama
ini malas sholat sunnat mulai diperbanyak, lebih banyak itikab di Masjid,
banyak mendengarkan tauziah membaca al Quran (atau mendengarkan tauziah/murotal
dari Radio Rodja/ada di click blogs ini), dan mendatangi pengajian-pengajian,
dan kegiatan lain yang positif dan produktif.
Soal apakah ibadah Umroh/Haji kita diterima Allah hanya
Allah sendirilah yang tahu. Tidak ada satu pun manusia bisa mengetahuinya
kecuali cirri-ciri ilmiah dan empiris utamanya bisa diketahui diri sendiri
melalui instropeksi.
Berhaji/Umrohlah Kamu, selagi kaya dan sehat
Maya Estianti, artis nasional, mantan isteri Ahmad Dhani
dan banyak artis Nasional belakangan ini, seperti Julia Prez, artis Ayu Ting
Ting membiayai kebarngkatan Umroh dan Haji ayahnya Abdul Rodjak, mereka memilih
di sela-sela waktu luangnya untuk berangkat Umrah ke Mekah, Arab Saudi, di
tengah masih maraknya orang berduit (orang kaya ) yang memilih waktu liburan
mereka ke New York, Beijing, Tokyo, Bangkok, Singapura, Paris dan banyak tempat
lain. Bila mereka non-Muslim tidak masalah, namun bagi seorang Muslim pilihan
itu perlu direnungi kembali.
Kenapa, karena ketika seorang Muslim ketika tengah berada
di puncak kejayaannya , baik kekayaan harta, maupun kesehatan sudah jatuh
kewajiban naik haji
Karena, pada masa puncak inilah jatuh kewajiban bagi setiap
Muslim untuk menunaikan ibadah Haji atau Umroh.
Jangan sekali-kali dengan berbagai alasan yang tidak
prinsip, sehingga terus menunda ibadah Haji/Umroh. Nabi Muhammad dalam sebuah
Hadist bersabda bahwa sebaik-baik safar (Perjalanan) bagi setiap Muslim adalah
perjalanan ibadah Haji atau Umroh ke Mekah dan Madinah. Sebaik-baik perjalanan
adalah pergi ke dua kota suci Mekah dan Madinah, Arab Saudi.
Ingat perjalanan ibadah Haji dan Umroh bukan hanya
memerlukan Niat, tapi selain doa juga tekad bulat untuk berangkat karena Allah.
Banyak orang mampu yang hanya memiliki niat saja tanpa
disertai tekad dan doa , maka keinginan ini sulit dilakukan, karena godaan
syaitan dan Iblis jauh lebih kuat menggoda kita yang lemah iman (tanpa doa
perlindungan Allah)
Saya punya teman, ketika masih awal karirnya, ia tinggal
di perumahan sederhana, ketika usahanya sukses, rezekinya melimpah dia pindah
ke perumahan mewah. Pada waktu susah dia rajin sholat dan puasa
Ketika saya main ke kantornya yang besar pada bulan
Ramadhan, saya numpang sholat Zuhur, Ashar dan Magrib. Tapi saya tidak melihat
teman saya ini sholat dan malahan tidak puasa.
Rupanya kesibukannya mencari kekayaan dunia pada diri
teman saya yang memiliki banyak rumah, apartemen di kawasan mewah dan banyak
memiliki mobil ini telah memperdaya dia sehingga menturutkan syahwat iblis,
melupakan persiapan kita untuk akherat.
Ketika dinasehati agar dia naik Haji, dengan berbagai
alasan dia selalu menunda, namun tidak kalau berwisata ke manca Negara di luar
Madinah dan Mekah.
Akhirnya, suatu hari ia jatuh sakit, berobat ke rumah
sakit termahal di Indonesia dan luar Negeri, namun nyawanya tidak bisa
ditolong. Ia ditakdirkan meninggal. Memang takdir kematian, jodoh dan rezeki
dan gerak/hidup mahluk hidup itu sudah ditentukan Allah di dalam kitab:
"Lauh Mahfuzh" .
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Daun yang jatuh dari dahannya pun sudah ditentukan Allah
dalam kitab ini.
Nabi Muhammad dalam sabdanya pernah bercerita: mengenai
kondisi di akherat, ada suatu kaum ketika telah meninggal memohon pada Allah
agar bisa dihidupkan kembali agar kesempatan kedua hidup di dunia walaupun
singkat ingin beramal dan menyedekahkan seluruh hartanya. Tapi penyesalan tidak
berguna, dia sudah mati, tidak ada kesempatan kedua, hartanya yang melimpah
tidak ada gunanya kalau selama hidup tidak dia gunakan di jalan Allah.
Nabi Muhammad ketika Isra Mirad, perjalanan dari Masjid
Akso,Jerusalem ke Sidratul Muntaha, ke langit ke tujuh, Nabi Muhammad
diperlihatkan kondisi sorga dan neraka. Sorga kata Nabi, dihuni mayoritas
Muslim Miskin beriman, dan neraka mayoritas perempuan, yang banyak menentang
para suami mereka seperti yang dilakukan istri Nabi Nuh dan Luth, yang masuk
neraka karena menentang ajakan Nabi Nuh, yang walaupun berdakwah selama 950
tahun, tapi kaumnya termasuk isterinya menolak keesaan Allah.
Kenapa mayoritas sorga dihuni kaum miskin, karena kata
Nabi, hisab orang kaya itu banyak, setiap sen kekayaan yang dia peroleh ditanya
Allah. Jadi jarak antara orang kaya dan orang miskin paling sedikit 500 tahun.
Orang miskin sudah menikmati bidadari dan anggur sorga 500 tahun, baru orang
kaya menyusul.
Jadi kita harus mengerti seperti Firman Allah dan banyak
Hadist menjelaskan bahwa manusia ini dilahirkan untuk beribadah pada Allah,
untuk tujuan yang hakiki, hidup abadi di sorga. Hidup di dunia, di mata Allah,
hina dina, penuh tipu daya Iblis dan syaitan. Jadi kekayaan harta kalau salah
kelola bisa menjerumuskan. Memang secara logika siapa sih manusia mau hidup
susah dan sengsara.
Memang ketika masih di dunia itu ujian manusia itu
banyak, kesengsaraan yang terus menerus, sakit yang terus menerus, tapi kalau
kita bertawakal dan sabar, maka hasilnya kita petik di akherat. Makanya setiap
usai sholat kita diwajibkan berdoa, minimal Rabbana Atina Fidyunya Hasanah,
Wafil Akhirotih Hasanah, Waqina Azabannar. (Ya Allah berikanlah aku kebahagiaan
dunia dan Akherat).
Keutamaan Naik Haji dan Umrah Ke Mekah
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا،
وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.
“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya,
dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” [1]
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ
الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.
“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya
meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan
kotoran (karat) besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur
melainkan Surga.”[2]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Aku
mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ ِللهِ عزوجل فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
‘Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Azza wa
Jalla tanpa berbuat keji dan kefasiqan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana
waktu ia dilahirkan oleh ibunya.’”[3]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اَلْغَازِي فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ،
وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ. وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ.
“Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang
menunaikan haji dan umrah, adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru
mereka, maka mereka memenuhi panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta
kepada-Nya, maka Allah mengabulkan (pemintaan mereka).” [4]
Haji Beserta Umrah Adalah Kewajiban Yang Dilakukan Sekali
Dalam Seumur Hidup, Bagi Setiap Muslim, Baligh, Berakal, Merdeka Serta Mampu
Firman Allah Ta’ala:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ
كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk
(tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Padanya terdapat tanda-tanda
yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah
itu) men-jadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Ali ‘Imran: 96-97]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami,
beliau bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْا،
فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّىٰ قَالَهَا ثَلاَثاً،
ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ،
وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَىٰ أَنْبِيَائِهِمْ،
فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ
عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.
“Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka
tunaikanlah (ibadah haji tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap
tahun, wahai Rasulullah?” Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya
tiga kali, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya
kalian tidak akan mampu (melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda,
“Biarkanlah aku sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan
orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan
Nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka
laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka
tinggalkanlah.” [5]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ
الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
‘Islam dibangun atas lima pilar: (1) Persaksian bahwa
tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4)
haji ke Baitullah, dan (5) berpuasa Ramadhan.’” [6]
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
هَذِهِ عُمْرَةٌ اسْتَمْتَعْنَا بِهَا، فَمَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ
الْهَدْيُ فَلْيَحِلَّ الْحِلَّ كُلَّهُ، فَإِنَّ الْعُمْرَةَ قَدْ دَخَلَتْ فِي الْحَجِّ
إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
“Ini adalah ibadah umrah yang kita bersenang-senang
dengannya. Barangsiapa yang tidak memiliki hadyu (binatang kurban), maka
hendaknya ia bertahallul secara keseluruhan, karena ibadah umrah telah masuk
kepada ibadah haji sampai hari Kiamat.” [7]
Dari Shabi bin Ma’bad, ia berkata, “Aku pergi menemui
‘Umar, lalu aku berkata kepadanya:
يَا أَمِيْرَ الْمُؤمِنِيْنَ، إِنِّي أَسْلَمْتُ، وَإِنِّي وَجَدْتُ
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ مَكْتُوبَيْنَ عَلَيَّ، فأَهْلَلْتُ بِهِمَا، فَقَالَ: هُدِيْتَ
لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ.
"Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah masuk
Islam, dan aku yakin bahwa diriku telah wajib menunaikan ibadah haji dan umrah,
lalu aku mulai mengerjakan kedua ibadah tersebut.’ Lalu beliau berkata, ‘Engkau
telah mendapat-kan petunjuk untuk melaksanakan Sunnah Nabimu.’” [8]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi
Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
SUNAH-SUNAH HAJI
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Haji Adalah Salah Satu Ibadah dari Sekian Banyak Ibadah,
Mempunyai Rukun, Hal-Hal yang Wajib dan Hal-Hal yang Sunnah
I. Sunah-Sunnah Haji
A. Sunah-Sunnah Ihram:
1. Mandi ketika ihram
Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau
melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengganti pakaiannya untuk ihram
lalu mandi.[1]
2. Memakai minyak wangi di badan sebelum ihram
Berdasarkan hadits ‘Aisyah ia berkata, “Aku pernah
memberi wewangian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ihramnya
sebelum berihram dan untuk tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Ka’bah.” [2]
3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang
bawah) yang berwarna putih
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat dari Madinah setelah beliau menyisir
rambut dan memakai minyak, lalu beliau dan para Sahabat memakai rida’ dan izar
(kain ihram yang atas dan yang bawah).
Adapun disunnahkannya yang berwarna putih berdasarkan
hadits Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
اِلْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضِّ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ
ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ.
“Pakailah pakaianmu yang putih, sesungguhnya pakaian yang
putih adalah pakaianmu yang terbaik dan kafankanlah orang-orang yang wafat di
antara kalian dengannya.” [3]
4. Shalat di lembah ‘Aqiq bagi orang yang melewatinya
Berdasarkan hadits ‘Umar, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di lembah ‘Aqiq:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا
الْوَادِي الْمُبَارَكِ، وَقُلْ: عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ
"Tadi malam, telah datang kepadaku utusan Rabb-ku
dan berkata, ‘Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan (niatkan)
umrah dalam haji.’”
5. Mengangkat suara ketika membaca talbiyah
Berdasarkan hadits as-Saib bin Khalladi, ia berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَتَانِي جِبْرِيْلُ فَأَمَرَنِي أَنْ آمُرَ أَصْحَابِي أَنْ
يَرْفَعُوْا أَصْوَاتَهُمْ بِاْلإِهْلاَلِ أَوِ التَّلْبِيَةِ.
“Telah datang kepadaku Jibril dan memerintahkan kepadaku
agar aku memerintahkan para Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara mereka
ketika membaca talbiyah.” [4]
Oleh karena itu, dulu para Sahabat Rasulullah berteriak.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Dulu ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam berihram suara mereka telah parau sebelum mencapai Rauha.”
[5]
6.Bertahmid, bertasbih dan bertakbir sebelum mulai ihram
Berdasarkan hadits Anas, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Zhuhur empat raka’at di Madinah sedangkan
kami bersama beliau, dan beliau shalat ‘Ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at,
beliau menginap di sana sampai pagi, lalu menaiki kendaraan hingga sampai di
Baidha, kemudian beliau memuji Allah bertasbih dan bertakbir, lalu beliau
berihram untuk haji dan umrah.” [6]
7. Berihram menghadap Kiblat
Berdasarkan hadits Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu
‘Umar selesai melaksanakan shalat Shubuh di Dzul Hulaifah, ia memerintahkan
agar rombongan mulai berjalan. Maka rombongan pun berjalan, lalu ia naik ke
kendaraan. Ketika rombongan telah sama rata, ia berdiri menghadap Kiblat dan
bertalbiyah... Ia mengi-ra dengan pasti bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mengerjakan hal ini.” [7]
B. Sunnah-Sunnah Ketika Masuk Kota Makkah:
8, 9, 10. Menginap di Dzu Thuwa, mandi untuk memasuki
kota Makkah dan masuk kota Makkah pada siang hari
Dari Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar telah
dekat dengan kota Makkah, ia menghentikan talbiyah, kemudian beliau menginap di
Dzu Thuwa, shalat Subuh di sana dan mandi. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal ini.” [8]
11. Memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘Ulya
(jalan atas)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Dulu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah
al-‘ulya (jalan atas) dan keluar dari ats-Tsaniyah as-Sufla (jalan bawah).”[9]
12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid
haram dan membaca:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ
الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan
wajah-Nya Yang Mahamulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang
terkutuk. Dengan Nama Allah dan semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Muhammad, Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” [10]
13. Mengangkat tangan ketika melihat Ka’bah
Apabila ia melihat Ka’bah, mengangkat tangan jika mau,
karena hal ini benar shahih dari Ibnu ‘Abbas [11]. Kemudian berdo’a dengan do’a
yang mudah dan apabila ia mau berdoa dengan do’anya Umar juga baik, sebab do’a
ini pun shahih dari ‘Umar. Do’a beliau:
اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا
رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ.
“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari-Mu
keselamatan, serta hidupkanlah kami, wahai Rabb kami dengan keselamatan.”[12]
C. Sunah-Sunnah Thawaf
14. Al-Idhthiba’
Yaitu memasukkan tengah-tengah kain ihram di bawah ketiak
kanan dan menyelempangkan ujungnya di pundak kiri sehingga pundak kanan
terbuka, berdasarkan hadits Ya’la bin Umayyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam thawaf dengan idhthiba’.” [13]
15. Mengusap Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia
berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba di
Makkah mengusap Hajar Aswad di awal thawaf, beliau thawaf sambil berlari-lari
kecil di tiga putaran pertama dari tujuh putaran thawaf.” [14]
16. Mencium Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia
berkata, “Aku melihat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu mencium Hajar
As-wad dan berkata, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” [15]
17. Sujud di atas Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku melihat
‘Umar bin al-Khaththab mencium Hajar Aswad lalu sujud di atasnya kemudian ia
kembali menciumnya dan sujud di atasnya, kemudian ia berkata, ‘Beginilah aku
melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.’” [16]
18. Bertakbir setiap melewati Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah di atas untanya,
setiap beliau melewati Hajar Aswad beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang
ada pada beliau kemudian bertakbir.” [17]
19. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama thawaf
yang pertama kali (thawaf qudum)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, “Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika thawaf mengitari Ka’bah, thawaf yang
pertama kali, beliau berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan empat
putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir kembali di Hajar Aswad.”[18]
20. Mengusap rukun Yamani
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, “Aku tidak
pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap Ka’bah kecuali
dua rukun Yamani (rukun Yamani dan Hajar Aswad).” [19]
21. Berdo’a di antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar
Aswad) dengan do’a sebagai berikut:
رَبَّنَآ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa Neraka.”[20]
22. Shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim setelah
thawaf
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Setelah tiba,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali,
kemudian beliau shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim dan sa’i antara
Shafa dan Marwah.” Selanjutnya beliau berkata:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat contoh
yang baik bagimu.” [21]
23. Sebelum shalat di belakang Maqam Ibrahim membaca:
وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّىٰ.
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat
shalat.”
Kemudian membaca dalam shalat dua raka’at itu surat
al-Ikhlash dan surat al-Kaafirun, berdasarkan hadits Jabir bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sampai di maqam Ibrahim
Alaihissallam beliau membaca:
وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّىٰ.
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat
shalat.”
Lalu beliau shalat dua raka’at, beliau membaca dalam
shalat dua raka’at itu { قُلْ هُوَ اللّهُ أَحَدٌ} dan{قُلْ يا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ}.
24. Iltizam tempat di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah
dengan cara menempelkan dada, wajah dan lengannya pada Ka’bah
Berdasarkan hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya, ia berkata, “Aku pernah thawaf bersama ‘Abdullah bin ‘Amr, ketika
kami telah selesai dari tujuh putaran tersebut kami shalat di belakang Ka’bah.
Lalu aku bertanya, ‘Apakah engkau tidak memohon perlindungan kepada Allah?’ Ia
menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah dari api Neraka.’”
Berkata (perawi), “Setelah itu ia pergi dan mengusap
Hajar Aswad. Lalu beliau berdiri di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah, beliau
menempelkan dada, tangannya dan pipinya ke dinding Ka’bah, kemudian berkata,
‘Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal ini.’”[22]
25. Minum air zamzam dan mencuci kepala dengannya
Berdasarkan hadits Jabir bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal tersebut.
D. Sunnah-Sunnah Sa’i:
26. Mengusap Hajar Aswad (seperti yang telah lalu)
27. Membaca:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ
حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari
syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullaah atau
ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i di antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu ke-bajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Mahamen syukuri kebaikan lagi Mahamengetahui.” [Al-Baqarah:
158]
Kemudian membaca:
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ.
“Kami mulai dengan apa yang dimulai oleh Allah.”
Bacaan ini dibaca setelah dekat dengan Shafa ketika mau
melakukan sa’i.[23]
28. Berdo’a di Shafa
Ketika berada di Shafa, menghadap Kiblat dan membaca:
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ،
وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya
segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar selain Allah semata. Yang melaksanakan janji-Nya,
membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh sendirian.”
29. Berlari-lari kecil dengan sungguh-sungguh antara dua
tanda hijau
30. Ketika berada di Marwah mengerjakan seperti apa yang
dilakukan di Shafa, baik menghadap Kiblat, bertakbir maupun berdo’a
E. Sunnah-Sunnah Ketika Keluar dari Mina:
31. Ihram untuk haji pada hari Tarwiyah dari tempat
tinggal masing-masing •
32. Shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, dan ‘Isya' di Mina
pada hari Tarwiyah, serta menginap di sana hingga shalat Shubuh dan matahari
telah terbit
33. Pada hari ‘Arafah, menjamak shalat Zhuhur dan ‘Ashar
di Namirah
34. Tidak meninggalkan ‘Arafah sebelum matahari
tenggelam.
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi
Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
Sumber
http://almanhaj.or.id/
No comments:
Post a Comment