!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Saturday, February 28, 2015

Peliharalah Keimanan dengan Sholat.

Perjalanan yang belum selesai (229)

(Bagian ke dua ratus dua puluh Sembilan, Depok, Jawa Barat, Indonesia , 1 Maret 2015 , 12.53 WIB)

Peliharalah Keimanan dengan Sholat.

Dalam setiap sholat yang kita lakukan ada doa kita agar Allah memberikan jalan yang lurus pada kita. Jadi kalau kita lakukan dengan khusu dan mengerti artinya setiap bacaan dalam rukun sholat Insya Allah, Allah akan memberikan jalan lempang pada kita agar selamat di dunia dan di akherat.
Kenapa kita harus konsisten sholat yang setiap rukunnya mengandung doa-doa dan bertasbih pada Allah, karena kalau kita tidak konsisten sholat, apalagi tidak pernah sholat atau sholat hanya setahun sekali, hanya sholat iedul fitri, maka bisa menggoyahkan iman kita.
Saya punya paman, dulu dia seorang tentara, namun karena dia pacarnya direbut seorang pegawai swasta, dan pacarnya itu masuk agama lain (Keluar dari Islam), dan paman saya kecewa, akhirnya untuk membuktikan bahwa dia mampu bekerja di perusahaan BUMN itu dia pun pindah ke perusahaan BUMN itu, dan juga pindah agama diluar Islam. Kemudian dia menikahi perempuan Muslim, yang diajaknya kegama kesyirikan yang dia anut, akhirnya dia berhasil dan seluruh anak-anaknya ikut dia ke agama kesyirikan dia.
Itulah sebabnya setiap Muslim harus menjaga imannya dengan sholat. Paman saya itu hanya Islam KTP (Islam abangan) hanya Islam dari lahir, tanpa memelihara akidah yang tidak dia dapat dari orang tua mereka.
Selain itu Paman saya itu memandang kehidupan ini dengan kekayaan. Dengan hartalah hidup itu bisa berbahagia. Berbeda dengan Islam yang kebahagiaan itu adalah ketakwaan di hati. Semakin beriman dan semakin takwa kita pada Allah, semakin bahagia kita, semakin tenang, karena segala ikhtiar kita yang disertai doa akan dimudahkan dan diridhoi Allah.
Anaknya yang kedua kawin lagi dengan agama yang berbeda dengan dia, tapi malah masuk agama yang semakin jauh kesyirikannya.
Namun dari sekian banyak anak-anaknya, memang ada satu yang masuk Islam , karena kawin dengan seorang Muslim.
Teman saya menikah dengan seorang Muslim dari daerah yang sebenarnya dikenal daerah taat. Namun, karena kurang memelihara sholat, dan dia dipengaruhi lingkungan tempat kerja, akhirnya suaminya ini murtad ke agama kesyirikan (Menyutukan Tuhan). Akhirnya teman saya ini menceraikan suaminya, daripada dia berzina setiap hari karena kawin dengan seorang Murtad.
Saya punya keponakan karena memergoki istrinya mau selingkuh, dia mau bunuh diri, untung Allah masih memberi kesempatan dia untuk Taubat.
Ini membuktikan jiwa yang kosong dari siraman agama dari sejak kecil membawa jiwa seseorang kosong, tanpa tujuan hidup yang hakiki.
Kata orang tuanya, kedua orang tua tidak punya kewajiban lagi menyuruh anak sholat setelah berumur 17 tahun, atau bila telah berkeluarga.
Padahal perintah Allah melalui sabda Nabi Muhammad perintahkanlah untuk sholat anak-anak mu sejak dini (Balita/7 tahun), kalau dari kecil tidak pernah dididik agama, baik melalui nasehat orang tua atau melalui TPA, maka akan sulit dilakukan kalau anak-anak sudah besar dan kesadaran sholat tidak tumbuh dari kecil (sejak dini).
Bila anak-anak kita tidak kita ajari tentang sholat dan moral Islam jangan salah kan mereka bila nanti mereka tumbuh besar bekerja menjadi pencopet, perampok dan terjerumus dalam narkoba (kecanduan obat terlarang).
Siapa yang jamin anak-anak kita akan tumbuh jadi anak berbudi luhur, tanpa perhatian kita yang cukup.
Saya punya kerabat, anaknya banyak, dikenal sebagai ustad, anak lelakinya tewas akibat narkoba.
Kerabat lainnya, Ibunya dokter, ayahnya dokter, tapi dua putranya di drop out (DO) dari Fakultas Kedokteran akibat kevanduan narkoba yang telah membunuh 50 pemuda Indonesia setiap harinya, Narkoba juga telah merasuki badan 5 juta pemuda Indonesia. Memang masa depan Indonesia akibat maraknya narkoba dan merokok menjadi diujung tanduk, kalau pemerintah Indonesia lemah menegakkan hukuman terhadap Bandar narkoba dan pengguna narkoba.
Maka Sholatlah, karena perkara yang pertama kali dihisab di akherat adalah sholat.

Kedudukan Shalat Dalam Islam


Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Shalat wajib ada lima: Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya', dan Shubuh.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada malam Isra' (ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dinaikkan ke langit) diwajibkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat lima puluh waktu. Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru, 'Hai Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. Dan sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima puluh'.”[1]

Dari Thalhah bin 'Ubaidillah Radhiyallahu anhu, ia menceritakan bahwa pernah seorang Arab Badui berambut acak-acakan mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku shalat apa yang diwajibkan Allah atasku." Beliau menjawab:

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا.

"Shalat lima waktu, kecuali jika engkau ingin menambah sesuatu (dari shalat sunnah)." [2]

Kedudukan Shalat Dalam Islam
Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْـلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

"Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan." [3]

A. Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari dan yang bermalas-malasan mengerjakannya.

Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ.

“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” [4]

Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَتُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.

‘Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.’” [5]

Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama', bahwa yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan beberapa hadits lain, di antaranya:

Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَـادِ، مَنْ أَتَى بِهِنَّ لَمْ يُضِيْعَ مِنْهُنَّ شَيْئًا اِسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَـانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka dia memiliki perjanjian de-ngan Allah untuk memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengadzabnya. Atau jika Dia berkehendak, maka Dia mengampuninya.’”[6]

Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada kehendak Allah.

Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’” [7]

Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, 'Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?”

Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.” [8]

B. Kepada Siapa Diwajibkan?
Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah baligh dan berakal
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ.

“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari orang yang tidur hingga terbangun, dari anak-anak hingga baligh, dan dari orang gila hingga kembali sadar.” [9]

Wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya mengerjakan shalat meskipun shalat tadi belum diwajibkan atasnya, agar ia terbiasa untuk mengerjakan shalat.

Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَـاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.

“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. Serta pisahkanlah ranjang mereka.” [10]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]


No comments:

Post a Comment